Bab 10.1

876 145 1
                                    


Pada hari keempat, kapal pesiar berlabuh di pelabuhan Ilsan, Korea Selatan. Kapal akan berlabuh sampai sore hari, dan membiarkan para penumpang untuk turun selama satu hari sampai sore untuk berjalan-jalan di Ilsan.

Setelah melakukan pemeriksaan keimigrasian di kantor imigrasi pelabuhan, Yurui bersama dengan rombongan klub lukisnya segera pergi untuk berjalan-jalan. Rekan-rekan mahasiswa lainnya terlihat sangat menikmati perjalanan mereka, bersama dengan dosen pembimbing yang menggiring anak-anak itu untuk naik angkutan umum yang mengantarkan mereka ke Ilsan Lake Park.

Berbeda dengan Yurui yang dikawal oleh tiga bodyguard-nya––termasuk Hiro. Mereka menyewakannya mobil yang akan mengantarkan Yurui ke mana pun dia ingin pergi.

Tiba di Ilsan Lake Park, Yurui selalu menjadi pusat perhatian ke mana pun dia pergi karena tiga bodyguard di belakangnya. Satu pria yakuza berkepala plontos penuh tato, dan satu pria yakuza lainnya memiliki rambut panjang yang diikat dan dipenuhi tato. Hanya Hiro yang terlihat lebih normal, tanpa tato yang terlihat, juga wajah yang terlihat enak dipandang.

"Aku ingin melukis!" kata Yurui. Dia mengekori anggota klubnya memasuki kawasan taman kota yang sangat luas itu.

Sebagian mahasiswa membawa alat lukis mereka, termasuk Yurui. Sebagian lainnya hanya ingin berjalan-jalan dan menikmati suasana taman itu. Mungkin mereka juga akan berkencan.

Matahari musim panas bersinar terik, dengan banyaknya pengunjung yang sedang menikmati liburan musim panas, di bawah pohon atau di dekat taman bunga. Sepanjang mata memandang, danau yang luas dengan warna biru, merefleksikan langit cerah dan gedung-gedung di sisi lain.

Dua bodyguard Yurui mengikutinya di belakang, sedangkan Hiro berjalan di sampingnya dengan wajah tenang.

"Aku ingin melukismu," kata Yurui tiba-tiba.

Dua bodyguard di belakangnya saling pandang, kemudian sama-sama menatap Hiro.

"Di sana. Ayo kita sewa sepeda!"

Dengan begitu bersemangat Yurui menarik tangan Hiro dan membawanya ke tempat penyewaan sepeda. Yurui menyewa dua sepeda untuknya dan Hiro, kemudian mengambil peralatan lukisnya, dan menaruh di keranjang sepedanya sendiri. Dia pun meminta dua bodyguard-nya yang lain untuk tidak mengikutinya, karena hanya dengan Hiro saja sudah cukup aman baginya.

Keduanya pun menyusuri taman dengan bersepeda. Sesekali Yurui mendahului Hiro sambil berteriak-teriak senang, bisa mendapatkan waktu tenang tanpa pengawasan ayahnya. Tiba-tiba Hiro mendahuluinya, dan Yurui mengejarnya dengan lebih keras lagi menggowes sepeda.

"Hiro jangan cepat-cepat!" teriak Yurui.

Taman bunga dengan berbagai warna, terhampar di sepanjang jalan yang mereka lalui. Lalu ada jejeran pepohonan dengan rumput hijau yang terbentang di bawahnya.

Hiro menghentikan sepedanya di dekat ladang ilalang yang tumbuh tinggi di dekat danau. Disusul oleh Yurui yang nampak ngos-ngosan karena kelelahan terus menggenjot sepedanya. Ketika dia menghentikan sepedanya, napasnya menderu dengan wajah memerah dan keringat mengalir di antara sela-sela rambutnya.

Hiro mendekatinya, berdiri di hadapannya. Tanpa diduga dia mengambil sapu tangan di saku celananya, lalu mengusap keringat di dahi dan wajah Yurui.

Hal itu membuat Yurui terkejut, dan memunculkan debaran aneh di dadanya. Dia mengejapkan matanya sesaat, kemudian tersenyum dengan senang sambil menengadahkan wajahnya agar Hiro mengusap lehernya juga.

Hiro mengulas senyum geli, kemudian mengusap leher Yurui dengan tenang. "Sudah," katanya seraya mengantongi sapu

tangannya. "Di sini, kurasa cukup indah untuk melukis."

Yurui mengedarkan pandangannya, ke hamparan ladang ilalang yang tumbuh subur di dekat danau. Di area itu juga tidak begitu banyak orang yang datang, karena kebanyakan dari mereka lebih memilih di area yang lebih indah.

Karena lebih sepi, diam-diam Yurui mengulas senyum nakal, dan seakan tahu apa maksud Hiro. Dia pun mulai membawa peralatan melukisnya, dibantu oleh Hiro yang menyusun dan membentangkan kanvasnya di atas rumput.

