Sambil berbicara, Andra dengan iseng meletakkan lengannya di atas kepala Flora, seolah kepala gadis itu adalah sandaran lengannya.
Flora mendengus kesal. "Lo aja yang beresin, lo kan abangnya," balasnya sambil menarik lengan Andra dari kepalanya.
Andra terkekeh. "Ya lo juga kakaknya, harusnya ikut bantu."
Flora memutar matanya. "Alasan banget."
Sebelum perdebatan kecil mereka berlanjut, suara Bagas terdengar dengan nada tegas. "Udah-udah, ribut mulu. Andra, siapin mesin kopi. Flora, balik ke dapur, angetin pastry."
"Siap, Baang~" serentak Andra dan Flora menjawab dengan nada bercanda.
Bagas hanya mendengus sambil menggelengkan kepala, sementara Andra bergegas menuju area mesin kopi, mulai menyalakan alat dan memastikan semuanya siap untuk malam yang panjang. Meski hari ini melelahkan, ia tahu bekerja di kafe ini selalu membawa kesenangan tersendiri.
...
Jam kerja malam itu akhirnya berakhir. Aroma kopi yang tadinya memenuhi udara mulai memudar, dan suasana kafe yang sebelumnya ramai kini hanya menyisakan mereka bertiga. Bagas sibuk memasang gembok pada pintu kaca, memastikan semuanya terkunci dengan baik sebelum meninggalkan tempat itu.
Di sisi lain, Andra sedang membantu Flora meregangkan tubuhnya yang mungil. Gadis itu berdiri dengan kedua tangan diangkat ke atas, sementara Andra berdiri di belakangnya, menekan perlahan punggungnya agar otot-ototnya lebih rileks.
"Tarik napas... satu... dua... keluarkan..." ucap Andra seperti instruktur yoga.
Flora mendengus. "Heh, lo kira gue ibu hamil?" gerutunya sambil melirik tajam ke arah Andra.
Andra hanya terkekeh, tak menggubris protesnya.
Sementara itu, Bagas yang sudah selesai mengunci pintu berbalik menghadap mereka. "Ndra, lo temenin Flora balik bisa, kan? Gue masih ada urusan."
Andra menoleh dan mengangkat bahu santai. "Bisa, bang. Bocah ini aman sama gue," jawabnya, sebelum mengacak rambut Flora dengan jahil.
Refleks, Flora langsung memukul lengan Andra dengan ekspresi kesal. "Stop ngacak-ngacak rambut gue, bego!"
Bagas hanya menggelengkan kepala melihat mereka yang selalu ribut seperti kakak-adik. "Yaudah, kalian hati-hati di jalan. Jangan ribut mulu."
Andra dan Flora saling melirik sebelum menjawab serentak, "Iya, baang~"
Bagas hanya bisa mendesah sebelum akhirnya melangkah pergi ke arah sebaliknya.
Sementara itu, Flora menyesuaikan tasnya di bahu, lalu melirik ke arah Andra. "Ayo, Bang Bodyguard, antar gue pulang!" katanya dengan nada bercanda.
Andra terkekeh. "Siap, Princess. Jalan duluan sana."
Mereka pun mulai melangkah di bawah langit malam, lampu-lampu jalan menerangi perjalanan mereka yang diwarnai dengan obrolan ringan dan candaan khas keduanya.
...
Angin malam berembus lembut, membawa aroma aspal basah yang samar-samar tertinggal dari hujan sore tadi. Langkah kaki Andra dan Flora berirama di trotoar, menyusuri jalan yang mulai lengang. Saat mereka melewati jembatan penyeberangan yang biasa dilewati Andra, pandangannya secara refleks menyapu area sekitar.
Jembatan itu kosong. Tidak ada sosok Marsha di sana, tidak ada negosiasi dengan pelanggan, tidak ada tatapan menggoda gadis itu seperti biasanya.
Entah kenapa, Andra merasa... lega.
Lega?
Ia mengerutkan kening. Kenapa harus merasa begitu? Bukankah seharusnya ia tidak peduli? Toh, Marsha hanya seorang kenalan yang kebetulan sering ia temui. Tidak lebih. Tapi tetap saja, ada sesuatu dalam dirinya yang terasa lebih ringan setelah menyadari gadis itu tidak ‘bekerja’ malam ini.
"WOI!" suara Flora membuyarkan lamunannya. "Kenape lo bengong gitu? Ngantuk?"
Andra menoleh dengan ekspresi datar. "Berisik lo, bocil. Gue lagi nikmatin ketenangan malam."
Flora mendengus, lalu melayangkan cibiran tanpa ragu. "Idih, sok mellow, najis!" Tanpa aba-aba, ia melemparkan tasnya ke arah Andra.
Andra, yang refleks menangkap tas itu, langsung melotot. "Eh, kurang ajar lo ya!"
Melihat ekspresi Andra yang kesal, Flora langsung lari terbirit-birit sambil terkikik. "Hehehe, kejar kalau bisa!"
Andra tidak tinggal diam. Dengan cepat, ia melesat mengejar gadis itu.
"Tangkap lo!" Dengan cekatan, Andra mensekap Flora dari belakang, kedua lengannya mengunci tubuh gadis itu seperti borgol manusia.
"AAAKK! LEPASIN GUE!" protes Flora, meronta-ronta seperti ikan lele yang baru ditangkap.
"Ogah. Gue karungin juga lo lama-lama!" balas Andra sambil mengangkat tubuh Flora ke pundaknya, seperti seorang penculik.
"ANDRAAAA! GUE LAPORIN BAGAS LO!"
"Gue duluan yang laporin lo lempar tas ke kepala gue!"
Keduanya terus beradu mulut sambil berjalan, lebih tepatnya Andra berjalan, sementara Flora masih meronta di pundaknya, sesekali memukul lengannya sebagai bentuk protes. Namun di balik keributan mereka, suasana malam terasa lebih ringan, diwarnai tawa dan ledekan yang menghangatkan perjalanan pulang.
Bersambung
YOU ARE READING
No Strings Attached? [End]
FanfictionDi suatu malam yang sunyi, Andra menerima tawaran dari seorang perempuan asing yang menjual tubuhnya. Tanpa banyak berpikir-didorong oleh stres dan kelelahan-ia menerimanya. Malam itu, keduanya berbagi kehangatan tanpa nama, tanpa ikatan. Namun, kee...
![No Strings Attached? [End]](https://img.wattpad.com/cover/388959992-64-k305939.jpg)