Sore itu, Andra melangkah masuk ke dalam kafe dengan santai seperti biasa. Aroma kopi yang khas langsung menyambutnya, bercampur dengan suara musik akustik yang mengalun pelan dari speaker di sudut ruangan. Kafe masih sepi, hanya ada beberapa pelanggan yang duduk di meja masing-masing, menikmati sore mereka dengan secangkir kopi dan laptop terbuka.
Namun, kali ini Andra tidak sendiri. Di sampingnya, Marsha berjalan sedikit canggung, mengikuti langkahnya dengan ekspresi gugup. Tangannya mencengkeram tali tas selempangnya erat-erat, sesekali melirik sekeliling. Ini pertama kalinya ia berada di tempat ini, dan entah kenapa, rasanya lebih menegangkan dibanding ekspektasinya.
"Sore, guys," sapa Andra santai, memasukkan satu tangan ke saku celananya.
Namun, reaksi yang ia dapatkan justru lebih heboh dari biasanya.
Bagas, Kathrin, dan Flora yang sedang bersantai di balik meja kasir langsung saling bertukar pandang, senyum mereka merekah dengan ekspresi jahil yang kentara. Seolah-olah mereka baru saja menemukan sesuatu yang menarik untuk digodain.
Kathrin yang pertama mendekat, menatap Marsha dari ujung kepala sampai kaki dengan mata berbinar. "Ooooh, jadi ini, Kak? Adik tingkat lo itu?" ujarnya, menekan nada suaranya penuh arti. "Hmmm... cantik yaaa."
Marsha tersentak kecil, refleks mundur setengah langkah. "E-eh? Iya, saya Marsha..." ucapnya pelan.
Tak lama, Flora juga bergabung, menatap Marsha dengan tangan bersedekap. "Oooh, jadi ini calon partner gue di kitchen, ya?" ucapnya sambil menilai. "Tapi kok tinggi banget sih? Gue jadi keliatan jomplang dong!"
Marsha hanya bisa terkekeh kecil, tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Entah kenapa, rasanya dia seperti dipajang di etalase toko, dinilai dari segala sisi oleh dua gadis itu.
Andra hanya bisa menghela napas dan langsung meraih kepala Kathrin dan Flora, mencengkram mereka dengan satu tangan di masing-masing kepala. "Heh, lo berdua nggak usah ngusik deh," gerutunya sambil sedikit mengguncang mereka.
"Aw, aw, Kak Andraaa! Beneran pacar lo, ya?" keluh Kathrin sambil tertawa.
"Jangan-jangan bawa ke sini biar bisa sering ketemu, ya?" timpal Flora sambil mencoba melepas cengkeraman Andra.
"Nggak usah sotoy!" bentak Andra sebelum akhirnya melepas mereka.
Bagas yang sejak tadi hanya memperhatikan dengan senyum menggelengkan kepala, akhirnya melangkah maju. Di tangannya, ada sebuah apron putih yang masih terlipat rapi. Ia menyerahkannya ke Marsha dengan ekspresi yang lebih tenang dibanding dua gadis tadi.
"Nih," katanya. "Semangat ya, trainee."
Marsha menerima apron itu dengan hati-hati, menatapnya sejenak sebelum mengangkat wajahnya ke arah Bagas. "Makasih ya, Kak," ucapnya dengan senyum tipis.
Bagas mengangguk. "Flo, ajak dia ke kitchen. Kasih tahu tugas-tugasnya," instruksinya.
"Siap, Bang!" jawab Flora dengan semangat, lalu langsung menarik tangan Marsha.
"Eh, e-eh, pelan-pelan dong!" protes Marsha yang setengah terseret ke arah dapur.
Andra hanya bisa mengamati kepergian mereka dengan senyum kecil di wajahnya. Entah kenapa, melihat Marsha diterima dengan baik oleh yang lain membuatnya sedikit lega.
Mungkin, hanya mungkin, ini adalah awal yang baru untuk gadis itu.
...
Di ambang pintu kitchen, Andra berdiri dengan tangan terlipat, memperhatikan Marsha yang tengah menjalani pelatihan dasarnya. Gadis itu tampak serius mendengarkan Flora yang menjelaskan cara kerja berbagai peralatan dapur—mulai dari penghangat makanan, teknik mengaduk adonan yang benar, hingga bagaimana menangani pesanan dengan cepat.
YOU ARE READING
No Strings Attached? [End]
FanfictionDi suatu malam yang sunyi, Andra menerima tawaran dari seorang perempuan asing yang menjual tubuhnya. Tanpa banyak berpikir-didorong oleh stres dan kelelahan-ia menerimanya. Malam itu, keduanya berbagi kehangatan tanpa nama, tanpa ikatan. Namun, kee...
![No Strings Attached? [End]](https://img.wattpad.com/cover/388959992-64-k305939.jpg)