"Kau duduk di sini. Bantu aku cari pose yang bagus." Yurui mengarahkan Hiro untuk duduk di belakang kanvas lukis.

Melihat Hiro yang memperagakan beberapa pose, membuat Yurui tertawa geli. Dia tidak menduga jika Hiro benar-benar sangat kaku terhadap pose-pose tertentu. Saat pria itu duduk dengan kedua kaki bersila, gigi menggigit ilalang yang bergoyang-goyang tertiup angin bersama rambutnya.

Tawa Yurui pecah, dan dia segera menyuruh Hiro membuang ilalang di mulutnya karena itu terlihat konyol. Dia meminta Hiro untuk berpose secara natural saja, dan ekspresi seperti yang biasa dia lakukan.

Hiro pun duduk bersila, dengan kedua siku di lutut dan jari-jari saling bertaut di depan tubuhnya. Dia menatap ke arah Yurui dengan pandangan mengintai dan senyum miring.

Awalnya Yurui tidak menyadarinya, dan ketika dia mendongak, ada keterkejutan di hatinya. Ekspresi dan pose natural ini entah mengapa memberikan kesan seperti iblis kecil yang nakal pada kepribadian Hiro yang tak bisa ditebak. Dia pun mulai membuat goresan-goresan sketsa menggunakan pensilnya di atas kanvas. Otaknya sendiri sudah memotret ekspresi dan pose Hiro ini, kemudian menyimpannya dalam memori otaknya, agar dia bisa terus mengingatnya ketika akan menyelesaikan lukisannya.

Setelah sketsa selesai, Yurui mengambil palet cat dan mencampur-campurkan warnanya, lalu mulai melukis, dengan sesekali menatap ke arah Hiro, lalu ke arah kanvas. Karena ekspresi wajah Hiro berubah-ubah, Yurui pun memintanya untuk menyudahinya.

"Sudah, sudah," kata Yurui akhirnya.

"Kau sudah menyelesaikannya, Nona?" tanya Hiro masih duduk

di depan Yurui. Kali ini dia duduk dengan kedua kaki ditekuk dan kedua tangannya menyangga ke belakang tubuh.

"Aku sudah membuat sketsanya," jawab Yurui tanpa mengalihkan pandangannya dari kanvas.

Dengan fokus ke kanvas, Yurui melukis potret Hiro dengan begitu serius dan teliti. Ketika angin bertiup menerbangkan rambut mereka, dilatari suara gemeresik ilalang yang bergoyang ke satu sisi.

Sesekali pandangannya ke arah kanvas, dan di detik selanjutnya ke arah wajah Hiro. Ketika pria itu mengubah ekspresi wajahnya dengan mata terpejam dan wajah yang menghadap ke langit, nampak tenang dan tak tersentuh, dengan bermandikan sinar matahari musim panas. Yurui merasakan sesuatu menggelitik hatinya. Bagaimana pun, Hiro terlihat sangat memesona, dengan sikap tenangnya yang mengesankan.

Dengan ekspresi dan postur seperti itu, Hiro bahkan terlihat seperti pemuda biasa saja yang menjalani hidup baik-baik dan berasal dari keluarga baik-baik.

Senyuman terkembang di bibirnya, saat sebuah gagasan melintas di benaknya. Yurui diam-diam meninggalkan pekerjaannya, merangkak di atas rumput mendekati ilalang. Dia mengambil satu tangkai ilalang dan mendekati tubuh Hiro. Pria itu bahkan tidak membuka matanya sama sekali, entah dia tidak mendengar pergerakan Yurui, atau memang berpura-pura.

Sebuah sapuan halus mendarat di telinga Hiro ketika Yurui membawa ekor alang-alang untuk menggodanya, tapi Hiro bahkan tidak mengubah ekspresi wajahnya sama sekali. Yurui semakin senang, dia berlutut di samping Hiro, menyapukan ekor ilalang ke telinga pria itu, lalu beralih ke pipinya dan turun ke rahangnya. Akan tetapi, itu masih tidak mengusiknya.

Karena ilalang tidak berguna, Yurui menyingkirkannya dan semakin mendekati Hiro. Dia beralih menggunakan tangannya untuk membelai pipi dan rahang Hiro, kemudian turun ke lehernya dan mengusapnya dengan gerakan sensual.

Di bawah teriknya sinar matahari, Yurui menggoda Hiro yang masih bersikap tenang. Saat tangannya terus turun ke dada Hiro, membelainya pelan, kemudian turun ke perutnya. Di telapak tangannya dia bisa merasakan perut kencang Hiro yang berbalut setelan jasnya.

"Nona," bisik Hiro dengan suara serak.


🌸🌸🌸


Semoga kalian suka bab ini...

Tutoring the Princess Yakuza (Tersedia di Google Play & KARYAKARSA)Where stories live. Discover now