Langit malam sudah pekat, dan udara dingin mulai menyelimuti kota.
Di depan kafe, Bagas sedang memutar kunci di pintu, memastikan segalanya terkunci rapat sebelum mereka benar-benar pulang. Lampu neon yang sebelumnya terang benderang kini mulai meredup, menyisakan suasana tenang setelah seharian mereka bekerja.
Di dekat pintu, Kathrin terlihat asyik memeluk tubuh mungil Flora dari belakang, membuat gadis itu meringis. "Dih, apaan sih lo?!" keluh Flora, berusaha melepaskan diri, tapi Kathrin malah makin erat memeluknya.
Sementara itu, di sudut lain, Andra tengah berdiri di samping Marsha, merenggangkan tubuh yang pegal setelah seharian bekerja. Ia menguap kecil, sebelum melirik ke arah gadis di sebelahnya.
"Jadi pulang, Sha?" tanyanya santai, sambil iseng menarik lengan Marsha.
Marsha menoleh dengan senyum jahil. "Iya kak, kenapa? Nggak rela ya?" godanya, suaranya terdengar sedikit menggoda.
Andra mendecak. "Dih, pulang sana, nggak usah balik lagi."
Marsha membelalakkan mata, memasang ekspresi sok tersinggung. "Paraaah..." erangnya sambil menepuk bahu Andra, meski jelas-jelas ia tidak benar-benar marah.
Obrolan mereka ternyata menarik perhatian Kathrin, yang langsung menoleh dengan ekspresi jahil.
"Kak Andra nggak bareng Kak Marsha? Bareng aku aja yuk!" celetuknya, matanya berbinar penuh harap.
"Iya, bo—"
Belum sempat Andra menanggapi, tiba-tiba ia merasakan cubitan di lengannya. Tidak keras, tapi cukup untuk membuatnya menyadari sesuatu.
Marsha kini sudah merengut, bibirnya cemberut seperti anak kecil yang sedang kesal.
Andra berkedip beberapa kali, lalu berdeham, berusaha menyusun ulang kata-katanya. "Err... sorry Kath, gue anterin Marsha ke rumahnya."
Hening sesaat.
Kathrin, Flora, dan Bagas saling bertukar pandang... sebelum akhirnya, mereka tersenyum penuh arti.
Bagas menyandarkan diri pada pintu kafe yang sudah terkunci, menyeringai kecil. "Yaudah, Ndra, lo anter pulang Marsha. Biar gue yang anter Kathrin sama Flora."
Andra belum sempat merespons, ketika tiba-tiba Marsha sudah menarik tangannya dengan semangat.
"Ayo pulang!" katanya tegas, seolah tidak mau memberi Andra kesempatan untuk menolak.
Andra hanya bisa menghela napas pasrah, sebelum akhirnya melambaikan tangan ke arah yang lain. "Gue duluan yaa!"
Kathrin, Flora, dan Bagas memperhatikan kepergian mereka berdua, dan begitu Andra serta Marsha menghilang di kejauhan, Kathrin berdecak.
"Kenapa sih nggak jujur aja tuh berdua?" gumamnya, masih merasa geregetan melihat keduanya saling tarik ulur tanpa mengakui apa yang sebenarnya mereka rasakan.
Flora mengangguk setuju. "Nggak tau deh, kesel liatnya lama-lama."
Bagas hanya tertawa kecil. "Biarin aja. Ntar juga jadian."
Kathrin dan Flora saling pandang sejenak, lalu mengangguk mantap. "Bener juga."
Bagas menepuk bahu mereka berdua. "Udah, balik yuk?"
"YOOOKK!" seru mereka bertiga, sebelum akhirnya berjalan pulang, meninggalkan kafe yang kini sudah benar-benar sunyi.
...
Langkah Andra dan Marsha melambat ketika mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana. Lampu teras menyala redup, menerangi bagian depan rumah itu dengan cahaya temaram. Malam yang sunyi hanya ditemani suara jangkrik dan angin yang berbisik lembut di antara pepohonan.
Andra menyusuri rumah itu dengan pandangannya, menatap setiap detailnya sebelum akhirnya bergumam, "Jadi ini rumah lo."
Marsha mengangguk pelan, "Iya. Makasih ya kak, udah nganter."
Andra mengangguk kecil, kemudian memasukkan tangannya ke dalam saku. "Hmm, gue balik ya." Ia baru saja hendak melangkah pergi, namun tiba-tiba, sebuah tangan kecil meraih lengan jaketnya, menghentikannya.
"Sabar dulu lah kak..." suara Marsha terdengar lebih pelan, hampir seperti bisikan.
Sebelum Andra sempat bereaksi, gadis itu sudah merengkuh tubuhnya dalam sebuah pelukan. Hangat. Erat. Seolah tak ingin membiarkan pria itu pergi begitu saja.
Andra menatap ke bawah, ke arah kepala Marsha yang kini membenam di dadanya. Ia menghela napas, "Kenapa lagi?"
Marsha tidak langsung menjawab. Ia hanya mengeratkan pelukannya, merasakan kehangatan tubuh pria itu. Kemudian, dengan suara lembut, ia bergumam, "Gue bakal kangen kasur lo."
Andra mengernyit, "Bilangnya kangen kasur, kok gue yang dipeluk?"
Marsha mendongak, menatapnya dengan senyum nakal. "Kan lo udah satu set sama kasurnya. Guling pribadi gue."
Andra menghela napas, lalu mengusap kepala gadis itu dengan lembut. Jemarinya membelai rambut Marsha, membuat gadis itu sedikit menggeliat nyaman. "Lo masih bawa kunci kos gue kan?"
Marsha mengangguk, "Masih."
"Yaudah, jangan ilang." Andra melepaskan tangannya dari kepala Marsha, lalu memberi satu tepukan ringan di pundaknya. "Dah, gue mau balik."
Marsha tetap diam. Matanya menatap Andra, seolah ada yang ingin ia katakan, namun bibirnya tetap terkunci. Kemudian, perlahan, ia berjinjit...
Cup.
Sebuah kecupan lembut mendarat di bibir Andra. Tidak lama, hanya sesaat. Tapi cukup untuk membuat waktu terasa melambat.
Marsha mundur selangkah, tersenyum kecil. "Dada kak..." suaranya terdengar manja, tapi juga mengandung sesuatu yang lain—sesuatu yang Andra tak bisa pahami sepenuhnya.
Andra mengembuskan napas panjang, lalu akhirnya tersenyum kecil. "Daah..."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Andra berbalik, melangkah pergi meninggalkan gadis itu. Marsha hanya bisa menatap punggungnya, perlahan menghilang di kegelapan malam.
Ia menggigit bibirnya, sebelum akhirnya menghela napas panjang.
Kenapa rasanya berat banget tiap kali lo pergi, kak?
Bersambung.
ESTÁS LEYENDO
No Strings Attached? [End]
FanfictionDi suatu malam yang sunyi, Andra menerima tawaran dari seorang perempuan asing yang menjual tubuhnya. Tanpa banyak berpikir-didorong oleh stres dan kelelahan-ia menerimanya. Malam itu, keduanya berbagi kehangatan tanpa nama, tanpa ikatan. Namun, kee...
![No Strings Attached? [End]](https://img.wattpad.com/cover/388959992-64-k305939.jpg)