11. Ketahuan

1K 142 3
                                    

Suaminya sudah tahu.

Ganendra juga sudah tahu.

Dan dugaannya tadi benar; Om Iron Man yang dimaksud anaknya adalah ... Pras.

Ochi menggersah, iris beningnya terlempar pada Ganendra yang tengah asyik melahap nasi goreng bersama Mbak Pika. Mereka duduk di karpet ruang tengah sambil nonton Arisan. Ah, ralat. Bukan mereka yang nonton TV, tapi TV yang nonton mereka. Soalnya mereka kelihatan asyik sendiri. Sementara Ochi duduk di samping Ganendra.

"Mbak Pika nasi gorengnya spesial nggak?" tanya Ganendra.

"Mas Enda spesial nggak?" balik Fika.

Ganendra mengangguk. "Iya dong. Kan yang masakkin Ibu," jawabnya bangga, lalu menoleh ke samping untuk memperlihatkan senyum manisnya kepada sang ibu.

Ochi tertawa geli, ia acak poni batok si jagoan dengan gemas.

"Berarti sama kalau gitu," timpal Fika kemudian.

"Hmmm, yummy." Ganendra melanjutkan aktivitas makannya.

Begitupun Fika.

Selagi Ochi mengalihkan fokus ke layar ponsel. Tepat pukul delapan malam. Ibunya sudah tidur sejak beberapa menit lalu—usai lampu menyala, karena tadi di wilayah kontrakannya sempat mengalami pemadaman selama hampir dua jam, akibat gangguan jaringan kelistrikan.

"Tante nggak makan?" tanya Fika, menoleh pada Ochi yang malah bengong, alih-alih ikut makan. Ochi menggeleng. Membuat Fika kontan berdecak. "Tante ... Tante harus makan," katanya. "Maaf ya, Tante, bukannya aku mau menggurui Tante, tapi Tante harus memperhatikan kesehatan Tante sendiri. Setiap Ayah ke sini, meskipun aku nggak pernah mau nanggepin Ayah, tapi Ayah selalu pesan ke aku untuk terus ingetin Tante makan dan istirahat yang cukup."

Ochi mengangguk, senyumnya terbentuk. Ia sendiri pun sadar bahwa tubuhnya makin hari makin kurus. Tiga tahun belakangan, berat badannya stuck di angka 46kg. Dan tiap abangnya datang, pria itu juga kerap mengomelinya. Tapi Ochi enggan ambil pusing. Bahkan Ganendra yang masih kecil saja sering bilang "Mas Enda mau Ibu gendut saja" karena tu bocah sering—malah selalu—dengar pakdenya ngomel-ngomel.

"Iya, Fika. Makasih ya."

Gantian Fika yang mengangguk. "Please, Tante harus sehat terus. Minimal sampe aku punya cucu," selorohnya, menimbulkan gelak tawa di sekitar, termasuk Ganendra. Padahal tu bocah nggak paham maksudnya. Tapi nggak apa-apa. Ketawa aja dulu, biar kompak.

"Aamiin. Doakan ya?" sahut Ochi.

Fika mengangguk lagi lalu menoleh pada Ganendra. Ia julurkan lidah.

Ganendra balik menjulurkan lidah. "Wleee!!"

"Habisin nasi gorengnya. Nanti nasinya nangis kalau nggak dihabisin," ujar Fika.

"Mbak Pika, Mas Enda mau dengar nasi gorengnya nangis dong!" pinta Ganendra.

Fika menepuk jidat.

Ditirukan Ganendra.

"Ape lu ikut-ikutan? Wleee!!"

"Wleeee!!"

Melihat tingkah polah Ganendra dan Fika, Ochi cuma bisa geleng-geleng kepala. Kadang dia masih nggak nyangka bakal punya anak sejail dan serandom Ganendra. Padahal kalau dipikir-pikir, baik dia maupun Pras, sama-sama pendiam. Mereka tipikal orang yang nggak banyak omong. Ngelawak pun garing. Tapi Ganendra ... ck, apa perlu Ochi melakukan tes DNA?

"Mbak Pika, besok kita beli roti pizza ya?" ajak Ganendra.

"Mbak Pika dibeliin?" Fika mengerutkan alis.

FEELING BLUEWhere stories live. Discover now