Bab 18.2

668 143 6
                                    

Keesokan harinya Yurui bangun lebih awal, dengan begitu dipenuhi semangat dan enerjik. Dia muncul dengan mengenakan kimono sutera yang diberikan Rui kemarin, dan terlihat begitu indah di tubuhnya. Dia bahkan terlihat lebih anggun tanpa ada perasaan menggoda sedikit pun.

Ketika membuka pintu kamar, Hiro sedang berdiri membelakangi pintu sambil menghisap rokoknya. Udara di daerah itu cukup bersih dan menyegarkan di pagi hari, hingga asap rokok Hiro seakan segera lenyap terbawa angin ke hutan bambu.

Yurui agak terkejut melihat Hiro di depan kamarnya. "Kau tidak sarapan dengan yang lainnya?"

Hiro berbalik dengan batang rokok di bibirnya, kemudian membuangnya ke tempat sampah setelah mematikannya.

"Aku tidak terbiasa sarapan dengan orang lain."

Yurui mengulas senyum senang, dia mendekati Hiro dengan langkah yang anggun karena rok kimononya yang menahan langkahnya. "Mau sarapan di kamarku?"

"Kau harus sarapan dengan Nenek dan Pamanmu," tolak Hiro.

Memikirkan kembali hal itu, Paman dan Neneknya sudah pasti akan menyeretnya ke meja makan untuk sarapan bersama. Jadi, Yurui pun pergi ke kediaman utama dan bertemu dengan Rui di perjalanan. Pria itu dengan posesif segera meraih tangan Yurui dan membawanya ke ruang makan.

Yurui menatap pamannya sejenak, dan begitu gatal ingin bertanya. "Paman, apa kau tidak ingin memiliki kekasih? Daripada posesif padaku, lebih baik pada kekasihmu."

Rui meliriknya dengan kerutan di dahinya. "Apa kau ingin mendesakku untuk segera menikah agar tidak memperlakukanmu sebagai tuan putri kecil Sendai lagi?"

Yurui memutar bola matanya. "Bukan begitu!" tukasnya. "Sudahlah."

Mereka tiba di ruang makan dan para pelayan dengan sigap melayani. Di ruang makan itu hanya ada Neneknya yang sedang menunggu ketika dia dan Rui tiba, sedangkan Hiro sendiri menunggu di luar.

"Anjing penjagamu itu terlihat sangat protektif padamu," kata Rui.

Yurui melirik ke pintu di mana Hiro berdiri membelakang pintu sambil menatap ke halaman. "Kau tidak akan percaya dengan kemampuannya. Dia memiliki kemampuan seperti paman Ryota, menggunakan jarum beracun dan pergerakan yang tidak terdengar."

Rui mengerutkan dahinya memandang Yurui dengan serius. "Dia pembunuh bayaran? Apakah dia ... anggota Kokuei?"

Untuk meyakinkan pamannya agar tidak selalu menjauhkannya dari Hiro, Yurui bersedia mengungkap identitas Hiro sebagai anggota Kokuei. "Hm! Dia bawahan paman Ryota. Jadi, paman tidak usah cemas, dia pasti akan menjagaku dengan aman."

Rui mendengkus kembali. "Aku masih tidak suka dengan wajahnya."

"Ya ampun! Terlahir tampan itu bukan salah dia, paman!"

"Sudah, berhenti mengobrol dan makan," kata Nyonya tua Sendai.

Dengan begitu Yurui dan Rui pun segera berhenti mengobrol dan mereka makan dengan tenang seperti yang selalu terjadi di kediaman Tokyo. Saat ini mereka hanya bertiga, karena ketua Sendai bagian Kyoto adalah Rui, sekaligus wakil ketua Sendai group.

Usai melakukan sarapan, Yurui ingin pergi berjalan-jalan di sekitar Kyoto hanya berdua dengan Hiro, karena hanya kesempatan inilah dia bisa berduaan dengan Hiro. Akan tetapi, Rui jelas menolak gagasannya.

Saat ini di halaman utama, ada selusin penjaga yang siap menemani Yurui. Dengan wajah mendung, Yurui menatap pamannya.

"Aku ingin berjalan-jalan dengan tenang layaknya gadis normal lainnya!" pekik Yurui, menatap para yakuza sangar yang berbaris di belakang Rui.

Tutoring the Princess Yakuza (Tersedia di Google Play & KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang