BAB 12

10.1K 507 17
                                    


"Lo cuma punya rekaman video saat Tarima masuk ke rumah mantannya? Itu pun cuma lima belas menit? Bagi lo itu bukti kuat?"

Sadha mengangguk segera untuk pertanyaan yang diajukan sang sahabat, Leo Wisesa.

"Sorry, Sadh. Gue sebagai pengacara, akan menolak bukti begini di pengadilan untuk tuduhan perselingkuhan yang valid."

"Paling benar hasil tes DNA. Bukti yang tidak akan bisa dibantah, dibanding video ini."

"Dari waktu Tarima masuk sampai keluar dari rumah mantannya cuma lima belas menit, apa menurut lo cukup bikin anak durasi segitu?"

"Minimal orang butuh waktu setengah jam untuk bercinta. Lo pasti sudah hafal, Sadh."

"Lo kacau nuduh Tarima selingkuh dan anak yang dia kandung bukan punya lo."

"Gue bukan bela Tarima. Cuma otak lo terlalu kacau dengan tuduhan lo tanpa bukti valid."

"Andai lo punya video Tarima waktu dia dan mantannya bercinta, baru bukti lo kuat."

"Atau misal lo lihat langsung, seperti saat lo pergoki mantan istri lo bercinta dengan selingkuhannya. Baru lo bisa valid menuduh pasangan lo main di belakang lo. Pa–"

Leo tak berani menyelesaikan ucapan karena sudah harus menghadapi tatapan mematikan kawannya. Ia seperti sudah memancing emosi Sadha tanpa sadar dan tak terencana.

Leo memilih untuk menyengir. Meminta permakluman untuk kata-katanya yang sudah kelewat batas.

"Sabar, Bro. Sabar," celotehnya lalu.

Apalagi, kawan baiknya dalam sensitivitas yang tinggi. Pasti emosi mudah terpancing. Ia tak boleh mencari gara-gara dengan Sadha dan memicu pertengkaran.

“Kalau lo mau tahu kebenarannya, tinggal tunggu tes paternitas. Kapan hasilnya keluar?”

“Dua bulan lagi baru bisa dilakukan tes.”

“Dua bulan? Lumayan lama juga.” Leo berkomentar asal.

“Tapi, demi tahu kebenarannya, ya lo harus nunggu.”

“Kalau benar itu bukan anak lo, baru gugat cerai Tarima. Gue siap menjadi pengacara lo, Sadh.”

“Gue tidak akan menceraikan, Tari.”

“Maksud lo?” Leo seketika kebingungan.

“Gue butuh anak dikandung Tari untuk memenuhi ekspektasi orangtua gue segera punya cucu. Gue tidak akan pernah menceraikan Tari.”

“Walau bayinya bukan anak gue.”

“Lo tunggu hasil tesnya bagaimana, lo jangan klaim langsung itu bukan anak lo. Nanti lo nyesal, Sadh.”

Sadha diam tak menanggapi wejangan sang sahabat. Tak suka urusan pribadinya dikomentari terlalu dalam.

Drrttt ….

Drrttt ….

Drrttt ….

Sadha mengangkat segera telepon dari ajudannya yang ditugaskan mengawasi kediaman Tarima.

Tentu, ingin lekas diterima laporan soal istrinya itu.

“Dia keluar? Malam-malam begini?” Respons Sadha cepat untuk informasi diberikan sang ajudan.

“Ikuti dia. Beri tahu saya ke mana dia pergi.”

“Saya akan ke sana sekarang.”

Sadha mengakhiri panggilan, bersamaan dengan bangkit dari kursi yang tengah diduduki.

Sang sahabat memandangnya bertanya-tanya.

“Gue pergi dulu.”

“Mungkin gue akan memergoki Tari bertemu mantan pacarnya malam ini.”

Bayi Milik Suami DudaWhere stories live. Discover now