19

3K 172 32
                                        

Malam semakin larut, dan di dalam kafe yang temaram, suasana terasa berat. Tak ada pengunjung malam ini. Tak ada tawa atau aroma kopi yang biasanya membangkitkan semangat.

Yang tersisa hanyalah tiga pasang mata—Bagas, Flora, dan Kathrin—duduk gelisah, membiarkan waktu melarutkan mereka dalam diam dan kecemasan. Tak ada yang bicara, karena tak ada yang tahu harus berkata apa.

Jam berdetak pelan, dan setiap detiknya menambah resah di dada.

Hingga tiba-tiba—

Cling~

Bunyi lonceng pintu kafe terdengar pelan. Semua serentak menoleh, seolah harapan terakhir baru saja melangkah masuk.

Andra.

Sendirian.

Langkahnya pelan. Wajahnya pucat, mata sayu seperti kehilangan cahaya. Tubuhnya tegak, tapi jiwanya... terlihat kosong.

“...Ndra?” suara Bagas pelan, nyaris tak percaya. “Marsha mana?”

Andra tak langsung menjawab. Ia menatap kosong ke arah meja bar, lalu akhirnya bersuara, pelan sekali.

“...sama orang.”

Bagas mengernyit. “Hah?”

Flora melangkah lebih dekat, nada suaranya mulai meninggi. “Apaan tadi? Lu ngomong apaan, Ndra?”

Andra membuka mulutnya lagi, suaranya sedikit bergetar.

“...Marsha... sama orang lain... ke motel...”

Hening.

Tak ada yang bergerak. Bahkan udara pun terasa berhenti.

Sampai akhirnya—SHRUGH!

Flora mendekat cepat dan mencengkeram kerah Andra tanpa peringatan. Matanya membara, napasnya memburu.

“KOK LU TINGGAL? HAH? KENAPA LU KESINI SENDIRIAN? KENAPA LU GAK LAKUIN APA-APA?”

Andra tersentak, tapi tetap tak melawan. Tangannya menggantung di sisi tubuh, suaranya nyaris tak terdengar.

“Gue... gue nggak tahu harus apa...”

“DIA PACAR LU, ANJING!”

Bentakan Flora memecah ruangan seperti petir. Suaranya menggema, menyayat udara dan hati semua yang mendengar.

Kathrin menutup mulutnya, menahan napas. Bagas memejamkan mata dan mengusap wajahnya pelan, mencoba menenangkan diri. Tapi di dalam, mereka merasakan hal yang sama—marah dan bingung.

Flora belum selesai. Matanya menatap Andra seolah ingin menampar kenyataan ke wajahnya.

“Kalo lu emang gak becus kayak gini—gue yang turun tangan. Gue yang bakal seret dia balik!” serunya, lalu menoleh pada Bagas. “Bang, ikut gue.”

Bagas langsung mengangguk, gerakannya mantap. “Kath, kafenya tolong ya. Close aja kalau sepi.”

“I-iya bang...” sahut Kathrin pelan, suaranya masih terguncang.

Flora akhirnya melepas kerah Andra, mendorongnya sedikit saat ia melangkah pergi.

Andra terhuyung, tapi tetap diam. Tidak menahan, tidak bertanya, tidak mengejar. Ia hanya berdiri di sana—kosong.

Bagas sempat menepuk bahu Andra sebelum keluar menyusul Flora.

“Kita cari dia, lu istirahat aja dulu.”

Pintu menutup dengan bunyi klik yang sunyi, meninggalkan keheningan yang menyiksa.

Kini hanya ada dua orang di dalam kafe.

No Strings Attached? [End]Where stories live. Discover now