Part Spesial : Akhirnya Ngidam

4.1K 255 5
                                    


"Enak nggak, Mas?"

Sadha mengangguk seraya masih terus mengunyah, sehingga tak bisa keluar satu pun patah kata dari mulutnya.

Mata terus memandang sang istri. Tentu tidak akan dialihkan atensi dari Tarima yang tengah tersenyum menawan.

"Mau makan apa nanti malam, Mas?"

Seharusnya saat sang suami makan, ia diam saja membiarkan pria itu fokus dalam menyantap masakannya, namun dimiliki beberapa pertanyaan.

Mengobrol ringan bersama suaminya jadi momen yang menyenangkan.

"Aku belum dapat ide mau makan apa."

"Nggak ngidam mau makan apa lagi gitu, Mas? Biar aku masak buat Mas."

"Belum, Sayang."

"Tapi, aku akan ngidam lagi."

Tarima tertawa. Untuk sekian kalinya sejak sejam lalu. Setiap ucapan yang dilontarkan sang suami terdengar lucu.

Apalagi, saat membahas ngidam.

Jujur saja, ketika pagi tadi, pria itu bilang ingin makan tumisan sayur yang tak disukai, yakni brokoli, tentu saja Tarima sedikit tidak menyangka.

Selama ini, ketika dirinya memasak brokoli, pasti Sadha menolak makan.

Namun, kali ini, disantap dengan lahap.

Mengherankan memang. Namun karena sedang mengidam, makanan yang tidak disukai bisa sangat nikmat disantap.

"Kamu kapan ngidam, Sayang?"

"Aku, Mas?" Tarima mengulang apa yang ditanyakan sang suami padanya.

Sang suami mengangguk saja. Tak beri keterangan lebih lanjut karena sudah memakan kembali tumisan brokoli.

Dan pertanyaan dilontarkan oleh sang suami, membuat tawanya lolos lagi.

Mereka jarang membahas hal konyol seperti ini, apalagi Sadha sendiri yang melontarkan pertanyaan untuknya.

Walaupun, diluar dugaan topik diajukan oleh pria itu. Namun tetap menarik saja untuk mereka berdua obrolkan.

"Ngidam, Mas?"

"Ngidam pengin makanan yang nggak aku suka, kayak Mas Sadha hari ini?"

Sang suami lekas mengangguk untuk menanggapi balasan dilontarkannya.

"Ngidam makanan nggak, Mas."

"Aku nggak pengin makanan khusus. Atau jadi anti sama makanan tertentu."

"Aku bisa makan tumis brokoli ya–"

Tarima tak bisa menyelesaikan ucapan karena sang suami menyuapkan tiga potong sayur ke mulutnya. Dan tidak mungkin ditolak. Segera diterima saja.

"Masakan kamu selalu enak, Sayang."

"Makasih sudah memasak untukku."

Sembari tersenyum, Tarima lekas saja mengangguk. Belum bisa bicara sebab masih mengunyah brokoli di mulutnya.

Tentu masih saling memandang dengan sang suami. Rasanya berjam-jam pun lamanya, tidak akan bosan untuk tetap menatap satu sama lain.

Beginikah ketika mulai jatuh hati pada seorang pria? Tarima merasakannya. Ia selalu ingin melihat sang suami. Berada di dekat Sadha dalam kebersamaan yang mereka berdua terus bangun.

Terkadang, berpisah beberapa jam saja karena suaminya pergi ke kantor, rasa rindu pada pria itu akan sangat besar.

Ingin Sadha kembali ke rumah mereka agar bisa dilihat langsung dan mengobrol bersama selama beberapa jam.

"Jangan memintaku memasak juga, aku tidak bisa."

"Gimana, Mas?" Tarima tidak cukup bisa memahami ucapan sang suami karena terlalu fokus memandangi wajah tampan pria itu.

"Mungkin nanti kamu ngidam ingin aku memasak, maaf saja aku tidak bisa karena aku tidak pintar memasak."

