Ten

1.9K 115 3
                                    

Gadis berambut pirang yang tak lebih panjang dari pundaknya, berjalan anggun dengan dress hitam tak berlengan dan sepatu heels hitam mengkilatnya, menciptakan derap langkah tak berirama namun begitu nyaring terdengar membuat beberapa sorot mata melirik dan menatapnya penuh gairah. Mereka; yang sedang menyantap makanan nya atau bahkan yang sedang menggenggam nampan mencari meja kosong, mematung seketika melihat gadis berwajah dingin dan berlipstik begitu merah merona ini. Seketika seperti terlalu singkat, bukan? Salah. Mungkin ada setengah menit mereka menatapnya. Dari ujung rambut, sampai ujung sepatu bermerk Hush Puppies mengkilat yang mungkin setara dengan emas 24 karat.

Theo hanya meliriknya, tak lebih dari 3 detik. Tak ada yang istimewa menurutnya dari gadis berlipstik merah menyala ini. Dia sering menemukan gadis seperti Anne dipinggir jalan Kota Boston. Bahkan jauh lebih cantik dari Anne.

"Biasa saja." Celetuk Theo, sambil menyantap kembali mash potatoes dan Steak domba nya.

Mark menaikan alisnya, lalu meyatukannya, pertanda ia tak setuju. "Kau berbicara seperti itu, karna kau tak mengenalnya." Ucap nya ketus.

"Terserah, daripada kau menghabiskan uang mu hanya untuk taruhan denganku, lebih baik jangan. Aku tidak perlu £600 mu." Ucap Theo dengan nada sedikit angkuh.

"Kau perlu tahu, man. £600 bukan masalah untukku. Jadi mau atau tidak mau, kau harus ikut bertaruh dengan ku."

"Terserah."

Mark menjatuhkan pisau dan garpu, menyudahi makannya. Lalu menyapu sekitar mulutnya dengan tisu. Begitupula dengan Theo.

"Aku harus kembali, dude." Ucap Mark sambil melirik kearah jam yang berada di pergelangan tangan kirinya.

"Bye, sir." Ledek Mark. Dia beranjak dari duduknya, lalu menepuk bahunya. Dan pergi.

Theo memutar kedua bola matanya. "Hah. Terserah."

Tak lama kemudian, Theo juga beranjak dari mejanya dan berjalan keluar area kantin.

---

Kata sepi tidak pernah bisa menggambarkan Halaman belakang Harvard University. Walau mahasiswa disini tidak menjadikan tempat ini sebagai tempat berkumpul dan bergurau ria, tempat ini selalu ramai akan mahasiswi yang bergurau dengan buku-buku tebal mereka. Kalau tidak, mereka hanya ingin berdiam, melepas penat karena tugas-tugas menumpuk penuh di daftar memo.

Tapi gadis yang duduk mengampar dekat pohon rindang ini tidak ingin melepas penat, ataupun menyibukkan dirinya dengan buku sains tebal. Dia hanya ingin mengenang masa lalu nya bersama si rambut pirang. Dia hanya membawa buku corat-coret dan pulpen berwarna pinknya.

23 Februari 2015

Kau tahu? Teorimu benar. Semakin kau mencoba melupakan, semakin pula dia tak terlupakan. Aku jadi paranoid dengan lelaki berambut pirang. Kenapa? Aku hanya takut, salah satu dari mereka adalah kau, dan aku takut saat kita bertemu nanti, hanya aku yang merasa merindu.

Tanpa Aorta sadari, ada seorang lelaki berjas rapih beserta dasinya berdiri tepat dibelakangnya. Kehadiran lelaki itu di halaman belakang ini membuat mereka, yang berjarak dengan teman sebelahnya merapat dan bertanya tentang lelaki berambut setengah pirang ini.

Theo tak pernah menanggapi mereka. Karena apa? Ini bukan kali pertama dia digosipi oleh gadis-gadis di sekitarnya.

Theo juga tak menyadari bahwa dia berdiri tepat dibelakang salah satu murid nya, yang namanya begitu langka.

Aorta.

Dia takkan melupakan nama itu.

Aorta kembali meneguk jus jambu kaleng nya, lalu melemparnya kebelakang. Dia tahu betul, tempat sampah berada dibelakangnya. Tapi ia tak tahu, bahwa ada seseorang dibelakangnya.

Bloody LoveWhere stories live. Discover now