Seven

2.4K 126 3
                                    

"Jangan sampai lupa tugas ini ya. Walaupun ini tidak sulit, kalian harus mengerjakan nya. Saya tak mau dengar, Dosen pengganti Mr. Hemish besok memberi hukuman pada salah satu dari kalian. Mengerti?" Jelas nya sekali lagi. Bel memang sudah berdering, tetapi dia sengaja untuk tidak terlebih dahulu meninggalkan ruangan karena ingin memberi peringatan pada murid nya. Dia tahu, tugas ini mungkin tak butuh dicari di internet. Karena mungkin mereka sudah hafal diluar kepala akan Biografi Archimedes. Tapi dia tidak ingin murid nya menggampangkan suatu hal.

"Mengerti, Sir." Ucap seluruh siswa di kelas ini begitu serompak.

"Baiklah. Kelas cukup hari ini, Terima kasih." Ucap nya lalu dia berbalik dan berjalan menuju pintu, lalu mendorong gagang nya keluar.

Serompak, mereka pun membereskan alat-alat tulis nya. Lalu berbondong-bondong mengantri keluar kelas. Ya, kelas pertama. Hari pertama. Begitu ringan.

Menurut beberapa dari mereka.

Tapi tidak dengan Aorta, yang saat ini sedang mengejar seorang lelaki yang ditugaskan berkelompok dengan nya. Ya, si cowok dingin nan misterius, Kafa.

Dia celingak-celinguk sambil berjinjit, mencari batang hidung nya.

Dan, Itu dia!

Dia tak begitu jauh.

Akhirnya, Aorta mengejar nya seraya meneriaki nama nya.

"Kafaa! Kafa! Kafaa!" Panggil nya, berteriak. Dan ternyata teriakan nya membawakan hasil. Aidan atau yang ia sebut Kafa itu, menghentikan langkah nya lalu berbalik.

Melihat punggung itu berbalik, Aorta berlari kearah Kafa.

"Jadi-hh, bagaimana-hh?" Tanya Aorta. Dia masih terengah-engah karena lari mengejar Aidan.

"Apa?" Tanya Aidan, singkat. Wajah manis nya itu terlihat begitu kaku.

Pasti dia jarang tersenyum. Ck.

Pikir Aorta.

"Tugas? Kau lupa, huh?"

"Tidak. Ada hal lain yang ingin kau bicarakan? Aku sibuk." Ucap nya lalu berbalik dan berjalan meninggalkan Aorta begitu saja.

"HEY! Cowok aneh yang bernama pembuluh darah Vena! Kita punya tugas kelompok! Kau in--" Aorta tertahan saat langkah Aidan berhenti. Lalu berbalik, dan berjalan kearah nya.

Dia mencondongkan tubuh nya sedikit kearah nya, lalu berbisik di telinga kiri nya."This just for your information. My name's not K-a-v-a. But i'm K-a-a-f-a, Aorta." Jelas nya. Sambil tersenyum sungging pada Aorta.

Loh? Tahu dari mana dia, Tentang nama ku Aorta? Astaga, dia begitu misterius.

Batin Aorta.

Mungkin ini terdengar begitu bodoh, tapi ya, memang ini nyata nya. Aorta bahkan tak begitu menyadari kalau Map berwarna merah nya memang terdapat tulisan 'Aorta'. Dan darisana lah, lelaki dihadapan nya ini mengetahui nama tengah nya yang bahkan tak ada satupun dari teman sekelas mereka yang menyadarinya.

"K-kau, tahu darimana?" Tanya Aorta sedikit gugup. Bukan, bukan karena jarak mereka yang terlalu dekat. Tapi ini karena kemisteriusan nya lelaki ini, yang mungkin saja sebenarnya sejenis dengan Psyco.

"Kau tak perlu tahu." Jawab Aidan, yang membuat Aorta semakin dihantui oleh rasa penasaran nya.

