29

3.9K 308 76
                                    

"Ibaratnya gini, kamu udah tunjukin jalannya, dan aku yang jalan. Tapi jalan yang kamu tunjukin, terlalu banyak mobil yang pengen celakain aku."-bia

***

Samar-samar bia membuka matanya perlahan, lampu dirumahnya menyala terang membuat gadis itu seketika menyipitkan matanya silau.

Bia ingin bergerak tapi langsung tertahan saat merasakan pergerakan seseorang.

Gadis itu baru tersadar, ternyata mereka berdua ketiduran di ruang tamu setelah berjam-jam lamanya. Kenapa Mbok Ijah hanya membiarkannya?

Alvin tidur dengan berbantalan paha bia sembari memeluk bantal kecil, dan bia yang tertidur dengan menyenderkan kepalanya di sofa.

Bia menyentuh lehernya, merasa kebas. Ia sedikit menolehkan kepalanya, melihat ke arah luar rumahnya yang sudah menggelap. "Jam berapa sekarang ya," gumamnya dengan suara serak, khas bangun tidur.

Gadis itu sedikit tersenyum memandang wajah Alvin lekat-lekat. Tangan bia terangkat, mengusap pelan kening Alvin yang sedikit berkerut dengan hati-hati.

Bia tidak ingin membangunkan Alvin, dia sangat suka saat Alvin berada dekat dengannya, gadis itu menikmatinya.

Pasti Alvin tidak sadar jika tertidur dengan posisi seperti ini, pikir bia.

Karna tidak mungkin jika seorang Alvin mau berdekatan dengan bia, apalagi tidur seperti ini, bisa-bisa Alvin memberi bia amunisi terus-menerus.

Bia menelusuri garis wajah Alvin. Tiba-tiba ia merasa minder sendiri melihatnya. "Bener kata mereka ya, kenapa Alvin mau sama bia yang kaya, gini?" lirih gadis itu tiba-tiba merasa insecure.

Senyum yang awalnya merekah, menjadi sirna. Bia menghembuskan napasnya perlahan. "Kamu kapan ingetnya, Vin? Bia udah gak tahan sama sifat Alvin yang sekarang," cibir bia mencebikkan mulutnya.

Tiba-tiba dahi bia bergelombang, mendengar suara telpon berbunyi dengan nyaringnya membuat Alvin menggeliat kecil.

Bia dengan sergap meraut ponsel Alvin di atas meja. Dahinya semakin mengkerut melihat nama seseorang yang sangat bia kenal tertera.

Jarinya menekan tombol merah, menolak panggilan dari Alena.

"Maaf Al, bia pengen Alvin bareng sama bia tanpa kamu ganggu dulu," ujar bia melirih.

Sesaat kemudian, bia langsung merasa bersalah, hatinya memang tidak pernah bisa diajak berkerja sama.

"Alvin pacar bia, bukan pacar Alena. Bia gak bisa biarin Alena deketin Alvin terus," gerutu bia berusaha menyingkirkan rasa bersalahnya.

Ponsel Alvin berulang kali berdering dengan singkat, pasti Alena langsung mengirimi Alvin banyak sekarang. Bia menimang-nimang sekejab, seolah ingin membalas pesan dari Alena.

Akhirnya bia beranjak, perlahan menyingkirkan kepala Alvin darinya, berusaha untuk melepaskan diri tanpa menganggu tidurnya.

Alvin sontak menggeliat, kemudian melenguh pelan. Seolah jiwa raganya langsung berkumpul, Alvin tiba-tiba membuka lebar matanya membuat bia terkejut dan merutuki kecerobohannya sendiri.

DRABIA [END]Where stories live. Discover now