Suasana mendadak sunyi.
Kathrin dan Flora hanya bisa menatap mereka berdua dengan ekspresi penuh frustasi.
"WOI! APASIH?! KOK PADA NGELAK?!" bentak Flora akhirnya, tidak tahan dengan sikap mereka.
Andra dan Marsha hanya saling melirik, tanpa mengatakan apa pun.
Kathrin mengembuskan napas kasar, lalu melempar tatapan tegas ke Flora. Seolah tanpa perlu bicara, mereka sudah menyusun rencana.
"LO BERDUA HARUS NGOBROL SERIUS!"
Sebelum ada yang bisa protes, Flora dan Kathrin langsung menarik Andra dan Marsha dari duduk mereka, menyeret mereka ke lantai atas.
"EH! EH! NGAPAIN SIH?!" Marsha berontak, tapi percuma.
"Kalian jangan maksa..." keluh Andra, berusaha tetap tenang.
Namun kedua gadis itu tak peduli. Mereka terus menyeret mereka hingga tiba di kamar. Begitu sampai, Flora dan Kathrin langsung mendorong mereka berdua ke dalam.
"Lo berdua ngobrol!" perintah Flora. "Kalau sampai kita buka pintu dan masih nggak ada hasil..."
"Kalian kita usir!" potong Kathrin tanpa ragu.
BRAK!
Pintu tertutup keras.
Di luar, Kathrin melipat tangan di dada. "Awas aja kalau masih denial."
Flora mendecak. "Kalau mereka masih ngeles..."
"Langsung kita hajar di tempat."
...
Hening.
Di dalam kamar, hanya ada detak jam yang terdengar konstan, seakan menghitung setiap detik yang berlalu dalam ketegangan.
Marsha duduk di tepi ranjang, punggungnya sedikit membungkuk, tatapannya tertuju pada lantai. Jemarinya sibuk meremas ujung kaus yang ia kenakan—sebuah kebiasaan kecil yang selalu muncul saat ia merasa gelisah.
Di sebelahnya, Andra duduk dengan postur kaku. Kakinya bergerak gelisah, tumitnya berulang kali mengetuk lantai, seakan mencari cara untuk meredakan sesuatu yang terus bergejolak di dalam dadanya.
Biasanya, setiap kali mereka berdua berada di dalam kamar seperti ini, suasananya panas—penuh godaan, canda nakal, dan tawa yang selalu berujung pada sesuatu yang lebih dari sekadar ciuman. Namun malam ini berbeda.
Udara di antara mereka terasa lebih berat. Ada sesuatu yang menekan, menggantung di dada masing-masing.
Marsha menggigit bibirnya, lalu menghela napas pelan.
“…Jadi… kita harus ngapain?” tanyanya, suaranya lirih, hampir bergetar.
Andra mengembuskan napas, lalu mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. “Lo denger mereka tadi, kan? Kita harus ngobrol.”
Namun begitu kalimat itu keluar dari bibirnya, keheningan justru semakin mencengkeram mereka.
Keduanya tahu apa yang ingin dibicarakan.
Tapi kata-kata itu terasa terlalu berat untuk diucapkan.
Andra akhirnya menegakkan tubuh, menatap Marsha dengan sorot mata yang kali ini tak lagi bisa menghindar.
YOU ARE READING
No Strings Attached? [End]
FanfictionDi suatu malam yang sunyi, Andra menerima tawaran dari seorang perempuan asing yang menjual tubuhnya. Tanpa banyak berpikir-didorong oleh stres dan kelelahan-ia menerimanya. Malam itu, keduanya berbagi kehangatan tanpa nama, tanpa ikatan. Namun, kee...
![No Strings Attached? [End]](https://img.wattpad.com/cover/388959992-64-k305939.jpg)