Marsha mencibir. "Ih, jahat!"
Namun di balik candaannya, ada sesuatu di dalam dirinya yang diam-diam mengakui—ia tidak keberatan jika harus terus ‘terkutuk’ seperti ini.
...
Setelah cukup lama mencoba menyalakan laptop Marsha, Andra akhirnya menghela napas panjang, lalu menutup perangkat itu dengan perlahan.
"Ini tiba-tiba mati waktu lo cas?" tanyanya sambil menatap Marsha yang kini duduk dengan wajah penuh harap.
Gadis itu mengangguk. "Iya, kak. Tadi masih nyala, terus aku tinggal sebentar, tahu-tahu pas balik udah mati total."
Andra mengetuk jari di permukaan laptop, berpikir sejenak sebelum akhirnya menyimpulkan, "Kemungkinan terburuknya, baterainya korslet. Kalau udah gini sih harus diganti."
"Yah... gimana dong..." keluh Marsha, bibirnya sedikit mengerucut dengan ekspresi yang membuatnya terlihat lebih manja dari biasanya.
Andra menghela napas, lalu membuka ranselnya. Dari dalam, ia mengeluarkan laptopnya sendiri dan meletakkannya di atas meja.
"Nih, bawa aja punya gue."
Marsha menatap laptop itu, lalu menoleh pada Andra dengan mata berbinar. "Ehh, beneran nggak papa?"
Andra mengangguk santai. "Iya, yang penting tugas lo kelar."
Tanpa aba-aba, Marsha langsung bergerak cepat.
"Makasih, kak!" serunya penuh semangat, lalu dengan tiba-tiba—"Mwah! Mwah! Mwah!"
Ciuman-ciuman kecil mendarat di pipi Andra secara bertubi-tubi.
Andra sontak menegang, wajahnya berubah kaku seketika. Beberapa orang di sekitar mereka yang melihat kejadian itu mulai berbisik-bisik, sebagian ada yang terkikik geli.
"Woi, woi! Di liatin, anjir!" bisik Andra setengah panik, buru-buru menggeser tubuhnya menjauh.
Marsha hanya tertawa kecil, tanpa sedikit pun terlihat canggung. "Biarin, toh lo udah biasa."
Andra mengusap wajahnya dengan frustasi. "Ntar lo dikira pacar gue, lho."
Marsha mengangkat bahu santai. "Mang kenapa? Nggak keberatan tuh."
Andra sontak menoleh, menatapnya dengan ekspresi terkejut.
Gadis itu masih tersenyum, tapi ada sesuatu di matanya yang berbeda. Tatapannya lebih dalam, lebih serius, meskipun pipinya mulai bersemu halus.
Ini bukan sekadar candaan biasa.
Ini kode yang jelas. Sangat jelas.
Andra tahu itu.
Namun, alih-alih menanggapinya, ia hanya mendengus pelan, lalu bangkit dari kursinya. "Jangan asal ngomong. Udahlah, kita makan aja."
Tanpa menunggu jawaban, ia langsung beranjak, meninggalkan Marsha yang kini cemberut.
Gadis itu mendecak kesal, lalu ikut berdiri dan mengejar Andra. Dengan cepat, tangannya merangkul lengan pria itu, menempel erat seperti lintah.
"Traktir."
Andra meliriknya sekilas. "...Iya, iya."
...
Dini hari di kafe, suasana mulai lengang. Para crew sedang sibuk beberes untuk closing. Kathrin melap meja dengan gerakan santai, sementara Flora dan Marsha menyapu lantai. Andra sendiri sedang merapikan kursi, sedangkan Bagas menghitung hasil pemasukan hari ini di kasir.
ESTÁS LEYENDO
No Strings Attached? [End]
FanfictionDi suatu malam yang sunyi, Andra menerima tawaran dari seorang perempuan asing yang menjual tubuhnya. Tanpa banyak berpikir-didorong oleh stres dan kelelahan-ia menerimanya. Malam itu, keduanya berbagi kehangatan tanpa nama, tanpa ikatan. Namun, kee...
![No Strings Attached? [End]](https://img.wattpad.com/cover/388959992-64-k305939.jpg)