13. Arsitek dan Pak Jagat

1K 158 11
                                    

13. Arsitek dan Pak Jagat


"Setiap manusia punya luka, tapi tidak semua orang tahu bagaimana cara menyembuhkan luka itu sendiri."




Ternyata nomor suaminya masih sama

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ternyata nomor suaminya masih sama. Dan nomor itu masih tersimpan di ponsel Ochi.

Dengan nama 'suamiku'—berikut emoticon hati di belakangnya.

Ochi menghela napas, disimpannya benda pipih tersebut ke dalam saku baju seragam kemudian atensinya tersulih ke sang ibu yang duduk di kursi roda—yang kini ribut minta dikembalikan ke kamar. "Ayo, Mbak Rini, bawa saya ke kamar! Saya nggak mau diwawancarai." Menggeleng kuat. "Saya nggak mau ketemu wartawan itu lagi. Saya takut dibom."

"Nggak ada wartawan, Eyang," kata Fika.

Perhatian Kasmirah teralih pada Fika, kepalanya mengangguk tegas. "Ada, Fika, cucuku yang cantik jelita seperti Agnes Monica. Di luar ada wartawan. Dia jahat sekali sama Eyang Uti. Eyang Uti takut dibom sama dia. Eyang Uti ngumpet dulu ya? Tapi nanti kalau ayahnya Fika ke sini, kasih tahu Eyang Uti." Kasmirah mendongak menatap Mbak Rini yang berdiri dibalik kursi roda yang ia dudukki. "Ayo, Mbak Rini!"

"Ibu mau sarapan di kamar saja?" tawar Mbak Rini, "Tadi katanya mau sarapan sama Fika dan Ganendra?" ingatkannya.

"Iya, sarapan di kamar saja. Saya nggak mau diwawancarai. Saya udah resign jadi penyanyi. Saya mau ngelamar jadi penulis saja, biar nggak ketemu wartawan," ujar Kasmirah, yang kemudian diindahkan Mbak Rini—diputarnya kursi roda Kasmirah, didorong menuju kamar.

Sementara Ochi di tempatnya hanya bisa termangu dengan mata berkaca-kaca, mengiringi kepergian sang ibu lewat tatapan sendu. Kalimat-kalimat yang terdengar absurd di telinga itu sebenarnya menyimpan banyak memori buruk. Orang-orang serta beberapa momen yang kerap disebut berulang-ulang adalah pengalaman pahit yang berhasil wanita senja itu lalui, meski luka-luka yang bersemayam di hati dan kepalanya belum sepenuhnya reda.

"Mbak Pika, hari ini Mas Enda libur," kata Ganendra, menyadarkan Ochi dari kenestapaan. Ibu satu anak itu mengesah pendek lalu kakinya terayun menghampiri sang jagoan, duduk di sebelahnya seraya bertanya kenapa. Ganendra menoleh. "Karena ada bom, Ibu."

"Bom?" ulang Ochi.

"Iya!" angguk Ganendra, tegas. "Tadi Eyang Uti bilang ada bom."

"Enggak kok," Ochi memanipulasi pilu dengan tawa ringan. "Bukan bom itu. Tadi suara petasan. Eyang Uti salah denger, dikiranya bom."

"Tante," panggil Fika, menarik perhatian Ochi selagi tangannya sibuk menyendokkan nasi ke piring. "Semalem Ayah chat aku," beritahunya. "Aku diminta bujuk Tante supaya mau nerima rumah pemberian Ayah. Emang belum dibangun sih. Ayah bilang setelah studio punya istri Ayah kelar, Ayah bakal minta arsiteknya untuk bikinin rumah sekalian buat kita."

FEELING BLUEWhere stories live. Discover now