BAB 27

10.3K 594 11
                                    


Tarima ingin memberikan ruang pada Sadha dan Dewita untuk bicara berdua saja, ia pun memutuskan menjauh dari mereka.

Tak benar-benar pergi dari beranda depan. Hanya berdiri di dekat pintu utama. Atensi pun tidak bisa dilepaskan dari keduanya

Tentu akan dapat didengar pembicaraan di antara sang suami dan juga Dewita.

Sang kakak sepupu yang lebih dulu bicara. Menyapa dengan nada terdengar hati-hati.

Suaminya tidak merespons. Disaksikan pula kedua tangan Sadha yang mengepal kuat.

“Mas Sadha apa kabar? Aku datang malam begini mengganggu Mas beristirahat.”

“Aku datang untuk minta maaf.”

“Aku salah sudah berselingkuh dan membuat sandiwara palsu tentang kehamilanku.”

“Aku berkhianat dan menyakiti Mas Sadha.”

“Mas pasti akan selalu ingat dengan semua perbuatanku dulu. Mungkin tidak akan pernah bisa memaafkan semua yang aku lakukan.”

“Saya akan belajar memaafkan kamu, Dewi.”

“Terima kasih, Mas. Aku benar-benar me–’

“Tolong jangan bicara lagi. Saya tidak ingin dengar apa pun lagi yang kamu katakan.”

“Silakan pergi dari sini sekarang.”

Walaupun jarak dengan sang suami dan juga kakak sepupu cukup banyak, seluruh balasan dilontarkan Sadha didengar amat jelas.

Nadanya sangat dingin tertangkap telinga.

Ketika dilihat Sadha membalikkan badan, lalu berjalan ke arahnya, Tarima sudah siap-siap untuk menjadi tempat bersandar pria itu.

Perasaan sang suami sudah pasti semakin bergolak karena pertemuan tak mudah ini.

Saat dikira Sadha akan berhenti di depannya, pria itu malah masuk begitu ke dalam rumah. Dilewati dirinya yang berdiri terpaku.

Melakukan kontak mata juga tidak. Seakan dirinya tak terlihat oleh Sadha. Padahal masih berdiri di depan pintu utama rumah.

Atau mungkin sang suami tengah sengaja menunjukkan sikap menghindar darinya, dengan tujuan yang hanya pria itu ketahui.

Tarima ingin menyusul Sadha, tapi karena sang sepupu belum pulang, ia tentu harus urungkan niatan kembali ke dalam.

Dihampiri Dewita yang sudah mulai berjalan menuju gerbang. Tetap akan disapa dan juga mengucapkan terima kasih karena kakak sepupunya itu bersedia untuk datang.

Dewita sadar. Lalu berhenti melangkah.

Tepat sedetik setelah mereka saling berdiri berhadap-hadapan, sang kakak sepupu pun memeluknya. Walau berlangsung sebentar. Ia bahkan tidak sempat untuk membalas.

“Gimana kabar kamu, Dik? Kandungan kamu sehat? Selamat untuk kehamilanmu, Tari.”

“Makasih, Kak Dewi.” Tarima berusaha untuk tetap bersikap sopan, meski masih ada sisa rasa kesal oleh debat-debat mereka kemarin.

“Aku sudah minta maaf dengan Mas Sadha.”

“Aku nggak perlu melakukan apa pun lagi, ‘kan ke Mas Sadha? Aku ingin hidup tenang bersama suami dan bayiku, Tari.”

“Suamiku juga akan tidak senang melihatku bertemu lagi dengan Mas Sadha.”

“Iya, Kak Dewi.” Dijawab singkat saja. Tidak menemukan balasan lebih panjang.

Dan dari cara sang kakak sepupu berbicara, Tarima merasakan ketulusan untuk meminta maaf pada Sadha, tak murni seratus persen dari hati atau penyesalan terdalam.

Ada sisi angkuh Dewita yang tersisa.

