6. Percakapan di Taman

1K 154 7
                                    

6. Percakapan di Taman




"

Tidak boleh ke sini!" Dengan sekuat tenaga, ia dorong perut Irfan—yang berdiri di depan pintu, mengusirnya sebelum Mbak Pika lihat. "Mbak Pika-nya umroh! Tidak bisa bertemu Mas Ipan. Huss sana!" dustanya.

"Ya Allah, masih nganggep Mas Ipan musuh nih? Udah hampir setahun lho," cebik Irfan. "Ayolah, baikan kita! Ntar Mas Ipan ajak beli geprek bensu dah. Tiap hari. Biar dapet undian umroh."

"Endak!" tolak Ganendra, masih berusaha mendorong perut Irfan.

Irfan berpegangan tepi pintu supaya tidak hilang keseimbangan. "Kok, endak sih? Iya aja, ngapa!" balas Irfan, nyablak. "Nen," panggilnya kemudian.

"Mas Enda, bukan Nenen!" koreksi Ganendra segera. Soalnya Mas Ipan suka iseng manggil Nenen. Kata dia, "lah 'kan nama lu Nendra, ribet kalau manggil Nendra, Nenen aja, enak kebayanginnya." Tapi kalau nggak ada Ibu Ochi.

"Ya udah, iya, Mas Enda," ralat Irfan, ngalah.

"Sana, Mas Ipan pulang! Dicariin mamanya tuh!" Ganendra mengedikkan dagu.

"Orang mamanya Mas Ipan udah meninggal. Ya kali nyariin," kekeh Irfan, terselip nada pilu dalam suaranya.

Sadar salah bicara, Ganendra langsung menghentikan aksi pengusirannya. Lalu ia dongakkan kepala—menatap cowok tanggung di depannya seraya berkata, "Maapin Mas Enda ya, Mas Ipan?" Irfan membungkukkan tubuh—mensejajari tinggi badan Ganendra. "Mas Enda tidak tahu."

"It's okay." Bibir Irfan menukikkan senyum tipis.

"Tapi Mbak Pika-nya jangan diajak pergi!" Sisi sensitifnya muncul lagi.

Mengulurkan tangan, Irfan usap pipi chubby calon sepupu iparnya. "Mas Ipan nggak akan ambil Mbak Pika dari Mas Enda kok." Ia gelengkan kepala seolah meyakinkan. "Mas Ipan ke sini karena mau antar Mbak Pika interview."

"Apa itu?" tanya Ganendra, mengerjap penasaran.

"Wawancara," jawab Irfan, sekenanya.

*Nunggu Mas Enda pulang saja," rengek Ganendra, bernegosiasi.

"Ya nggak bisa dong, Ganendra," sela Ochi, berjalan mendekat. Ganendra memutar pandangan, wajahnya terangkat. "Pagi ini Ganendra berangkat sama Ibu dulu ya?" Dan Ganendra tampak keberatan—terlihat dari ekspresi ragunya. Terlebih ketika Mbak Pika menampakkan diri dan bermaksud menghampiri Mas Ipan, cepat-cepat Ganendra menarik pergelangan tangan Mbak Pika. "Astaga!"

"Mbak Pika jangan dekat-dekat Mas Ipan," larang Ganendra, memeluk pinggang Fika, namun tatapan matanya tertuju pada Irfan. Disorotnya cowok itu dengan tajam.

Dan bukannya tersinggung, Irfan malah menjulurkan lidah.

Sejak Mbak Pika diambil Ibu untuk tinggal bersamanya, Ganendra lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Mbak Pika. Sebelum Mbak Pika kerja di stand minuman, Mbak Pika lah yang mengurus Ganendra—selama Ibu bekerja. Bahkan setelah Mbak Pika kerja pun, sepulang dari sekolah, Ganendra ikut Mbak Pika kerja—asal nggak gangguin mbak-mbak yang jaga di stand sebelah.

Tapi ada satu musuh terbesar Ganendra selama hampir satu tahun terakhir.

Mas Ipan.

"Fan, Tante titip Fika ya?" ujar Ochi.

FEELING BLUEWhere stories live. Discover now