Dia berbalik, lalu meninggalkan Aorta sendirian.

Ya, entah.

Mungkin aku kerjakan saja lah tugas nya sendiri. Hanya mencari artikel tentang Archimedes, 'kan? Tidak sulit.

Ucap nya, sambil berdecak sebal karena Aidan.

---

Bulan sudah bersembunyi.

Malam yang tanggung, diburu pagi. Dia terbangun karena alarm telfon nya yang berteriak cukup memekakkan telinga kanan nya. Bagaimana tidak? Dia menaruhnya tepat disamping telinga nya yang paling hanya berjarak 2 cm dari nya.

Dia melirik jam yang ada dipergelangan nya.

07.13 AM

Masih pagi, ya?

Pikir nya.

Kelas nya dimulai pada jam 09.15

Untuk apa datang kesana pagi sekali?

Dan, pilihan nya adalah kembali tidur, melanjutkan mimpi nya yang belum usai. Mimpi bertemu dengan nya kembali. Meledekinya. Menjadi lebah pengganggu dalam hidup nya. Tetapi menjadi kenangan terindah untuk nya. Mungkin memang hanya dalam mimpi mereka bisa bertemu kembali. Saling meledek. Mengganggu. Beradu mulut. Dan bersama.

Dia tersenyum dibalik kerutan sprei putih nya.

Mereka mungkin sedang bertemu.

---

Suasana seakan tak pernah mendukung untuk berdamai dalam sebuah rumah megah nan mewah ini. Mereka selalu diselimuti dalam ketidaksingkronan satu sama lain. Untuk saling menyapa di pagi hari saja rasanya terlalu kaku. Mereka terlalu tertutup untuk dijadikan karakter Ibu dan Anak. Tak ada sapa-menyapa, tegur-menegur, apalagi bercakap-cakap. Mungkin kalau itu terjadi, rumah ini tidak menjadi seperti layaknya rumah tua tanpa penghuni lagi.

Dia mengaitkan salah satu kaitan tas ransel nya, lalu berjalan kearah belasan anak tangga, lalu menuruninya. Secara perlahan.

Dan sampailah dia di anak tangga terakhir.

Langkah nya terasa berat saat kedua mata nya menangkap sesosok wanita dengan coat coklat dan sebatang rokok diselangkangan jari telunjuk dan jari tengah nya. Dia sangat berantakan. Rambut nya yang hanya sepundak, begitu kusut dan mengembang seperti rimba. Tatapan nya kosong. Dia menatap kursi yang berada disebrang nya. Ya, dia sedang duduk di ruang makan. Begitu sebutan nya. Tetapi sebutan itu seperti tak sesuai dengan kegunaan nya yang hanya untuk dilewati setiap orang dalam rumah ini, apalagi yang berada di lantai dua. Setelah siapapun yang menuruni tangga atau menaikinya, pasti melewati meja makan panjang yang memiliki banyak sekali kursi emas-merah ini.

Dia melewati Ibu nya begitu saja. Tanpa pamit, tanpa sapaan pagi. Dia pergi.

Namun, langkah nya terhenti karena mendengar Ibu nya mengatakkan sesuatu pada nya,"Kau pasti boros sekali ya? Sarapan saja memilih makan diluar. Paling kau memakan makanan cepat saji, untuk mengirit." Singgung nya.

"Aku tahu apa yang aku makan. Dan kau tak usah khawatir, karena uang saku ku bahkan bisa membeli rumah ini beserta isinya kalau kumau." Lalu dia tak ragu-ragu lagi melangkah keluar dari rumah ini.

Tanpa ia ketahui, dia yang berantakan itu menangis sejadi-jadi nya."Aku Ibumu, Aidan."

-Tbc

So, Kiernan Shipka as Aorta. Dan anggap saja dia berumur 18 tahun. Oke?

Bloody LoveWhere stories live. Discover now