Five

3.4K 149 2
                                    

Ketukan jari-jari nya yang tak beritme seakan menggema di dalam ruangan ini. Ruangan yang begitu hening, dan kadang itu yang membuat suasana mencekam lebih menyengat. Jauh Lebih mencekam lagi jika berhadapan dengan si pemilik ruangan. Kumis tebal yang sudah menua nya, yang berada di antara ujung lubang hidung dan bibir bagian atas membuat kesan seakan-akan dialah yang paling disegani. Belum lagi rambut nya yang tak berambut dan juga postur tubuh nya yang begitu tegap, tinggi besar. Ya, dan pada kenyataan nya dialah orang nomor satu di kampus ternama ini.

Harvard University.

Tuk tuk tuk!

Ada yang mengetuk pintu nya.

"Come in!" Ucap nya.

Daun pintu itu terbuka, menampilkan sesosok lelaki separuh baya dengan jas seragam nya yang rapih dengan warna dasi yang serasi.

Lalu, lelaki itu masuk menghampiri meja nya.

"Ada apa?" Tanya nya walau mata nya masih terpaku pada sebatang rokok yang berada di selangkangan jari telunjuk dan jari tengah nya.

"Tak ada yang mengajar kelas kedokteran, sir." Ucap lelaki itu.

"Loh, kok bisa?" Dia yang kadang menghisap rokok nya, mengerutkan dahi; terkejut.

"Entah, yang saya tahu, Mr. Hemish tak terlihat batang hidung nya di sekolah ini. Telfon nya pun tidak diangkat. Apa dia izin?"

"Tidak. Tidak sama sekali. Coba telfon Theo! Mungkin dia tahu ayah nya ada dimana." Ucap nya.

"Baiklah, sir." Lelaki itu meraba saku jas nya, mengambil telfon nya.

"Hallo, Theo?"

"............"

"Oh, begitu ya? Tidak, saya hanya ingin menanyakan keberadaan Mr. Hemish. Dia tidak bersama Theo ya?"

"............"

"Baiklah kalau begitu. Mungkin Mr. Hemish sedang sibuk. Tolong sampaikan pada Mr. Hemish, kalau tidak bisa masuk lain waktu, kabarkan terlebih dahulu. Jadi kita bisa mencari dosen pengganti. Kalau seperti ini, masalah nya cukup rumit. Kedokteran jadi tak ada kelas kedua."

"..........."

"Ya, tolong sampaikan salam saya pada Theo ya!"

"......"

"Good afternoo, Ben." Putus nya di telefon.

Dan, dia berbalik menghadap lelaki tak berambut itu yang sedang mengganti rokok nya yang sudah habis.

"Theo sedang tidak bersama Mr. Hemish, sir."

"Ya, saya dengar itu. Tanpa perlu kau ulang, saya sudah tahu. Begini saja, berikan saja tugas, dan suruh buat kelompok untuk mengerjakan nya--"

"Tapi saya tidak tahu tugas apa yang harus saya berikan pada murid kedokteran, sir." Potong lelaki itu. Bukan, dia bukan tidak tahu. Hanya saja dia tak mau terkena imbas nya lagi karena ulah Mr. Hemish yang izin atau tak bisa masuk, seperti beberapa bulan yang lalu.

"Jangan potong omongan saya, tak bisa ya? Dengarkan dulu. Sampaikan pada Mr. Weg untuk memberikan tugas apa saja pada murid kedokteran. Dan umumkan juga, Hari ini tak ada kelas kedua untuk Kelas kedokteran."

"Baik, sir." Ucap nya, kemudian dia berbalik dan keluar ruangan.

Di lain tempat yang sangat ramai dan begitu bising, dia berdiri sendiri mengenakan jas nya, dan Dasi begitu rapih. Dia harus mengenakan pakaian serapih mungkin untuk menghadiri acara ini. Acara yang mungkin hanya dibuat Sekali dalam seumur hidup oleh Sahabat karib nya ini.

Dia berdiri sendiri, sambil menggenggam gelas yang berisi Lemonade. Melihat-lihat keseluruh sudut ruangan gedung, mencari seseorang yang ia kenal, yang setidaknya bisa ia ajak mengobrol untuk mengurangi kepenatan nya disini.

Tap.

Seseorang menepuk bahu kiri nya.

"Ada apa, Ben?" Dia berbalik dan mendapati seorang berjenggot penuh, bertubuh besar.

"Dad mu hari ini memang nya begitu sibuk ya? Sampai dia tidak bisa mengajar?"

"Oh ya? Tidak seperti nya. Setahuku tidak ada pertemuan penting hari ini, bukan? Kalau ada, aku tak mungkin disini. Dad juga pasti sibuk mengingatkan ku kalau ada pertemuan." Jelas nya. Lalu dia meneguk lagi Lemonade nya, melegakan dahaga.

"Tapi tadi, Mr. Straithhairn mengabariku kalau Dad mu itu tidak mengajar. Dan dia bilang, Mr. Hemish tak bisa dihubungi. Apa kau tahu kenapa?"

"Tida--"

Wait on me, I know how to love you when I wannna love you so more

Tiba-tiba, telfon nya berdering.

"Tunggu."

Dia mengangkat telfon nya."Ya, hallo?"

".................."

"Apa?! Baiklah. Saya akan segera kesana. Dimana?"

".................."

"Baik."

Tut.

Telfon terputus.

"Ben, kita harus pergi dari sini secepat mungkin!" Ucap nya, langsung pergi meninggalkan petak nya.

"Hey! Tunggu, Theo!" Lelaki berjenggot yang menjadi sekertaris pribadi nya itu mengejarnya yang berlari menuju parkiran.

---

Bloody LoveWhere stories live. Discover now