Di suatu malam yang sunyi, Andra menerima tawaran dari seorang perempuan asing yang menjual tubuhnya. Tanpa banyak berpikir-didorong oleh stres dan kelelahan-ia menerimanya. Malam itu, keduanya berbagi kehangatan tanpa nama, tanpa ikatan.
Namun, kee...
Ia mengusap wajahnya dengan satu tangan, mencoba mencerna situasi. "Gila nih cewek..." gumamnya pelan.
Jantungnya masih berdebar kencang, sementara pikirannya dipenuhi satu pertanyaan besar—sejak kapan Marsha mulai sekacau ini?!
...
"Mmmhh... hmmhh..."
Suara manja Marsha memenuhi ruangan yang remang-remang. Gadis itu masih enggan melepaskan diri, bibirnya menempel di leher Andra, meninggalkan jejak-jejak kecil di kulitnya.
"Sha... udahlah..." Andra menghela napas berat, satu tangannya menahan kepala Marsha agar berhenti menyusuri kulitnya.
Namun, bukannya menyerah, gadis itu justru makin nekat, menempel semakin erat sebelum akhirnya melepas ciumannya dengan suara "Mwah!" yang begitu provokatif.
"Kenapa sih, Kak? Ini kan baru ronde dua..." rengeknya dengan bibir mengerucut.
Andra menatapnya dengan ekspresi malas. "Lo serius mau lima ronde?"
Marsha mengangguk cepat, ekspresinya begitu polos seolah yang ia minta adalah sekadar traktiran makan, bukan permintaan yang bisa bikin Andra tumbang.
"Ya serius lah~"
Andra langsung menjauh, bangkit dari kasur dengan langkah gontai sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ogah ah, capek!"
Ia mengambil celana boxernya yang tergeletak di lantai dan mengenakannya kembali, lalu berjalan menuju dapur kecil di pojokan kamar kosnya. Tanpa banyak bicara, ia mulai menyalakan teko listrik, bersiap membuat secangkir kopi.
Di belakangnya, Marsha memutar bola mata, lalu menjatuhkan dirinya ke kasur dengan ekspresi merajuk. "Huuu~ nggak asik!"
Sambil tiduran, ia meraih ponselnya dan mulai scrolling tanpa tujuan, jari-jarinya dengan lincah menggeser layar, sesekali terkekeh melihat sesuatu yang menarik.
Tak butuh waktu lama, Andra kembali dengan secangkir kopi hitam di tangan. Ia mendudukannya di meja belajar, lalu menarik kursinya dan membuka laptopnya.
Marsha melirik sekilas dari kasur. "Nugas, Kak?" tanyanya dengan nada malas.
"Heem." Andra hanya menggumam tanpa menoleh.
Merasa bosan sendiri, Marsha tiba-tiba bangkit dan melangkah mendekati Andra dengan gerakan yang mencurigakan. Dalam sekejap, ia langsung menyelinap ke pangkuan lelaki itu, membuat Andra mendengus.
"Ck, apasih, Sha?"
Marsha tersenyum jahil. "Gue mau liat."
Andra menatapnya dengan tatapan lelah. "Ya nggak gini juga lah, kayak kucing aja."
Alih-alih menjauh, Marsha justru mengangkat tangannya dan menirukan gerakan cakar-cakar kecil, lalu mengeluarkan suara manja. "Miaaww~"
Andra langsung memijat keningnya, setengah pasrah. "Lo kenapa makin hari makin absurd, sih?"
Marsha hanya terkekeh, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Andra, tetap bertahan di pangkuan lelaki itu.
Akhirnya, setelah beberapa detik hening, Andra hanya bisa menghela napas panjang dan mengalah. "Terserah lah…"
Sambil tetap memangku Marsha, ia mulai mengerjakan tugasnya, sementara gadis itu asyik melihat layar laptop, terkadang berkomentar asal, dan sesekali menggoda Andra dengan cubitan kecil.
Meski menyebalkan, Andra diam-diam tahu… bahwa kosannya memang jadi lebih ramai sejak Marsha sering datang.
...
"Hoaaahhm~"
Marsha menguap lebar, matanya yang indah mulai mengantuk, kelopak matanya sedikit berat. Ia menggeliat malas di pangkuan Andra sebelum menatap lelaki itu dengan ekspresi penuh harap.
"Ngantuk… bobo yuk~" ajaknya dengan nada manja.
Andra, yang masih fokus menatap layar laptop, hanya bisa menghela napas panjang. Setelah beberapa detik menimbang, akhirnya ia menutup laptopnya dengan satu tangan dan meregangkan tubuhnya yang kaku.
Namun, alih-alih menyuruh Marsha turun sendiri, Andra malah langsung berdiri dan mengangkat tubuh gadis itu dalam gendongan bridal style.
"Nyaa~" Marsha menggumam manja, lengannya melingkar di leher Andra.
Andra terkekeh kecil, menikmati bagaimana Marsha selalu punya cara untuk bertingkah seperti kucing yang manja. Ia melangkah ke kasur dan dengan hati-hati meletakkan gadis itu di atasnya.
"Nggak pakai baju, Sha?" tanyanya begitu melihat tubuh Marsha tanpa sehelai kain.
Marsha menggeleng dengan santai. "Nggak mau pakai baju kalau di kosan lo," ucapnya tanpa rasa malu sedikit pun.
Andra menghela napas, lalu naik ke kasur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. "Aneh banget sih lo," komentarnya, tapi tak benar-benar keberatan.
Begitu tubuhnya ikut tenggelam dalam kasur, Marsha langsung bergeser, menempelkan dirinya pada Andra. Tangannya melingkar di pinggang lelaki itu, sementara wajahnya menggesekkan diri ke dada bidang Andra seperti kucing mencari tempat nyaman.
Andra langsung menghela napas lagi. "Hadiah nggak jelas, kalau ada yang buka laptop gue, bisa-bisa dikira gue nyimpen bokep," ujarnya datar.
Marsha terkekeh puas. "Tapi sama lo nggak dihapus tuh foldernya," tuduhnya jahil.
Andra hanya mendengus, malas menjawab. Tapi Marsha tidak membiarkan itu berlalu begitu saja.
"Ngaku deh Kak, lo suka kan? Nih, coba lo hapus sekarang kalau berani."
Andra memutar bola matanya. "Ya kalau gue hapus pasti lo ngambek."
"Betuul~" sahut Marsha cepat, makin menempel seperti lintah.
Andra mendecak pelan sebelum tangannya terangkat, mengusap punggung Marsha dengan gerakan perlahan. Sentuhan itu terasa nyaman, membuat Marsha semakin rileks dalam pelukan lelaki itu.
Namun, sebelum suasana berubah terlalu tenang, Marsha kembali membuka mulutnya. "Nanti di sana… kita gituan juga nggak?" godanya, suaranya sengaja dibuat lirih dan menggoda.
Andra memejamkan mata sejenak sebelum membuka satu kelopak matanya. "Ngawur, ada yang lain," sahutnya malas.
Marsha terkikik. "Ya kan bisa diem-diem, Kak~ Kayaknya seru gituan sambil nahan suara…"
"Hush! Stop cabul, tidur!" potong Andra cepat, menepuk punggung gadis itu pelan sebagai peringatan.
Marsha tertawa puas sebelum akhirnya mendekap Andra lebih erat. "Okeey~" gumamnya, lalu benar-benar memejamkan mata.
Sementara itu, Andra hanya bisa menghela napas panjang lagi.
Besok di villa pasti bakal ribet, pikirnya.
Tapi, entah kenapa, ia tetap menantikannya.
Bersambung
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.