Kini, Andra dan Marsha duduk berhadapan di salah satu meja kantin.
Di sekeliling mereka, kantin tetap ramai dengan suara mahasiswa yang mengobrol dan peralatan makan yang beradu. Namun, di antara mereka berdua, suasananya terasa jauh lebih sepi—terperangkap dalam keheningan yang canggung.
Andra berpura-pura sibuk melihat ke arah lain. Jarinya mengetuk-ngetuk meja tanpa pola yang jelas, seperti mencari sesuatu untuk mengisi kekosongan. Sementara itu, Marsha memainkan sedotan es tehnya, mengaduk-aduk cairan berwarna coklat keemasan itu tanpa benar-benar berniat meminumnya.
Mereka diam untuk waktu yang terasa lebih lama dari seharusnya.
Sampai akhirnya, Andra berdeham pelan sebelum membuka suara.
"Ehem... gue Andra."
Marsha, yang masih fokus dengan sedotannya, akhirnya menoleh dengan ekspresi bingung.
"Kenapa tiba-tiba ngenalin diri?" tanyanya, alisnya sedikit terangkat.
Andra mendesah, bersandar ke kursinya. "Ya terus, lo mau gue panggil cewek jembatan selamanya?"
Marsha memutar bola matanya. "Marsha," jawabnya akhirnya.
Andra mengangguk kecil, lalu tanpa pikir panjang bertanya lagi, "Jurusan?"
"Ilkom, 23," jawab Marsha santai.
Sejenak, Andra hanya diam. Kemudian, setelah menyadari sesuatu, ia menghela napas panjang dan mengusap wajahnya sendiri.
"Sial... gue juga Ilkom, 22."
Marsha, yang awalnya tampak santai, kini terdiam sejenak. Ia membeku di tempat sebelum akhirnya menatap Andra dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.
"Jadi... lo kakak tingkat gue?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit lebih pelan.
Andra mengangkat bahu. "Ya... gitu."
Keheningan kembali menyelimuti mereka, tapi kali ini dengan nuansa yang berbeda.
Marsha menggigit sedotannya, tampak berpikir keras. Andra, di sisi lain, mendadak merasa bahwa keadaan ini jauh lebih rumit daripada yang ia perkirakan.
Sebelumnya, mereka adalah dua orang asing yang bertemu di jembatan dan menghabiskan malam tanpa mengetahui nama satu sama lain. Namun sekarang, mereka adalah mahasiswa dari jurusan yang sama. Lebih buruknya lagi, Andra adalah seniornya.
Keadaan yang sebelumnya hanya sekadar ‘sekali bertemu lalu lupa’ kini berubah menjadi sesuatu yang lebih sulit untuk diabaikan.
Mereka tidak lagi sekadar dua orang asing.
Dan entah kenapa, itu membuat situasi ini terasa jauh lebih rumit.
"Anu... Kak," panggil Marsha, suaranya terdengar sedikit ragu.
Andra yang masih menyesap minumannya mengangkat alis, lalu menoleh ke arahnya. "Kenapa tiba-tiba manggil Kak?" tanyanya dengan nada heran.
Marsha mengangkat bahu santai. "Ya kan lo kakak tingkat gue," jawabnya sambil mengaduk-aduk es teh dengan sedotannya.
Andra terkekeh, nada geli terdengar jelas dalam suaranya. "Senyaman lo aja deh."
Marsha mendengus pelan, lalu merapatkan kedua tangannya di atas meja, seolah ingin mengatakan sesuatu yang lebih serius. Ia menunduk sedikit, memilih kata-katanya dengan hati-hati sebelum akhirnya berbisik, "Kak... lo mau kan rahasiain soal... kerjaan gue?"
Andra menatapnya sejenak, lalu tersenyum simpul. "Ya kali gue sebarin, Sha. Aman aja."
Marsha menghela napas lega, ketegangan di bahunya sedikit mengendur.
YOU ARE READING
No Strings Attached? [End]
FanfictionDi suatu malam yang sunyi, Andra menerima tawaran dari seorang perempuan asing yang menjual tubuhnya. Tanpa banyak berpikir-didorong oleh stres dan kelelahan-ia menerimanya. Malam itu, keduanya berbagi kehangatan tanpa nama, tanpa ikatan. Namun, kee...
![No Strings Attached? [End]](https://img.wattpad.com/cover/388959992-64-k305939.jpg)