"Lebih baik kita beli di restoran bintang lima."

Tarima seketika tertawa. Amat merasa lucu dengan jawaban yang baru saja dilontarkan dengan serius oleh suaminya.

Kemudian, Tarima terpikirkan ide jahil. Benar-benar muncul mendadak di dalam kepalanya. Ia pun penasaran untuk merealisasikan.

Ingin tahu bagaimana reaksi sang suami.

"Aku nggak akan ngidam minta kamu masak, Mas."

"Aku ngidam yang lain." Tarimaa berucap santai seraya memamerkan jenis senyuman memerlihatkan rencana dimilikinya.

"Ngidam? Sekarang?"

Tarima lekas mengangguk dengan gerak mantap.

"Iya, Mas. Mendadak ngidam ini."

"Mengidam apa, Sayang?" Sadha sudah jelas seketika jadi tegang.

"Ngidam digombalin, Mas."

Mata sang suami yang melebar, tentu mengindikasikan jelas ucapannya sudah membuat pria itu merasakan kekagetan lumayan besar.

Dirinya pun langsung tertawa.

"Kenapa, Mas?" Tarima segera bertanya, ingin tahu reaksi suaminya.

"Kamu minta aku menggombal?"

Tarima kembali menggangguk, gerakan kepalanya ringan saja tapi cukup menunjukkan kesungguhan akan keinginan yang diutarakan.

"Menggombal itu seperti apa? Aku harus mengatakan apa?"

"Mas nggak tahu cara menggombali perempuan?"

Sadha lekas menggeleng. Namun, otaknya berusaha segera jalan keluar atas permintaan sang istri. Tak mungkin tidak dilakukan.

Sadha pun teringat ada internet. Ia bisa mencari contohnya di google. Lalu sedikit meniru untuk mendapatkan ide menyusun kata-kata.

Ponsel dalam saku celana, segera diambil.

Diketikkan kata kunci seperti yang tengah dipikirkan.

Tentu terdapat ratusan contoh kalimat-kalimat gombalan. Satu demi satu dibaca untuk mendapatkan gambaran ide. Ia merasa geli sendiri.

"Mas lagi ngapain?"

Sang istri yang sudah berhenti tertawa, melontarkan tanya.

Mereka saling memandang. Sadha selalu suka melihat senyuman indah dan tatapan teduh dari istri dicintainya.

"Aku akan menggombal."

"Mas mau menggombal? Coba keluarkan, aku mau dengar."

Sadha segera berdeham, memastikan suaranya tak akan serak."

"Kamu tahu persamaan kamu dan cincin pernikahan kita?"

"Emang apa persamaannya, Mas?"

"Kamu dan cincin pernikahan kita yang melingkar di jariku, akan selalu aku banggakan kemana pun aku pergi dengan siapa saja."

"Aku mencintai kamu, Tarima," ujar Sadha dalam nada sungguh-sungguh. Sudah digenggam erat tangan sang istri.

"Gombalannya bagus, Mas. Aku suka."

Tarima bangkit dari kursinya untuk memeluk sang suami. Pria itu pun lekas merengkuh dan melingkarkan tangan di pinggangnya.

"Aku juga sayang, Mas."

"Anak kita kira-kira ada bakat gombal kayak Mas nggak, ya?" Tarima masih ingin melanjutkan candaan mereka.

"Akan aku ajarkan ke putra kita cara menggombal yang terbaik."

Tak hanya menaruh tangan di perut sang istri, Sadha juga mengelus lembut di permukaan untuk merasakan calon buah hati mereka yang dua bulan lagi diperkirakan akan lahir ke dunia.

"Anak kita nggak boleh jadi playboy, ya, Mas. Harus setia kayak Papanya yang cuma akan sayang dengan Mamanya."

Giliran Sadha tergelak karena ucapan manis sang istri.

"Iya, Sayang," jawabnya lalu, mengiyakan perkataan Tarima.

...................

Ada yang kangen mereka?

Bayi Milik Suami DudaWhere stories live. Discover now