Epilog

1.9K 144 12
                                        

Langit mulai berwarna jingga, menyapu lembut langit kota dengan semburat warna hangat yang mengisyaratkan akhir dari sebuah hari. Di tengah hembusan angin sore yang menyentuh dedaunan pohon dengan pelan, Marsha dan ibunya, Falisha, duduk berdampingan di salah satu bangku taman rumah sakit.

Dari tempat mereka duduk, pandangan keduanya sama—tertuju pada seorang pria berkacamata yang sedang tertawa kecil sambil bermain bola dengan beberapa pasien anak-anak.

Andra.

Pria itu tak terlihat seperti mahasiswa sibuk, maupun barista handal. Di hadapan anak-anak, ia menjadi sosok kakak yang lembut, sabar, dan penuh perhatian. Ia menirukan gaya superhero saat menggiring bola, membuat anak-anak tertawa terpingkal, jatuh, lalu tertawa lagi.

Marsha mengatupkan kedua tangannya di pangkuan, lalu menoleh pada ibunya. Hatinya terasa hangat, seperti diselimuti selimut tebal yang nyaman.

"Suami idaman banget ya..." gumam Falisha tiba-tiba.

Marsha tertawa kecil, pura-pura tak dengar.

"Jadi nggak sabar liat kalian nikah," lanjut Falisha dengan senyum penuh arti.

"Mah... astaga, masih lama. Aku sama Andra aja belum lulus kuliah." Marsha menggembungkan pipinya, seolah ingin menyembunyikan pipi merona yang muncul diam-diam.

Ibunya terkikik, ringan dan lepas. "Mama iri deh... kamu dapet cowok baik. Nggak kayak mama, dulu habis dihamilin malah ditinggal. Mentang-mentang orang kaya, orang biasa kayak mama langsung dianggap nggak pantes."

"Mamaaah!" Marsha menoleh kaget. "Nggak lucu tauk! Itu nggak bisa dibecandain!"

"Lah, mama nggak becanda, mama healing~" jawab Falisha dengan santai, membuat Marsha kembali mendesah.

Tapi tawa ibunya... membuat Marsha lega. Tiga belas hari pasca operasi, dan sudah bisa bercanda seperti ini? Itu keajaiban kecil yang tidak pernah berhenti ia syukuri.

Dengan perlahan, Marsha merogoh tas selempangnya dan melihat jam di layar ponsel. Wajahnya langsung sedikit panik.

"Eh, hampir jam lima."

"Mau berangkat kerja ya?" tanya Falisha, meski nada suaranya lembut penuh pemahaman.

"Iya mah. Hari ini ada anak baru. Aku harus ngajar cara operasional pastry section." Marsha bangkit, menepuk-nepuk rok pendeknya, lalu melambai pada Andra di kejauhan.

"Sayaaang! Ayo berangkat!"

Andra yang sedang mengejar bola dengan seorang anak langsung menoleh.

"Oke, bentar!" sahutnya sambil tertawa.

Ia lalu berpamitan pada tiga anak kecil yang tadi bermain dengannya.

"Dek, kakak duluan ya. Harus kerja." Ia berjongkok di hadapan mereka, tersenyum.

"Yah... kok pergi sih..." keluh satu-satunya anak perempuan sambil mencubit lengan Andra.

"Kapan-kapan kakak ke sini lagi, deh," ujarnya sambil mengusap kepala mereka satu per satu.

"Janji ya, Kak?" tanya salah satu anak laki-laki dengan mata berbinar.

"Janji," balas Andra dengan senyum tulus, sebelum akhirnya berdiri dan berlari kecil menghampiri Marsha dan Falisha.

"DA-DAAH KAK KACAMATAA~!!" seru anak-anak itu serempak, diiringi gelak tawa renyah mereka.

Sesampainya di depan Falisha, Andra langsung menyalaminya dengan hangat. "Tante, pamit kerja dulu ya."

"Iya, Nak. Yang semangat ya," jawab Falisha dengan senyum bangga yang sulit ditahan.

"Mama mau dianter ke kamar dulu?" tanya Marsha, menyenderkan kepalanya sebentar di bahu kekasihnya.

Falisha menggeleng lembut. "Nggak usah, nanti mama minta tolong perawat aja. Kalian berangkat, hati-hati di jalan."

Marsha mengangguk, lalu mencium pipi ibunya sekilas. "Jaga diri ya, Mah. Aku sayang mama."

