Epilog.

106K 6.4K 996
                                    

Ayra tertawa melihat Zayn yang sibuk bermain itu tiba-tiba berjalan mendekat begitu melihat Adel akan menghampirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayra tertawa melihat Zayn yang sibuk bermain itu tiba-tiba berjalan mendekat begitu melihat Adel akan menghampirinya. Dua tahun berlalu membuat Ayra berusaha menerima takdir yang ada. Meski terasa sangat sulit, dengan sekuat hati ia mencoba menerimanya dengan ikhlas. Ia bersyukur karena Allah telah menghadirkan Zayn sebagai pelipur lara. Hingga saat ini, Ayra lebih memilih untuk tinggal di pesantren walau tanpa adanya Rayyan di sisinya. Ia berharap, jika Zayn bisa meneruskan perjalanan ayahnya kelak yang dimulai dari pesantren.

"Kenapa lari-lari, Sayang?" tanya Ayra begitu Zayn telah berada di atas pangkuannya.

"Deidei," balas Zayn bersembunyi dibalik jilbab yang Ayra kenakan.

Ayra terkekeh, sedang Adel yang baru sampai di depannya itu memberengut kesal. 
"Zayn, nama ammah itu Adel, bukan Deidei." 

"Mumu Deidei," balas Zayn tak terima.

Adel mengernyitkan dahinya.
"Gus Zayn bilang apa, Ning?"

Ayra tertawa.
"Kalau kamu tahu, nanti mencak-mencak di sini," 

"Enggak, beneran. Insyaallah nggak bakal ngereog di sini," balas Adel penasaran.

Sebelum Ayra menjawab ucapan Adel, Zayn beranjak dari tempatnya dengan berlarian kecil masuk ke ndalem

"Gus Zayn, kok pergi?" panggil Adel.

Ayra kembali tertawa, putranya itu seakan tahu apa yang akan terjadi setelahnya.
"Zayn bilang, kata ammu nya nama kamu Dedel, bukan Adel."

Adel terbelalak, Ingin sekali ia mengumpat sekarang.
"Gus Kafka! Zayn!" 

Ayra menutup telinganya dengan erat mendengar teriakan Adel yang hampir memenuhi semua sudut pesantren.

"Ada apa manggil-manggil? Saya sama Zayn di sini," balas Kafka tiba-tiba yang baru saja keluar dari ndalem dengan Zayn yang berada di dalam gendongannya.

Adel menggaruk keningnya yang tidak gatal, ingin sekali ia menjawab ucapan Kafka. Namun, ia memilih untuk menelan kembali kata-katanya.

Ayra terkekeh.
"Tumben diem."

"Gus nya udah beda," bisik Adel.

Ayra tersenyum geli.
"Beda apa? Perasaan?"

***

"Gus Zayn ganteng banget, ya, Ning? Nggak kebayang besarnya nanti seperti apa," ujar salah seorang santriwati lama pada Ayra. Saat ini, ia sedang berada di aula asrama putri dengan membawa Zayn, ia tersenyum begitu mendengar semua orang memuji putranya.

"Ya. Zayn sangat tampan. Saya seperti melihat duplikat abbanya sendiri."

Siapa yang tidak jatuh hati pada Zayn? Lihatlah hidungnya yang mancung dengan bulu matanya begitu lentik membuat semua orang jatuh hati pada sosoknya.

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang