48 : Big Misunderstanding

103 17 101
                                    

Lorong rumah sakit begitu lengang nan sepi itu hanya terdengar suara hentakan dari sepatu milik dua insan berbeda gender yang tengah berjalan dengan atmosfer yang sangat awkward

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lorong rumah sakit begitu lengang nan sepi itu hanya terdengar suara hentakan dari sepatu milik dua insan berbeda gender yang tengah berjalan dengan atmosfer yang sangat awkward. Keduanya diam selama lima belas menit berjalan bersama, mereka tak begitu dekat jadi rasanya agak canggung untuk sekedar mengobrol kecil agar tak terlalu menciptakan keheningan.

Tiba-tiba saja langkah mereka terhenti ketika berada di depan sebuah pintu kamar rawat inap, di atas pintu itu terdapat sebuah plang kecil bertuliskan nama ruangan tersebut.

VIP 02.

Mereka tak masuk ke dalam sana ataupun hanya sekedar mengetuk pintu tersebut sebagai permintaan izin untuk masuk ke dalam.

"Jadi, ini bener ruangan dia? Lo yakin? Lo udah cek?" tanya gadis berambut sebahu kepada seorang lelaki beralis tebal yang berdiri menjulang di hadapannya.

Lelaki itu diam, menatap pintu kamar rawat tersebut sejenak. "Belum. Gue cuman nanyain ke unit informasi kalau ruangan pasien atas nama Ricky Abraham itu di sini."

"Gue udah cek ke sini sebelumnya, cek doang gak masuk ke dalem."

Gadis itupun menghela napas panjang, ia tengah memikirkan bagaimana caranya untuk memastikan kalau ruangan ini benar kamar rawat inap Ricky.

"Lo tunggu sini, gue mau masuk."

Di saat gadis itu baru saja memegang kenop pintu dengan cepat temannya itu mencengkeram tangannya kuat-kuat membuatnya tak sempat membuka pintu ruangan tersebut. "Jangan asal ambil keputusan!"

Lelaki itu mendesis membuatnya sedikit ngeri karena aura yang dimiliki lelaki itu seakan-akan berubah, seperti villain dalam film-film.

Gadis dengan Hoodie hitam itupun melepas genggaman tangannya pada kenop pintu, ia kembali ke posisinya semula.

"Gue cuman mau mastiin, basa-basi, dan gue juga perlu bicara sama mereka, Len." Gadis itu berucap dengan nada pelan.

Pemilik nama Ikbalendra itu terlihat mengusap wajahnya dengan kasar. "Biar gue aja yang masuk, dan lo yang tunggu di sini."

"Kenapa harus lo? Lo memangnya bakal satu pemikiran sama gue apa yang bakal gue omongin sama mereka?" Gadis itu terlihat bersikukuh.

"Tasya, inget lo itu cewek."

"Dan lo juga harus inget siapa yang bakal berhadapan sama lo itu."

Ikbal terlihat bersikukuh menahan gadis itu, karena sungguh demi apapun Ikbal khawatir jika harus Tasya yang masuk sendirian sementara dia menunggu di luar ruangan.

"Gimana kalau kita berdua masuk sekalian? Biar adil." Gadis itu mengutarakan usulan baru.

Ikbal diam sejenak, sepertinya dia harus menyetujui usulan yang ini, setidaknya yang ini lebih aman daripada harus salah satu diantara mereka yang masuk ke dalam.

OSIS Ghost : Endless Betrayal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang