Bagian 47: Gejolak Perasaan Hesper (3)

1.6K 214 43
                                    

Setelah dirinya sedikit lebih tenang, Moira menerima helai pakaian dari wanita tua yang membawa Moira ke gubuknya. Dengan pikiran yang berkecamuk, Moira melangkahkan kakinya ke arah ruang mandi. Langkah Moira terhenti saat dirinya  tak sengaja melihat pantulannya sendiri di cermin.

Begitu berantakan.

Ada noda darah di pipi kiri Moira, juga bekas cekikan Hesper di lehernya, serta ...., tetesan darah bercampur anggur merah yang menyusuri dada.

Moira menyentuh jejak darah di dadanya. Darah itu adalah darah milik Hesper yang sempat ia sakiti beberapa waktu lalu. Melihat itu, mata Moira yang membengkak lagi-lagi mengirimkan sinyal dan getaran sedih ke dalam kepala. Moira tahu bahwa tangisannya mungkin bisa pecah kapan saja.

Tidak, Moira, tidak. Moira berusaha menguatkan hatinya. Tujuanmu memang membunuhnya, bukan? Kenapa kau harus bersedih? Lihat apa yang dia lakukan kepadamu.

Dia ..., mencekikmu, Moira. Dia ingin membunuhmu. Dia ingin kau mati. Dia ..., adalah orang yang jahat, Moira. Jadi, jangan bersedih untuknya.

Kenyataan itu pahit. Memang. Begitulah hidup mempermainkannya.

Mengetahui itu, Moira lantas bergontai lunglai, memasuki ruang mandi. Mengguyur kepala hingga ujung kaki. Menjernihkan pikirannya sendiri.

.

.

.

"Kau sudah merasa lebih baik?" Pertanyaan itu Moira dapati dari wanita tua yang membawanya.

Moira mengangguk, "Hm, terima kasih, Nyonya."

Wanita tua itu terkekeh saat mendengar ucapan Moira, "Jangan panggil aku Nyonya, cukup panggil aku Luna. Duduklah. Aku sudah menyiapkan teh untukmu, Nak."

Moira menurut, duduk di tempat yang sudah disiapkan. Pandangannya kemudian jatuh pada cangkir teh yang ada di hadapannya. Dengan hati-hati Moira mengangkat cangkir itu dan menyesap minumannya.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi kepadamu, Nak, tapi aku harap teh ini dapat menghibur perasaan sedihmu."

Moira hanya terdiam, mengusap cangkir di tangannya. Rasa tehnya sama seperti yang ia minum selama di mansion.

"Terima kasih. Saya pasti akan membayar kebaikan Anda suatu saat nanti, Luna."

Luna tersenyum kecil, "Tidak apa-apa, Nak. Kau tidak perlu melakukannya. Kehadiranmu di sini cukup menghibur wanita tua ini, Nak."

Lagi-lagi Moira terdiam. Pandangannya sendu, bibirnya tertarik dalam. Menahan rasa sedih dan penyesalan yang tidak memiliki ujung.

Melihat Moira yang tertunduk, Luna kembali berujar, "Baiklah, sebagai gantinya, bagaimana kalau kau memberitahukan namamu pada wanita tua ini?"

Moira termenung, menimang-nimang permintaan Luna sebelum akhirnya menjawab pertanyaannya.

"Namaku ..., Hana."

"Nama yang cantik." Luna membalas. "Beristirahatlah setelah kau selesai dengan tehmu, Hana. Wanita tua ini akan pergi mencari kayu bakar untuk menghangatkan tubuh kita malam ini."

GUILTY PLEASURE: VILLAIN DADDY [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang