|SW 89| Kita Nanti

Start from the beginning
                                    

"Udah selesai, tinggal nunggu wisuda aja. Kalau Anin, lah, harus kuliah lagi karena dia belum sidang koas. Ya, semoga apa pun itu pilihan dia bisa diterima dan dilancarkan aja," balas Kanaya membuat Rio ikut mengaminkan.

Kanaya yang telah selesai memberikan makan malam pada Rio pun menaruh mangkuk itu di atas meja. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci tangan, lalu kembali lagi untuk memberikan Rio minuman.

"Kamu makan dulu, gih. Aku pesan ayam geprek sama McD buat kamu, loh. Cepet makan sana," ucap Rio pada Kanaya yang bahkan belum makan.

"Nanti, deh. Aku mau tidur di sofa dulu," sahut Kanaya seraya membaringkan tubuhnya di sofa dan memainkan ponselnya.

Rio membiarkan Kanaya untuk berbaring diatas sofa. Ia tahu merawat orang yang sakit bukan perkara yang mudah. Ia yang masih sakit pun turut merasakan bagaimana bekerja di rumah sakit. Ia harus mencocokkan dan menerima brand yang masuk untuk seorang Arsa. Bisa dibilang kasus dan segala berita negatif atau pun positif sangat memberikan keuntungan bagi Arsa. Orang dimana-mana mah akan surut ketika terkena masalah, tapi Arsa berbeda dengan Artis yang lainnya.

"Boleh minta -----" Kata-kata itu terhenti sejenak. Dari ranjangnya, ia melihat jelas Kanaya tertidur pulas dengan ponsel yang masih berada dalam genggamannya. Merasa kasihan dan tak tega, Rio pun secara hati-hati turun dari tempat tidurnya, mulai berjalan satu langkah demi langkah untuk mendekati kekasihnya.

"Widih muka gue, nih," tutur Rio saat meraih ponsel Kanaya dan terkejut wallpaper Kanaya adalah fotonya. Ternyata Kanaya juga bucin.

"Dasar orang gengsian," ucap Rio seraya menaruh ponsel itu diatas meja, lalu memberikan bantal dan selimut pada tubuh Kanaya.

Rio duduk dihadapan Kanaya. Dengan tangan kiri yang tak terhalang oleh infus, ia memberikan usapan lembut di kepala Kanaya. Senyuman itu terus terbit, walau Kanaya tak akan melihatnya. Bahkan tanpa ragu Rio pun memberikan ciuman lembut di dahi kekasihnya.

"Gue kira Lo polos, ternyata, oh, ternyata!" seru seseorang dari arah belakang membuat Rio secara spontan menolehkan kepalanya.

Dari arah belakangnya, ia melihat jelas sahabatnya dan Anindya datang ke ruangannya. Bahkan Anindya tersenyum, membuat ia yang ingin memaki Arsa pun menahan kata-katanya.

"Jangan berisik. Kanaya baru tidur soalnya," pinta Rio seraya duduk di sofa yang lain membiarkan mereka juga duduk di sofa yang lainnya.

"Udah ngapain aja Lo ----"

"Ih, gak boleh kepo! Kamu gak boleh menyamakan gaya pacaran kak Rio sama gaya pacaran kamu sama Bianca, dong!" seru Anindya yang berhasil membuat Arsa kicep ditempatnya.

"Nah, betul sekali."

"Kak kok tapi bisa kakak sama Kanaya pacaran? Emang kakak nembak nya dimana? Terus udah berapa lama? Terus keluarganya tahu gak?"

Pertanyaan yang berbuntut dari Anindya membuat Arsa menoleh sinis pada istrinya. "Katanya gak boleh kepo, tapi ngasih pertanyaan banyak banget. Dasar cewek."

"Bukan kepo, tapi penasaran," sahut Anindya seraya mengisyaratkan suaminya untuk diam.

"Emang suami istri sama aja," lirih Rio saat melihat Anindya dan Arsa lama-lama memiliki sikap dan sifat yang sama.

Secret Wife| Ketika Menikah Tanpa Cinta Where stories live. Discover now