|SW 66| Malam Sendu

6.6K 363 1K
                                    

Halo besti, ketemu lagi dengan Arum di sini. Btw untuk teman-teman semuanya terima kasih sudah memberikan komentar di part sebelumnya. Terimakasih juga sudah spam komen. Jangan lupa untuk selalu komen setelah baca yang teman-teman agar author tetap semangat nulisnya.

Give me 1000 komentar guys. Jangan cuman next, tapi pendapat kalian juga tentang part kali ini disertakan ya. Maaf author banyak mau guys 😭💜

Follow akun Arum biar tidak tertinggal informasi guys👇
Wattpad/Instagram/YouTube
Username: Shtysetyongrm

Follow gratis kok, gak bayar 😭💜

××××××××××××××××××
Masih berharap menjadi satu-satunya? Walau telah ditampar oleh realita? Berharap pada manusia memang berujung menyakitkan, karena jika tidak sesuai harapan maka rasa sakit lah yang akan kita dapatkan.
|Anindya Saraswati Putri|

Happy Reading 💜

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Pintu lift terbuka sempurna, menyadarinya Anindya pun segera keluar. Perempuan itu terlihat terus menghapus air mata yang turun tanpa bisa dicegah. Hatinya sakit? Sangat. Bagaimana ia tidak mendapatkan luka jika Arsa yang ia anggap sebagai suaminya lebih memilih orang lain dibandingkan istrinya. Ia berjalan dengan gontai dan tanpa arah. Yang bisa ia lakukan adalah menjauh dari pencetus segala rasa sakitnya. Arsa tak akan mungkin mengikutinya jika ia pergi melalui lobi bukan basment apartemen mereka.

"Maaf," ucap Anindya saat tak sengaja menabrak bahu seorang wanita.

Anindya kembali melanjutkan perjalanannya. Ia keluar dari lobi apartemen dengan segala rasa sakit yang ia terima karena ulah Arsa. Hawa dingin yang begitu menusuk, suara kendara dan lampu kendaraan yang terus menyinarinya bahkan tak membuat Anindya goyah untuk melanjutkan langkah kakinya. Sedetik kemudian Anindya tampak berhenti tepat di sebuah trotoar jalan. Ia terlihat meraih ponselnya lalu menelepon seseorang yang akan membantunya.

"Halo. Kenapa dek?"

Ya, saat sambungan telepon menyala, Anindya menahan isakannya. Hanya dengan mendengar suara abangnya saja ia ingin menangis sejadi-jadinya. Namun karena tak ingin mencemaskan abangnya, Anindya pun menahan isakannya. 

"Dek? Kenapa? Kok diem?"

"Jemput Anin bisa gak? Di halte depan apartemen Citra," balas Anindya meminta sang Abang untuk menjemputnya.

"Otw. Tunggu, ya."

"Makasih, bang," balas Anindya kemudian mematikan sambungan teleponnya. Anindya tampak terduduk lesu di sebuah trotoar jalan, ia seolah tak sanggup melangkahkan kakinya ke depan karena rasa sakit yang amat sakit untuk ia rasakan. Anindya menutup mulutnya, ia menahan isakannya untuk lolos. Air matanya bahkan sudah menetes deras sekarang.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Secret Wife| Ketika Menikah Tanpa Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang