Bab 3.1

2.4K 396 11
                                    

Babang Hiro kambeeeekkk...


🍡🍡🍡


Hiro berjalan di koridor salah satu gedung kampus menuju studio seni lukis. Di sepanjang koridor, para mahasiswi selalu melihat ke arahnya, menatapnya diam-diam dan berharap dia berbalik menatap mereka. Meski wajahnya tanpa ekspresi, langkahnya tegas dan teratur, dan dia dibalut setelah hitam yang nampak kaku, tapi dia benar-benar terlihat memesona dan seksi!

Rambut gelapnya agak berantakan, dengan anting hitam yang menggantung di telinga kirinya. Kedua tangannya memakai sarung tangan hitam. Siapa yang tidak tergoda untuk melihatnya? Dia memiliki mata lebih besar, dengan tubuh yang tingginya nyaris 190 sentimeter, di mana itu adalah tinggi yang sangat menakjubkan bagi para pria Jepang. Kakinya yang jenjang dibalut celana kain hitam, dan tubuhnya nampak dipenuhi otot-otot mengesankan dibalik jasnya.

Dia berjalan di koridor gedung seni rupa dengan tenang. Ketika dahan di halaman bergerak tertiup angin, seberkas cahaya matahari sore menerobos ke koridor hingga terjatuh ke sosok Hiro, menciptakan ilusi yang mengesankan bagi orang-orang yang melihatnya.

"Halo." Dua orang mahasiswi mendekatinya dan menyapanya.

"Apa kau mahasiswa di sini?" tanya salah satunya.

Hiro menatap mereka dengan malas, kemudian melewati tubuh kedua gadis itu tanpa menjawab satu kata pun. dia seolah menganggap mereka lalat yang berdengung, membuat dua gadis itu memerah karena malu dan kesal, lalu berlari.

Gadis-gadis lainnya pun menjadi menahan diri untuk bertanya padanya, mengingat pria seksi dan mengesankan ini mengacuhkan keadaan di sekitarnya.

Hiro tiba di depan ruangan-ruangan studio dari berbagai jurusan seni rupa.

Dia melewati ruang seni patung, di mana ada beberapa siswa yang masih belum pulang, sedang memperbaiki atau membuat bagian-bagian dasar dari patung. Beberapa mahasiswi menoleh ke jendela ketika dia melintas, dan seluruh kehadiran Hiro seakan menjadi pusat perhatian seketika.

Tiba di depan studio seni lukis, dia menunggu sejenak hingga terdengar suara bergemerincing dari dalam dan beberapa alat yang berjatuhan. Dia membuka pintu yang tidak terkunci dan melihat Yurui sedang membungkuk di lantai.


🍡🍡🍡


Yurui berada di studio seni lukis, setelah membereskan semua peralatannya, dia hendak pulang karena seluruh studio sudah kosong. Dia sengaja pulang terakhir, setelah meminta izin pada profesor yang bertugas untuk memegang kunci studio. Tentu saja dia mendapatkan izin untuk menggunakan studio lukis, lagipula, siapa yang berani menentangnya? Ayahnya terlalu mengerikan jika Yurui mengadu.

Dia menyentuh lukisannya, merasakan setiap goresan dari cat lukis di atas kanvas dengan warna-warna yang berpadu dalam jalinan yang indah. Dia memandang seorang gadis dalam lukisan yang setengah jadi, di mana gadis itu hanya mengenakan sehelai kain yang menutupi tubuhnya, duduk dengan kedua tangan ke belakang dan mata tertutup kain hitam yang berkibar. Lukisan itu setengah jadi dan agak berantakan, tapi siapa pun bisa merasakan bahwa si pelukis telah mencurahkan setiap dari keinginan terdalam hatinya pada setiap goresan kuas di atas kanvas.

Yurui tersenyum memandang lukisannya yang masih sangat berantakan, tapi sudah terlihat akan seperti apa hasil jadinya. Teman-temannya dari kelas yang sama memandangnya heran, karena Yurui merupakan mahasiswa semester pertama berusia tujuh belas tahun, tapi dia sangat vulgar!

Dia merogoh tasnya, kemudian mengambil sehelai kain panjang dan kecil berwarna hitam yang ujungnya memiliki renda lembut dengan kualitas kain yang juga sangat bagus dan berharga tinggi. Dia memandang dua pergelangan tangannya sendiri, kemudian mulai mengikatkan salah satu kain di kedua pergelangan tangannya dengan bantuan giginya.

