15. Dia juga pantas untuk bahagia

63 39 9
                                    

Tidak terasa, ternyata sudah hampir satu Minggu lebih Zhivanna di rawat inap di Rumah Sakit. Dan kini kedua orangtuanya datang untuk menjenguk putrinya, setelah tugas mereka berdua di luar negeri yang lumayan lama. Kini akhirnya Zhivanna dapat bertemu kembali dengan kedua orangtuanya.

Bahkan saat ini di kamarnya juga ada Diaz dan Elan yang menemani. Siska dan Naura pamit pulang terlebih dahulu karena ada urusan mendadak katanya, berbeda dengan Jesi yang kini mungkin sedang berada di area lomba Karate. Ditemani Athar tentunya.

"Kamu kenapa sih sayang? Kok bisa begini anak Bunda?" tanya Anita membulak-balikkan wajah putrinya yang masih memiliki sisa-sisa luka lebam di bagian pipi juga keningnya.

"Adu jotos Bun sama Elan," sahut Deo dengan santai.

Anita juga Elan hanya menggelengkan kepalanya heran, bahkan kini Deo duduk diatas kasur putrinya sambil mengelus lembut rambut Zhivanna. Masih merasa gemas, Deo pun mencium wajah putrinya beberapa kali bahkan ia mencubit hidung Zhivanna.

"Bonyok gini Va, kalah sama siapa sih?" tanya Deo sambil memanyunkan bibirnya.

Zhivanna hendak menjawab, namun karena aksi teror hari lalu justru membuat Zhivanna selalu memendam semuanya seorang diri. Bahkan Elan sekalipun tidak tahu menahu soal peneroran yang Zhivanna terima.

"Biasa! Zhiva kan jago gelut Yah!" sahut Zhivanna menepuk dadanya dengan bangga dihadapan sang keluarga.

"Jago sih jago Na," ledek Elan di sampingnya.

Diaz hanya tersenyum simpul menatap adiknya. "Na? Mulai sekarang izinin gue buat jaga lo juga ya?" tawar Diaz dengan senyuman tipisnya.

Zhivanna menggeleng cepat. "Gue nggak butuh lo!"

"Zhivaa...." tegur Deo merasa tidak suka dengan jawaban putrinya.

Zhivanna menoleh, menatap ayahnya. "Kenapa Yah? Salah Zhiva benci sama Diaz?! Zhiva nggak suka sama kehadiran Diaz di keluarga kita!"

"Hei!" sentak Anita. "Kamu nggak boleh gitu sayang, gimanapun juga Diaz itu kakak kamu. Kakak kandung kamu sayang."

"Zhiva tetep nggak peduli..!!"

Deo segera bangkit kemudian membawa Diaz sedikit menjauh dari Zhivanna. Langkahnya kini diikuti oleh Anita di belakang, berbeda dengan Elan yang masih setia menemani Zhivanna di dalam sana.

"Diaz, maafkan Zhiva. Ayah belum bisa buat Zhiva menerima semua ini nak," ucap Deo merasa tidak enak hati dengan putra sulungnya.

Diaz tersenyum memaklumi, "Nggak pa-pa Yah. Diaz nggak masalah kok, Diaz juga tau kalo Anna masih butuh waktu buat nerima ini semua."

Anita tersenyum senang, wanita itupun memeluk putranya dengan erat. Disusul oleh Deo di belakangnya.

***

Denting bel masuk terdengar, seluruh siswa SMAJA mulai berhamburan masuk kedalam kelasnya masing-masing. Berbeda dengan Naura dan Siska yang masih santai berada di kantin, memakan kacang yang ia beli beberapa menit lalu di depan Sekolah.

Naura memasukkan beberapa kacang kedalam mulutnya, "Nggak ada Anna, rasanya gue nggak hidup!" celetuk Naura sambil mengunyah kacang.

Siska mengangguk setuju. "Wacana kita hari lalu mau nginep juga ilang!" timpal Siska sambil mengerutkan bibirnya manja.

"Nginep dirumah gue aja."

Siska menoleh, ia sedikit mendengus kesal. "Sok asik! Warga asing dilarang nimbrung!" sembur Siska merampas cepat bungkus kacangnya, kemudian berlalu pergi.

"Eh???" panggil Kina, Siska terdiam lalu berbalik dengan alis terangkat satu. "Hati-hati," ucap Kina dengan santai, Siska yang mendengarnya hanya kembali mendengus, berbeda dengan Kina yang merasa puas dengan hasilnya.

7 Rajawali Where stories live. Discover now