Dan dengan satu pelukan singkat yang dibalas dengan elusan lembut dari ibunya, Marsha dan Andra pun berjalan menjauh.

...

Langkah kaki mereka pelan, tapi pasti. Andra dan Marsha berjalan berdampingan di trotoar, tangan mereka masih bertaut erat, bergoyang lembut mengikuti irama jalanan yang sepi menjelang senja.

Di depan sana, kafe kecil yang telah menjadi rumah kedua bagi mereka mulai terlihat. Lampunya sudah menyala hangat dari balik kaca jendela, seperti menyambut mereka pulang. Sepasang burung gereja terbang melintasi langit jingga, menambah syahdu suasana.

"Si anak baru, siapa tadi namanya?" tanya Andra sambil mengerutkan alis, mencoba mengingat.

Marsha terkekeh, "Aku juga lupa. Habis briefingnya heboh banget kemaren."

"Lah... yaudah lah nanti kenalan lagi." Andra mengangguk pasrah, lalu menekan gagang pintu kafe.

Ting-a-ling~

Lonceng pintu berdenting riang, disambut aroma kopi yang masih baru diseduh, dan tumpukan suara akrab dari dalam.

"Woi, akhirnya datang juga sejoli favorit kafe," sindir Flora dari balik meja bar, tangannya sibuk menyusun toples-toples kopi.

"Tauk tuh! Jam berapa ini, hah?" seru Kathrin dari balik mesin espresso, ekspresinya dibuat seketus mungkin, padahal senyumnya sudah nyaris pecah.

"Halah, kemarin lu telat sejam juga, Kath," celetuk Bagas santai sambil melempar lap piring ke pundaknya sendiri. "Drama doang ini mah."

Di sisi dapur, berdiri satu sosok baru.

Seorang gadis manis berpostur ramping, wajahnya polos dan gugup, rambutnya dikuncir rapi ke belakang. Mengenakan apron putih yang menandakan satu hal—dia masih anak baru. Masih trainee.

Begitu melihat Andra dan Marsha datang, dia membungkuk sedikit terlalu dalam karena gugup.

"S-selamat sore Kak Andra, Kak Marsha!" ucapnya dengan suara gemetar. "Saya trainee bagian pastry! Nama saya Greesella! Bisa dipanggil Greesel!"

Andra dan Marsha saling menatap sebentar sebelum akhirnya meledak pelan dalam tawa.

"Eh, santai aja, Greesel. Kayak di interogasi kamu," ujar Marsha sambil terkikik.

"Kamu dulu juga kikuk banget, sayang," celetuk Andra dengan senyum nakal.

"Sana bantu dia," kata Flora dari belakang. "Ajari dia cara nggak ngecewain piping bag."

"Wah, aku juga semalem juga dikecewain, kak. Mainnya nggak seru," jawab Marsha pura-pura lesu sambil mendorong bahu Andra, yang langsung mengangkat tangan pasrah.

Mereka pun melangkah masuk, bergabung dalam rutinitas sederhana yang sudah menjadi bagian dari hidup mereka—menyambut pelanggan, meyeduh kopi, mengepel lantai, dan sesekali bercanda dengan lantang di sela tugas.

Namun kini, ada satu wajah baru. Satu tangan baru yang bergabung dalam lingkaran kecil mereka. Satu hidup baru yang akan bertumbuh bersama mereka.

Dan Marsha tahu—hidupnya mungkin pernah dibuka dengan luka dan gelap. Tapi kini, penutupnya adalah cahaya.

Bersama orang-orang yang mencintainya, bersama orang yang mengangkatnya dari keterpurukan. Di tempat kecil bernama kafe. Di hari-hari yang penuh makna.

.

.

.

.

.

WUIIIII UDAH TAMAAATT!!

Terimakasih buat kalian yang sudah mengikuti dari awal, sudah sabar menunggu update.

Cerita dikit, dulu judul ini tuh ditulis bareng sama awal-awal Housemate. Cast originalnya Marsha, Zee, Indira, sama Chika.

Marsha sama Zee dulu jadi saingan, rebutan Andra. Indira perannya jadi si Kathrin, terus Chika tuh mantan Andra.

Bagas? Tetap chill seperti biasa.

BY THE WAY.... papa kandung si Marsha tuh ada lho di Red String hehehehe...

No Strings Attached? [End]Where stories live. Discover now