Dia tersenyum senang memandang dua tangannya yang terikat satu sama lain, kemudian mengangkatnya dan mengaguminya. Namun wajahnya segera berubah merengut saat dia menemukan bahwa simpul ikatannya terlihat tidak secantik ikatan Hiro kemarin.

Entah mengapa, dia masih bisa merasakan setiap sentuhan jemari pria itu di kulit tangannya saat pria itu mengikatkan dasi di pergelangan tangannya.

"Ikatan Hiro lebih cantik," bisiknya. "Seandainya dia seorang pria dominan, aku lebih dari bersedia untuk patuh padanya," lanjutnya dengan senyuman penuh imajinasi liar.

Kemudian Yurui melepaskan simpul ikatan tangannya yang tidak terlalu keras, lalu beralih membawa kain itu ke wajahnya, untuk menutupi kedua matanya. Dia mengikatnya ke belakang kepala, hingga visinya seketika berubah gelap––dia tidak bisa melihat apa pun di hadapannya kini.

Yurui hendak bangun, tapi tasnya jatuh dan barang-barangnya berjatuhan hingga menimbulkan suara nyaring ketika kaca dari bedaknya pecah membentur lantai. Dia berlutut dan membungkuk ke depan dengan posisi bokong yang naik. Dia meraba-raba lantai masih dengan mata tertutup, meraih barang-barangnya satu persatu.

Tiba-tiba terdengar suara pintu yang berayun terbuka. Dia menegakkan tubuhnya, berlutut di lantai dengan kedua tangan di paha. Matanya masih tertutup, tidak melihat apa pun. Telinganya mendengar, sebuah langkah kaki yang mendekat. Langkah itu ringan, tidak tergesa-gesa, tidak terkejut, tidak takut dan nampak sangat tenang.

Yurui bertanya-tanya, siapa yang masuk?

Dia berbalik, hanya ada kegelapan di hadapannya. Dia bisa merasakan sebuah napas ada di hadapannya, membuatnya berdebar. Itu jelas napas seorang pria, dengan aroma kolonye maskulin menusuk hidungnya. Dia bisa mengenali aroma ini, yang sudah dia cium kemarin. Dia masih mengingatnya, bagaimana aroma kolonye ini begitu khas dan tak pernah dia cium sebelumnya.

Pria ini ...

Sebelum Yurui membuka penutup matanya, sebuah tangan terulur ke wajahnya dan meraih kain tepat di bagian atas hidungnya. Yurui menahan napas dalam-dalam, menunggu dengan debaran yang menggila di jantungnya. Tangan yang terulur ke wajahnya tidak menurunkan kainnya, melainkan menyentuh ujung hidungnya, lalu turun hingga dia bisa merasakan sebuah kain di kulitnya. Jari-jemari yang dilapisi kain itu tiba di dagunya, menengadahkannya sambil menyentuh bibirnya.

Yurui semakin merasakan getaran di tubuhnya, dari ujung kepala sampai kaki. Dia merasakan seluruh tubuhnya seakan terasa bersemangat, duduk berlutut dengan kedua tangan di paha.

Saat jari-jari itu membelai bibirnya, dia sedikit membuka bibirnya sambil menahan napas. lalu tangan itu menjauh, dan kekecewaan segera memenuhi seluruh tubuh Yurui, tapi tangan itu kembali ke bagian kain yang menutupi matanya.

Secara perlahan dia bisa melihat cahaya mulai memasuki matanya. Ketika kain itu semakin turun dan matanya menangkap lebih banyak cahaya dengan satu sosok, saat itu juga Yurui menarik napas tajam dengan kesiap mengejutkan. Bulu matanya bergetar, bersama dengan bibirnya yang sedikit terbuka. Pandangannya bertemu dengan pandangan tak tertebak dari pria yang membuka penutup matanya.

Yurui merasakan seluruh tubuhnya bergetar, dari ujung kaki sampai kepala. Dia merasakan desiran di seluruh pembuluh darahnya semakin cepat, dan jantungnya memompa dengan tidak santai. Dia merasakan tangannya bergetar, ingin meraih kerah pria itu, menariknya mendekat, agar mendesak tubuhnya.

Pandangannya masih bertemu dengan pandangan pria itu, kemudian turun ke hidungnya yang tajam dan ke bibirnya yang sensual.

Bibir Yurui tertarik membentuk sebuah senyumanyang dipenuhi oleh rasa senang. "Hiro," bisiknya.


🍡🍡🍡


Hayo udah pada bisa nebak belum, karakternya babang Hiro gimana?🤭

Jangan lupa vote dan komennya yaaa...

see you next chapter! 😘

Tutoring the Princess Yakuza (Tersedia di Google Play & KARYAKARSA)Where stories live. Discover now