Marsha terlihat sedikit canggung, tapi setidaknya ia berusaha. Andra tak bisa menahan senyum kecilnya. Tidak menyangka gadis yang biasanya hanya bercanda dan manja ini bisa terlihat begitu fokus dalam belajar sesuatu yang baru.

Namun, momen tenang itu terganggu ketika tiba-tiba sebuah suara menyelip di sampingnya.

"Serius amat liatinnya, Kak," suara Kathrin muncul dengan nada menggoda.

Andra menoleh, mendapati gadis itu sudah berdiri di sampingnya dengan senyum jahil.

"Apaan sih lo, Kath? Sana kerja," tukas Andra datar.

"Boro-boro, orang nggak ada pelanggan," balas Kathrin santai, lalu ikut melirik ke arah kitchen, matanya tertuju pada Marsha. "Tapi serius, Kak... beneran dia bukan pacar lo?"

Andra mendengus, "Udah gue bilang, bukan."

Kathrin tidak langsung menanggapi. Sebaliknya, ia malah menyeringai nakal, seakan mendapatkan ide iseng di kepalanya.

"Kalau gitu," ucapnya, lalu tanpa peringatan, ia menempelkan tubuhnya ke Andra, dadanya dengan sengaja menyentuh lengan pria itu. "Kalau aku giniin, dia nggak marah kan?"

Andra langsung berkedut, ekspresinya berubah sebal. "Ck, ngapain sih?" Gerakannya refleks berusaha mendorong kepala Kathrin agar menjauh.

"Aaak~ Kak Andra, kasar!" rengek Kathrin dengan nada manja yang dibuat-buat.

Andra hanya menghela napas panjang, menyesal kenapa tadi ia tidak langsung pergi saja sebelum gadis ini mulai iseng.

Namun, tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sejak tadi melirik ke arah ambang pintu.

Di dalam kitchen, Marsha yang awalnya fokus pada adonan kini melirik-lirik ke arah luar. Matanya menangkap pemandangan Kathrin yang menempel pada Andra, dan entah kenapa, dadanya terasa sedikit sesak. Ia tidak mengerti kenapa tangannya tiba-tiba berhenti mengaduk, kenapa pandangannya tidak bisa lepas dari mereka.

"Marsha!" suara lantang Flora membuyarkan lamunannya.

Marsha tersentak. "E-eh! Maaf, maaf!"

"Tuh adonan hampir kebuang gara-gara lo bengong. Fokus, dong!" omel Flora sambil menghela napas.

Marsha mengangguk cepat, kembali mengaduk adonannya.

Namun, meskipun tangannya bekerja, pikirannya tetap saja terusik. Sesekali, tanpa sadar, matanya kembali melirik ke arah ambang pintu.

...

Malam itu, suasana di luar kafe terasa lebih sejuk dari biasanya. Langit bersih, bintang-bintang berkelip tenang di atas sana, sementara angin malam berembus lembut membawa aroma kopi yang masih tersisa dari dalam kafe. Di sudut luar kafe, di dekat pintu belakang yang mengarah ke area parkir kecil, Andra dan Bagas sedang bersantai, masing-masing dengan sebatang rokok terselip di antara jari mereka.

Andra menyandarkan tubuh ke dinding, menghembuskan asap perlahan ke udara. Bagas, di sebelahnya, tengah memainkan rokok di tangannya, sesekali mengamati api kecil di ujungnya yang membara dalam kegelapan.

"Sepi ya malam ini," gumam Andra.

"Emang. Biasanya kalau begini sih gue udah pengen tutup aja, tapi ya namanya kerja," jawab Bagas santai.

Tak lama kemudian, pintu belakang kafe terbuka. Marsha muncul dari dalam dengan ekspresi kelelahan, tetapi di balik wajah letihnya, ada sedikit senyum kepuasan. Gadis itu menghela napas panjang sebelum menjatuhkan dirinya di kursi kosong di sebelah Andra.

"Capek?" tanya Andra tanpa menoleh, masih menikmati rokoknya.

Marsha mengangguk kecil. "Lumayan, tapi seru kok."

No Strings Attached? [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora