Eighteen - Smile

1.5K 95 2
                                    

"Smile for me, and I'll take your picture."

- The Vamps | Smile

---

"Jadi, mobilmu berada dibengkel? Berapa mobil yang kau punya?" Sindir wanita itu sambil menoleh kearah si supir, yang sedang mencari alasan yang tepat.

"Ah.. itu bukan mobilku. Itu semua Mobil Ayahku, dan Ben, dan Mark, dan--"

Wanita itu tersenyum, "Aku tahu kau berbohong, Theo Ravelo Hemish. Kau tidak bisa membohongiku disaat kita sudah saling mengenal lebih dari 8 tahun. C'mon.."

Theo tertawa parau, tak dapat berkutik apa - apa.

"Caramu berbohong sungguh payah, Mr. Hemish." Cibir Anne sambil tertawa kecil.

"Sampai." Theo memberhentikan mobil Anne tepat di depan gerbang rumahnya.

Dia menoleh kearah Anne, "Terima kasih untuk hari ini." Ucapnya, tersenyum.

"Sure."

Theo membuka pintu mobilnya, ingin keluar, namun ditahan oleh sebuah genggaman.

"Ada apa?" Tanyanya, bingung.

Cup!

Tiba - tiba saja, sebuah ciuman mendarat di pipi kirinya.

"Terima kasih, kau mau menemaniku."

Theo mengangguk pelan, dan segera turun dari mobil Anne.

Dia melambaikan tangannya, sebelum masuk ke dalam rumahnya.

Dan mobil Anne semakin menjauh.

---

Tok Tok Tok

Pintu terseret ke dalam, menampakkan seorang anak berumur empat belas tahun dengan pajamanya.

Mata anak itu menyipit, "Kau siapa?" Tanyanya.

Lelaki itu menjawab sambil tersenyum, "Aku Aidan. Kau adiknya Aorta?"

"Ah, pasti ingin mengajaknya berkencan!"

Aidan terkekeh mendengar perkataan Niall yang begitu polos, "Anak pintar!" Ucapnya sambil mengacak - acakkan rambutnya.

"Tunggu, akan kupanggilkan Aorta."

Niall meneriaki Aorta dari dalam sana.

Dan, akhirnya gadis itu keluar juga.

"Ada apa, Kava? Bagus sekali kau memanggilku Aorta." Ucapnya ketus.

Aidan menarik tangannya, dan membawanya ke dalam Moses.

"Sumpah, aku bisa melapor pada polisi atas dugaan pemaksaan, kau tahu! Buka pintunya, penculik!" Teriak Aorta.

"Tidak akan."

Aidan menggas mobilnya, dan melaju seolah - olah tidak mendengar teriakan Aorta yang mencekik telinga.

Mosesnya berhenti tepat di depan Cafe.

"Sampai."

"Jitters? Untuk apa? Kenapa kau--"

"Turun, berisik!" Seru Aidan.

Mereka menempati meja paling depan dan dekat kaca. Tanpa mereka tahu, disebelah sana-- tepat di sebrang sana, sepasang mata memperhatikan mereka begitu tajam.

---

Theo Hemish

Keringatku tak berhenti bercucuran semenjak ciuman Anne tadi.

Bloody LoveWhere stories live. Discover now