Dan ia memilih menghiraukan. Lagi pula telah tercapai tujuan mendapatkan kata maaf dari sang kakak sepupu untuk Sadha.

“Sudah malam, Kak. Pulang saja.” Tarima pun mengusir dengan kata-kata menurutnya halus dibandingkan dilakukan sang suami tadi.

“Aku akan pulang, Tari.”

“Sampai jumpa di lain hari. Aku pasti akan datang saat kamu melahirkan.”

Sang kakak sepupu memeluknya lagi. Tentu berlangsung hanya seperkian detik. Ia pun tak berminat untuk membalasnya.

Melontarkan salam perpisahan balik juga tidak ingin dilakukan karena merasa malas.

Hanya tetap disaksikan kepergian sang kakak sepupu yang melenggang keluar gerbang dengan langkah lumayan cepat.

Setelah sosok Dewita menghilang dari kedua mata, barulah Tarima masuk ke dalam.

Rasa kaget lantas menyerang karena dilihat sang suami yang berdiri tidak jauh dari pintu.

Namun berupaya lekas dihilangkan sembari berjalan mendekat pada sosok Sadha.

Kali ini, mereka saling bersitatap.

Tarima pun menjaga jarak dengan bentangan tak cukup jauh dari sang suami, sehingga pria itu bisa menjangkaunya dengan mudah.

Sadha merengkuhnya erat, lalu.

Tarima tak langsung membalas. Ia masih saja kerap merasa tegang harus berkontak fisik dengan sang suami begitu dekat.

Walaupun, telah disiapkan dirinya tuk menjadi tempat sandaran pria itu, jika dibutuhkan.

Mereka pun tetap diam satu sama lain karena tidak ada yang memulai pembicaraan.

Tarima bingung harus menanyakan apa.

Dan sempat dikira sang suami akan memeluk lebih lama, sampai bermenit-menit. Namun pria itu segera mengakhiri dekapan darinya.

Kedua tangan hangat Sadha berpisah, tepat menangkup kedua pipinya. Tatapan semakin intens pula diarahkan kepadanya.

“Tarima …,”

“Iya, Mas.” Segera saja disahuti panggilan.

“Saya akan belajar berdamai dengan masa lalu dan trauma yang saya alami.”

“Saya ingin bisa melanjutkan pernikahan ini bersama kamu, Tari.”

“Merawat anak kita bersama.” Sadha kembali menekankan jawaban yang jadi harapannya.

“Beri tahu saya, apa harus saya lakukan agar kamu bisa mencintai saya, Tari.”

Tarima dirundung kebingungan atas ucapan sang suami. Namun, jika hanya diam saja, ia pasti akan menumbuhkan kesan ambigu.

Minimal diberikan jawaban secara jujur.

“Aku masih mencoba, Mas. Akan butuh waktu sampai aku benar-benar bisa sayang.”

“Tapi, aku sudah berkomitmen akan memberi Mas kesempatan, jangan sia-siakan itu.”

“Aku tidak akan menuntut apa-apa, tapi aku ingin Mas bersikap apa adanya. Mas harus bisa menaruh kepercayaan padaku.”

Saking tak bisa berpikir untuk merangkaikan beberapa kata sebagai balasan, Sadha pun hanya mampu mengangguk-angguk.

Lalu, direngkuh kembali sang istri.

“Apa boleh saya mencium kening kamu?”

Sadha merasa perlu meminta izin, tak ingin seenaknya melakukan tindakan-tindakan yang akan memicu kemarahan Tarima.

Apalagi, ciuman spontan di bibir wanita itu seperti sebelumnya telah dilakukan.

“Iya. Boleh, Mas.”

Beberapa detik selanjutnya, Sadha pun sudah mendaratkan kecupan sayang di dahi sang istri sembari memperkuat rengkuhan.

......................

Manis nggak? Hahaha.

Bayi Milik Suami DudaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon