• Hali Mau Ikut Tidak?

474 82 4
                                    

Di mata Halilintar, si sulung dari tujuh bersaudara, akhir-akhir ini atensi empat adiknya full total dicurahkan pada si dua bungsu. Kata mereka, Duri dan Solar lagi lucu-lucunya. Padahal, perasaan mereka berdua ya begitu-begitu saja. Apa sih lucunya dua tuyul yang suka mengekori langkah Halilintar itu?

Halilintar yang diekori saja kesal bukan main ingin menjorokkan mereka berdua—untungnya si sulung masih cukup waras untuk tidak menuruti pikiran impulsifnya.

Tidak. Halilintar tidak cemburu. Mana mungkin Halilintar cemburu. Buat apa Halilintar cemburu. Kenapa pula Halilintar harus cemburu.

Ya kan?

"Solar lucu sekali," Taufan yang duduk di sebelahnya tiba-tiba membuka percakapan tapi tanpa mengalihkan pandangannya pada si sulung. Ia masih asyik meladeni Solar yang kesusahan memakan kue kering buatannya. Maklum, giginya baru tumbuh dua, kecil-kecil pula. "Lihat deh, Hali. Dia nggak bisa gigit cookies buatanku. Lucu, ya?"

Iris ruby Halilintar berputar malas. Ia mendengus setipis mungkin, malas nanti ditanyai Taufan kalau ketahuan moodnya sedang buruk.

"Hali mau ikut tidak?" Sekarang Taufan berdiri sambil menggendong Solar yang masih sibuk menjilati cookies. Bocah itu masih bingung menemukan cara memakan cookies dengan benar. "Aku mau bawa Solar ke Gempa, habis itu keluar ke minimarket. Tahu kan, besok kita ada kelas kerajinan bikin tas kertas?"

"Tahu," Halilintar menyahut pendek, tidak peduli pada Taufan yang kini menatapnya bingung banget. Tentu saja, si anak nomor dua langsung mengerti kalau sang kakak moodnya jelek. "Pergi sana. Pergi sama Duri, kek. Sama Solar, kek. Terserah."

Kernyitan di dahi Taufan makin kentara.

Si sulung ini kenapa, deh? Taufan kan mau ajak dia pergi, karena toh, kapan lagi mereka pergi berdua? Sudah jarang sekali, kalau Taufan ingat. Makanya, mumpung ada kesempatan, si anak nomor dua berbaik hati menawarkan pergi bareng pada Halilintar.

Eh, ini anak kenapa menjawabnya ketus sekali? Mana bawa-bawa dua bontot. Apa hubungannya Duri dan Solar dengan tugas kerajinan mereka besok?

"Hali, kau cemburu, ya?"

Si sulung langsung menoleh cepat dengan muka sewot pada Taufan. "Hah? Kamu ini bilang apa, sih?"

"Kamu. Cemburu." Eja Taufan sambil menekankan tiap kata yang ia ucapkan. Bibirnya membentuk seulas senyum usil. "Kamu cemburu ya sama Duri dan Solar?"

"Nggak. Lagian kenapa juga aku cemburu?"

Tuh, kan. Defensif sekali si sulung keras kepala ini.

"Akui saja," Taufan kembali duduk di samping Halilintar, kali ini sengaja mepet pada si sulung agar ia bisa menyenggol usil lengan Halilintar. "Soalnya, kami akhir-akhir ini main sama Duri dan Solar. Dan di antara kita semua, cuma kamu yang menjaga jarak sama si bontot dua ini. Utututuu, Kakak Halilintar juga ingin diajak main, ya?"

Halilintar bisa merasakan sudut-sudut wajahnya berkedut. Malu.

Taufan sendiri tertawa puas sampai Solar yang dalam gendongannya terguncang heboh.

Reaksi Halilintar benar-benar menyenangkan. Kapan lagi melihat si sulung yang selalu pasang wajah cool, tenang, dan bisa diandalkan, jadi merah pekat merona begini? Telinganya saja sampai ikut memerah. Halilintar ketika malu memang paling mantap untuk disaksikan Taufan.

"Oke oke," sang adik kembali berdiri setelah dirasa cukup baginya menertawakan Halilintar. Kalau ia tetap tertawa sedikit lebih lama, takutnya si sulung akan berang dan mencak-mencak tak karuan padanya. Malas kalau nanti ia harus kena jewer Tok Aba atau mendengar Gempa mengomel. "Aku akan pergi dengan Blaze atau Ice, kamu nggak usah khawatir—"

Taufan terdiam tidak melanjutkan ucapannya saat merasakan ada tarikan pelan dari ujung belakang bajunya. Takut-takut si anak nomor dua menengok perlahan pada apapun yang sedang memegang bajunya ini.

"Hali?"

"Aku—aku mau ikut pergi denganmu."

Terpujilah hati Taufan yang hari ini sedang  baik dan penyayang ini. Ia cuma mengulum senyum simpul melihat Halilintar yang bagai menyerahkan seluruh egonya cuma demi menahan Taufan pergi tanpanya.

Satu tangan dikuatkan untuk menggendong Solar, maka satu tangan yang bebas digunakan untuk menggenggam tangan Halilintar yang hangat itu.

"Yuk, Kak Hali."

Rupa Tujuh SemestaWhere stories live. Discover now