Rumah Sakit.

214K 11.2K 608
                                    

Sesampainya di rumah sakit, Ayra bergegas menuju ruang ICU dimana Rayyan berada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesampainya di rumah sakit, Ayra bergegas menuju ruang ICU dimana Rayyan berada. Tepat di depan ruangan, ia melihat Devan seorang diri yang tengah duduk di salah satu kursi tunggu dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya.

"Dev, gimana keadaan Mas Ray?" tanya Ayra, dengan tubuh yang kembali gemetar.

Devan mendongak, ia menggelengkan kepalanya.

"Dokter bilang, suami lo koma."

Deg!

Kaki Ayra tak sanggup menopang berat badannya, ia kembali terkulai lemas di sana. Ayra kembali menangis dengan mata yang tak terlepas dari pintu ruangan dimana Rayyan berada. Ayra hendak menuju ruangan itu namun ia urungkan ketika Devan menarik ujung lengannya.

"Gue mau masuk, Dev. gue mau nemenin suami gue."

"Untuk saat ini belum bisa, Ra. Dokter bilang tunggu besok pagi kalau mau masuk. Itu juga harus ada jamnya. Nggak semua orang bebas masuk ke sana."

Tangis Ayra kembali pecah.

"Hiks gue mau nemenin Mas Ray, Dev." Ayra mengalihkan tatapannya pada pintu ruang ICU.

"Ini salah gue, coba kalau gue gak gegabah." lirih Ayra yang masih bisa didengar Devan.

"Semuanya udah terlambat."

"Udah, Dev. Jangan bikin Ayra merasa tambah bersalah atas semua ini." ujar Andre menimpali, sedang Bima berusaha menenangkan Ayra.

"Lo bukan mahram gue, Bim. hiks kalau suami gue lihat lo bakal di gorok nanti." Ayra menepis tangan Bima yang bersarang di bahunya. Ayra beralih menatap Devan.

"Lo bener, Dev. Gue nggak seharusnya kabur kayak anak kecil." Ayra menghapus sisa air matanya.

"Itu maksud gue, jangan pernah lari dari masalah apapun. Karena itu nggak akan bikin masalah itu selesai."

Ayra menganggukkan kepalanya.

"Harusnya gue tanya baik-baik kemarin, apa alasan kenapa suami gue lebih milih bohongin gue, pasti nggak bakal kayak gini keadaannya." 

"Qadarullah, nggak baik lo berandai-andai. Kalian sama-sama salah, maka dari itu jadikan musibah ini sebagai pengingat buat kedepannya." balas Devan.

"Ini hp lo, kan? lo kabarin keluarga lo dan suami lo dulu, mereka pasti khawatir." Devan memberikan ponsel yang salah satu warga berikan yang ia yakini itu milik Ayra.

***

Pesantren dihebohkan dengan berita yang menimpa Rayyan, terlebih umma yang begitu shock mendengar kabar mengejutkan tentang putra sulungnya. Menantunya itu berkali-kali meminta maaf pada apa yang terjadi, umma mendengar nada penyesalan dari yang Ayra ucapkan, tapi ia juga tidak bisa menyalahkan Ayra karena menurutnya ini adalah kehendak yang Maha Kuasa, tidak ada siapapun yang bisa menghindar dari takdir yang telah Allah tetapkan. Berita ini juga terdengar oleh Ning Aiza yang sedang mengemasi barang-barangnya yang akan ia bawa pulang, seketika perasaan bersalah mulai menyelimuti hatinya. Sekarang ia sadar, jika Rayyan bukanlah garis takdir yang tuhan kirimkan untuknya, melainkan dirinya lah yang menjadi ujian bagi rumah tangga Rayyan dan Ayrania.

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang