🌱 End

145 6 12
                                    

"Kamu di sini, aku mau jemput Tian," ucap seorang pria kepada istrinya yang kini berada di sebuah barak pengungsian.

"Mas, apa kamu bakal cari Krisna?" Prita menatap suaminya penuh harap.

Terlihat ada pertentangan di mata Yudha, sebelum akhirnya memilih beranjak dari pada harus menjawab pertanyaan istrinya.

"Kalau kamu nggak mau cari, biar aku yang cari!" Prita kembali bersuara sembari menggerakkan kursi rodanya.

"Ingat kondisi kamu, Prita!" ujar Yudha.

"Dia anakku! Apa aku harus tetap diam di kondisi kayak gini?!" pekik Prita.

Pria itu membuang napas panjang dan menganggukkan kepalanya. "Oke aku cari. Tapi kamu tetap di sini! Jangan kemana-mana. Ngerti?"

Prita mengangguk dan menggenggam erat tangan Yudha. "Tolong bawa Krisna ke sini ya?"

Yudha mengangguk dan mencium kening Prita sebelum beranjak.

🌱

Gempa dengan kekuatan 8,5 magnitude yang terjadi satu jam lalu, berhasil meratakan gedung SMA Merpati. Semua orang yang masih berada di lapangan dengan kondisi selamat. Namun ada beberapa murid yang menghilang.

"Mas, Pipit kemana? Kenapa dia dari tadi nggak ada di sini?!" Kukila semakin resah dengan matanya yang terus menjelajahi setiap sudut lapangan.

"Jangan khawatir, Pipit baik-baik aja!" Jalu mengusap punggung Kukila dan membawanya ke dalam dekapan.

"Apin, kamu nggak apa-apa, Nak?" Marco mengusap wajah Apin yang masih terlihat ketakutan.

"Papa ... temen-temen Apin masih di sana!" Apin terisak sembari menunjuk puing-puing bangunan yang berserakan.

Marco mengikuti arah pandang Apin. Di mana hanya ada beberapa petugas dengan berbagai alat untuk mencari korban reruntuhan.

Karena kondisi masih tak memungkin untuk keluar dari lapangan, mereka harus menunggu instruksi dari petugas.

Di tempat lain tepatnya di koridor kelas, tumpukan material terlihat bergerak dari dalam dan munculah Pipit dengan kondisi tubuhnya yang penuh luka, bahkan seragam putih yang dikenakan nampak bercampur darah dan debu.

"Kenapa jadi begini?" gumamnya saat melihat kondisi di sekitarnya.

5 menit berdiam diri di tengah tubuhnya yang terasa begitu sakit, Pipit menoleh ke arah sekitar.

"Atlan! Yan!"

Sembari mencengkram kepalanya yang sakit luar biasa, Pipit mengais tumpukan material di mana dirinya teringat bahwa teman-temannya ikut tertimbun bangunan.

Wajahnya yang terlihat kacau dengan air mata mulai mengalir, Pipit memanggil mereka dengan suara parau.

"Pian, lo di mana?! Atlan!" Tangan Pipit beralih mencengkram dadanya yang terasa sesak karena tak sengaja menghirup debu. "Krisna! Fairy!"

Pipit terus mengais, diiringi tangisan pilu. Ia berharap rasa takut ini adalah sebuah mimpi. Namun di saat ia memindahkan pecahan plafon, sebuah tangan dipenuhi luka teronggok di tengah puing-puing. Hal itu membuat Pipit semakin cepat untuk membongkar tumpukan tersebut.

"Krisna!" Pipit memekik setelah berhasil menemukan Krisna yang sudah tidak sadarkan diri.

Wajah Krisna penuh dengan luka, tapi terlihat ada guratan senyum di bibirnya.

"Krisna, bangun! Na!" Pipit menepuk pipi Krisna dengan pelan, berharap sahabatnya itu bangun.

Hingga perasaan kalut hinggap di benak Pipit saat tangannya menyentuh wajah Krisna yang terasa dingin.

Steal HimOnde histórias criam vida. Descubra agora