Nine

2.1K 119 1
                                    

Sedetik kemudian, mereka dengan serompak menutup buku tebal dan beberapa dari mereka, ada yang mendengus sebal karena pelajaran berakhir, dan ada yang malah senang karena akhirnya bel istirahat berdering.

"Baik, kelas hari ini selesai. Dan, jangan lupakan tugas nya. Dan juga kelompok nya. Selamat beristirahat, dan, sampai besok!" Ucap lelaki berambut pirang kecoklatan itu di depan kelas, sambil merapihkan buku-buku nya di atas meja. Lalu dialah orang pertama yang meninggalkan kelas.

Tapi kemudian, beberapa siswi mengejarnya sambil memanggilnya dengan panggilan 'Pak' di depan nama nya.

Melihat mereka mengejar Mr. Hemish; Si dokter muda pengganti Si Dosen Tua, sama sekali tidak membuatnya ingin beranjak dari duduknya, lalu mengejar Dosen pengganti itu dengan embel-embel, 'Saya kurang mengerti, sir. Bisakah kau terangkan kembali? Apa kau ada acara malam? Mungkin kita bisa membahas ini sambil makan malam?' Seperti apa yang akan mereka katakan pada Mr. Hemish. Dia masih sibuk dengan tugas yang diberikan dosen pengganti itu tadi. Ya, memang tugas kelompok, tapi apa salah nya mencoba terlebih dahulu?

Tanpa ia ketahui, Seorang lelaki berambut pirang separuh coklat, berkaus coklat menghampirinya dari belakang.

"Uhm, kau sedang apa?" Sapa nya pada Aorta. Lalu, dia duduk di bangku sebelah kanan Aorta. Pemilik bangku mungkin pergi ke kantin. Atau mengejar Mr. Hemish juga? Entahlah.

Aorta menoleh kearah nya. "Oh, hey. Aku sedang-- tunggu! Kau sekelompok dengan ku, 'kan?"

"Ah, iya." Dia tersenyum kecil.

"Nama mu.. Caleb E. W-weinters?"

"Haha, kau mengingatnya. Ya, dan panggil saja aku Caleb." Jelas nya. Tanpa perlu pertanyaan, Aorta sudah cukup tahu bahwa dia bukanlah orang Amerika, dengan Aksen nya yang medok itu.

"Kau pindahan, ya?" Tanya Aorta yang sesekali membuang pandangan pada buku tulis nya.

"Pasti karena Aksen ku, 'kan? Well, tebakan mu tidak sama sekali melenceng."

"Ahaha, Oh ya. By the way, Aku A-- Dendlonia McGregor. Dan, mungkin kau tahu nya namaku adalah Aorta, karena semua orang meledek nama ku tadi. Ya, mungkin tadi kau juga tertawa. Tapi sungguh, aku benci nama itu. Itu nama kecil ku. Jadi, panggil saja Dendlonia, atau singkatnya 'Lonia'? Tak masalah bagiku." Jelas nya. Ya, Aorta hanyalah nama kecil nya. Nama panggilnya yang setidaknya tidak ada unsur barat. Teman-teman kecil di Indonesia nya dulu memanggilnya dengan sebutan itu. Tanpa terkecuali. Dia, si rambut lemon yang berponi juga memanggilnya begitu. Tapi hanya dia satu-satu nya yang memanggil namanya; Aorta, dengan aksen-aksen dari berbagai negara. Si rambut lemon itu menguasai kurang lebih, 7 bahasa saat mereka baru menginjak umur 9 tahun. Dia bisa berbagai macam bahasa karena tempat tinggal nya yang tak menetap, dan suka berpindah kesana- kesini. Maka dari itu, dulu dia meninggalkan Aorta tanpa meninggalkan satu ledekan pun. Ledekan, yang berarti besar untuk sebuah kenangan.

"Ahaha, baiklah kalau begitu. Tapi perlu kau tahu, mungkin aku juga begitu. Nama tengah ku adalah Edmont, dan banyak sekali teman-teman ku dulu yang mencemooh nama ku. Memalukan, memang."

"Jadi, bagaimana tugas kelompok nya?" Tanya Caleb.

"Done! Sebenarnya tugas nya sudah selesai. Kalau kau mau kita berdiskusi dulu, tak apa. Dirumah mu, atau dirumah ku?"

"Hm, mungkin dirumah mu saja? Rumah ku berantakan sekali." Ucap nya.

"Baiklah, tunggu." Aorta segera mencatat alamat nya pada secarik kertas kecil.

"Ini. Jam 7 malam, atau aku takkan mencatat nama mu." Aorta memberikan kertas nya pada Caleb.

Lalu Caleb mengambilnya. "Wohohow, kejam sekali. By the way, kau tidak makan siang?"

Bloody LoveWhere stories live. Discover now