• Mirip

546 78 0
                                    

Halilintar tidak mengerti, mengapa adik sepupunya yang satu ini tampak sedang memasang tembok tinggi-tinggi padanya. Duduk berhadapan seperti ini justru makin menampakkan bahwa si sepupu sedang mode jangan-bicara-padaku-khusus-kak-Halilintar.

Aneh.

Padahal seingat Halilintar, sepupunya yang ini dulu suka sekali mengekorinya kemana-mana. Ia bahkan sempat kewalahan karena harus menjaga tiga anak kecil, si kembar Duri-Solar dan satu adik sepupunya ini. Makanya, aneh sekali menurut Halilintar kalau anak ini tiba-tiba sebegitunya menjaga jarak dengan dia. Apalagi wajahnya dibuat sok-sok cuek seolah menganggap eksistensi Halilintar yang sedang membaca komik di hadapannya itu tidak tampak. Ini Halilintar sedang dibenci secara terang-terangan atau bagaimana, sih?

"Supra," panggilan Halilintar tidak mendapat jawaban. Hanya lirikan dari ekor mata yang terlapis kacamata disuguhkan oleh Supra, "kau ini sedang benci padaku atau apa? Kayaknya, akhir-akhir ini sering sekali menatapku menyerong."

Supra mendadak kelabakan dikonfrontasi begitu, sebelum akhirnya dia berusaha menguasai diri lagi dan memasang sikap cool kembali. Ia sedikit tidak mengira langsung dituduh begitu. Karena pikirnya, ia selama ini tidak melakukan hal-hal yang berlebihan kok dalam menghindari Halilintar.

Di sisi lain, Halilintar menyeringai kecil. Puas dengan hasil konfrontasinya pada sang sepupu. Kena kau.

"Tidak, tuh. Perasaan Kak Hali saja mungkin," Supra mengedikkan bahunya dan melarikan pandangannya pada arah mana pun selain Halilintar yang menatapnya kesal.

"Kau makin kurang ajar, ya—"

"Kak Haliii, Duri mau pergi dulu dengan Supra!" Suara Duri memecahkan ketegangan di antara Supra dan Halilintar—mereka sudah saling melempar tatapan tajam. Duri muncul dari taman belakang dan segera memeluk salah satu pemuda yang sedang perang dingin tersebut. "Solar, kak Gempa, dan kak Blaze masih mengurus taman belakang, nanti Duri susul—LOH, KAK HALI ADA DUA?!"

Halilintar menghela napas kesal, "Aku Halilintar," lalu menunjuk Supra yang tengah dipeluk Duri sambil mendecih pelan, "yang itu Supra. Kau lupa dengan kakakmu sendiri atau bagaimana sih, Duri?"

Yang berkaus hijau melepas pelukan lalu tertawa kencang. Duri bahkan makin tertawa saat Halilintar dan Supra bersamaan menatapnya kesal.

"Kalian mirip sekali, aduh," Duri memegang perutnya yang sakit akibat tertawa, ia juga menyeka air mata yang muncul di ujung matanya, "padahal, Supra berdandan sedemikian rupa biar mirip Solar. Kacau. Dia malah mirip dengan kak Hali!"

Halilintar tercenung.

Oh, pantas saja dia sejak tadi merasa ada familiar yang ganjil pada sepupunya ini. Ia bolak-balik menyergah pemikiran itu, karena yang paling penting buat Halilintar saat ini adalah melakukan konfrontasi pada Supra.

"Ck, aku masih jauh lebih tampan ketimbang Supra, jangan bercanda deh, Duri."

"Enak saja. Aku jelas lebih tampan daripada kakak yang suka menggerutu ini."

Duri makin tertawa kencang. Ia buru-buru menggandeng Supra dan membawanya keluar, sebelum ia mati berdiri kebanyakan tertawa melihat kelakuan kakak dan sepupunya ini.

"Sudah deh, kalian sama-sama tampan biar adil. Tuh, aku barusan mengirim foto kalian yang mirip sekali ini ke grup keluarga besar, nanti dilihat ya! Kalian keren banget, kok, saling bersungut-sungut begitu."

Rupa Tujuh SemestaWhere stories live. Discover now