42

475 45 45
                                    

"Menurut lo gue kebangetan sama Bia nggak?" ucap Alvin pada Firsa sembari berjalan beriringan menuju kelasnya.

Ia sudah merasa lebih baik sekarang, jadi memutuskan untuk kembali ke kelas.

Sedangkan Alena? Gadis itu memilih kembali ke perpustakaan karena harus belajar untuk lombanya.

Firsa menghela napas berat. "Gue bingung harus ngomong apa," balasnya singkat. Dia hampir kehabisan kata-kata karena pertanyaan Alvin yang tak berbobot, sudah jelas laki-laki itu sangat kelewatan sejak dulu. Baru ditanya sekarang.

"Gue serius, lo kenapa jadi bingung?"

"Karena lo dari dulu udah kelewatan sama pacar lo, anjing! Lo sadar gak, sih? Malah nanya sekarang, kalo dia udah mati rasa sama lo mampus!" umpat Firsa gregetan. Gak Dion, gak Alvin, sama aja peak, heran dulu dia kenapa bisa berteman.

"Kenapa harus mati rasa? gue cuma bales dendam aja sama dia tadi," sahut Alvin dengan gampangnya.  posisinya sekarang sudah duduk di kursi.

Firsa mengupas bungkus permen yang ia pegang sembari menghendikkan bahu. "Lo tanya aja sama pikiran lo, otak lo masih berfungsi kan?" jawabnya seraya mengunyah permen karet.

Alvin mengerutkan keningnya.

"Man, si kunyuk mana?" tanya Firsa pada Aiman.

Aiman menghendikkan bahunya tak tahu. "Tadi pergi sendiri, ora ero nandi."

Firsa manggut-manggut, lebih memilih membuka bukunya. Dia memang lumayan pintar ketimbang dua orang temannya, meski terkadang ada saja mood yang membuatnya malas belajar.

"Fir, gue bener kebangetan sama Bia?" Alvin masih menanyakan hal yang sama. Entah mengapa hatinya resah memikirkan Bia sedari tadi, apalagi mengingat di mimpinya nama gadis itu disebut-sebut.

"Lo kenapa tanya gue bangsat?!! Tanya diri lo sendiri. Gue dari tadi di ruang UKS udah coba belain si Bia, lo sama cewek tengil itu malah mojokin dia. Ya, lo fikir sendiri sekarang!" geram Firsa menatap tajam Alvin. Tapi tatapannya langsung berubah sayu, melihat wajah Alvin yang lesu tak seperti biasanya.

Wajah pucat, mata lesu, bibir kering, itu bukan Alvin yang biasanya Firsa lihat.

"Lo gak lagi amnesia? Lo baik-baik aja, kan?" cerca Firsa cemas. "Lo kalo masih sakit mending di UKS aja tadi, ngapain minta balik kelas?"

Alvin menggeleng pelan. "Kepala gue gak sesakit tadi, gue cuma lemes aja. Jangan kasihan sama gue!" seru Alvin tak suka. Dia paling menghindari tatapan yang Firsa layangkan, tatapan penuh iba.

Firsa mencibir. "Lo jodoh kali sama Bia, sama-sama lagi sakit."

"Najis!" sewot Alvin geli.

"Vin, lo udah sembuh?" tanya beberapa siswa yang bergerombol di meja belakang.

"Kenapa bisa pingsan, Vin? Temen gue khawatir, nih. Gengsi mau ngomong!"

"Dih, ngarang!"

"Kenapa balik kelas? Istirahat aja di UKS. Biar tugas-tugas lo gue yang handle," sahut mereka lagi membuat Aiman mendongakkan kepala.

"Tugas gue juga kerjain. Tugasku akeh,"  sahut Aiman tersenyum pepsodent membuat Firsa terkekeh.

"Man, mereka lagi caper sama Alvin. Lo kalo mau dikerjain tugasnya, minimal ganteng dulu!" seru Firsa bercanda membuat Aiman mengerecutkan bibirnya.

"Aiman kalo di kampung, paling ganteng tau. Gak percoyo ta?"

"Enggak!" kali ini Alvin ikutan menyahut, laki-laki itu berdiri dari duduknya sembari membawa beberapa buku.

DRABIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang