🌱 22

126 7 13
                                    

"Sudah pulang saja! Kami tidak menerima tamu yang tidak tahu sopan santun!"

Seorang pria berseragam hitam, segera menutup gerbang yang berada di samping posnya, agar gadis di luar sana tak bisa masuk ke dalam mansion yang mereka jaga.

"Nggak tahu sopan santun lo bilang? Terus apa bedanya sama lo sekarang?!"

"Jangan bikin keributan di sini! Nyonya Stella tidak kenal sama kamu!"

Mendengar kegaduhan di luar sana, membuat Atlan yang telah menaiki motornya dari dalam garasi langsung menjalankan kendaraannya.

"Suaranya seperti kenal," gumam Atlan.

Setelah tiba di dekat pos, cowok itu turun dari motor sportnya dan berlari mendekati gerbang.

"Fairy?"

Mendengar namanya dipanggil oleh seseorang dari balik gerbang, membuat gadis itu berhenti memaki penjaga tersebut.

"Atan!" Fairy melambaikan tangannya begitu semangat saat orang yang ia cari kini bertemu dengannya. "Atan keluar yuk! Putri berkuda lumping datang menjemputmu!"

Demi apapun, ingin sekali Atlan menyumpal telinganya saat ini. Fairy benar-benar berisik dan tidak tahu malu.

Terlihat di dalam gerbang sana, Atlan tengah berbicara pada dua satpam tersebut dan tak lama kemudian pintu gerbang itu terbuka.

"Atan! Lo kenapa? Kata si Apinokio, lo sakit! Emang sakit apa?!" ujar Fairy heboh saat Atlan telah menghentikan mesin motornya tepat di depannya.

Sedangkan Atlan kini terlihat mengorek telinganya karena merasa penging.

"Udah ngomongnya?" sahut Atlan terdengar dingin, membuat Fairy tertegun. "Mau gue sakit atau enggak itu bukan urusan lo, Fai!"

Mendengarnya membuat Fairy praktis melongo. Kini giliran tangannya yang bergerak untuk mengorek telinganya, untuk memastikan bahwa ia tak salah dengar.

"Ini benaran lo, Tan?!" Kedua tangan Fairy spontan menepuk pipi Atlan secara bergantian.

Sedangkan Atlan yang merasa risih segera melepaskan tangan Fairy dari pipinya.

"Ya lo kira gue siapa, Anjir!"

"Heh! Siapa yang ngajarin lo ngomong gini?" sentak Fairy membuat Atlan praktis mengulum bibirnya. Gadis itu kembali meraih pipi Atlan dan mencubitnya hingga membuat cowok itu meringis sakit. "Jangan bilang lo kesurupan lagi!"

Mendengar ucapan Fairy yang semakin ngelantur, membuat Atlan segera menjauhkan tangan tersebut. "Udah ah! Lo bikin gue telat ta-ta-tahu, nggak?!"

Atlan segera menghidupkan mesin motornya kembali, sebelum gadis itu membuatnya semakin pusing dengan pertanyaan konyolnya.

"Loh, loh, loh! Atan! Mau kemana?!" teriak Fairy saat motor Atlan beranjak pergi meninggalkannya. Gadis itu buru-buru menaiki sepedanya untuk mengejar cowok itu. "Fix sih ini, Atlan kesurupan lagi!"

Saat gadis itu hendak mengayuh sepedanya, tiba-tiba Apin datang bersama motor maticnya dan menatapnya dengan heran.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Apin mengekerutkan dahinya saat menatap wajah Fairy yang begitu gelisah.

"Temen lo dalam bahaya!" ujar Fairy sembari menunjuk motor Atlan yang semakin menjauh.

Hal itu membuat Apin langsung menoleh ke belakang.

"Atan? Dia kenapa?" tanya Apin bingung.

Gadis itu praktis berdecak lidah, "Atlan kesurupan! Lo tahu? Dia nggak ngomong formal lagi! Pakaiannya bad boy parah men! Gue takut kalau dia kesurupan setan bar-bar!"

Mendengarnya membuat kedua mata Apin terbelalak. "Serius lo?! Bentar, gue kejar dia dulu!"

Apin segera memutar balik motornya dan melaju mengejar Atlan yang sudah menjauh dari wilayah mansion.

"Ah tuh anak, kumat lagi! Diomelin bunda mampus lo, Tan!" dumel Apin sembari celingukan mencari keberadaan Atlan, di jalan yang cukup ramai oleh pengendara lain.

Sedangkan di belakang sana, Fairy menatap punggung Apin yang mulai menjauh. Gadis itu berharap cowok itu segera membawa pulang Atlan yang ia pikir sedang kesurupan.

🌱

Di dalam rumah yang begitu sederhana. Terlihat Pian dengan hati-hati, menggendong seorang wanita tua yang tak lain adalah neneknya, menuju ke kamar mandi.

Sudah menjadi kegiatan rutinnya ketika pulang dari sekolah, cowok itu akan memandikan sang nenek sebelum mereka makan bersama.

"Maafin Nenek ya, Pian ... Nenek udah nggak bisa apa-apa," ucap nenek Sekar seperti biasa saat Pian memandikannya.

Mendengarnya membuat Pian kembali tersenyum sembari mengguyur tubuh sang nenek dengan air hangat. "Dulu waktu Pian masih bayi, 'kan nenek yang mandiin. Sekarang gantian."

"Anak baik," ucap Nenek Sekar sembari menepuk pelan tangan cucunya.

"Nek, pejamin mata bentar ya ... Pian mau bersihin wajahnya, biar makin cantik!"

Wanita itu lantas memejamkan matanya dan merasakan usapan lembut di wajahnya.

Pian begitu telaten memandikannya, hingga wanita itu bisa merasakan tubuhnya begitu bersih dan segar. Tak lama, cowok itu telah selesai dengan kegiatannya dan menggendong tubuh ringkih tersebut menuju kamar.

"Sudah kamu makan saja, biar nenek sisir rambut sendiri," ucap sang nenek yang merasa cucunya sebenarnya telah lapar dan ingin makan.

"Yaudah kalau gitu, Pian ijin makan dulu ya, Nek. Nanti Pian bawain makanan ke sini buat Nenek," ucap Pian sebelum dirinya beranjak meninggalkan wanita itu.

"Pian!"

Belum tiba di ambang pintu. Suara bariton dari ruang utama membuatnya tercekat, bahkan jantungnya kini berpacu begitu cepat.

"Pian! Kemana kamu, anak sialan!" teriak seorang pria sembari membawa botol minuman keras.

Sang nenek yang mendengar terlihat bingung. Melihatnya, membuat Pian segera menutup pintu kamar sang nenek dan beranjak menghampiri pria itu.

"Pian!"

"I-Iya, Ayah ... ada ap--"

Bugh!

Hantaman keras di pipinya, membuat Pian tak dapat menyeimbangkan tubuhnya, hingga terpentok meja di sampingnya.

"Dipanggil dari tadi, lama banget keluarnya! Dasar nggak punya sopan!" bentak pria itu lalu menendang perut Pian hingga cowok itu terjatuh di lantai.

"Ma-Maaf Ayah ... aku tadi habis nganterin nenek ke kamar," ucap Pian sembari menundukkan kepalanya.

Kedatangan Andreas selalu menjadi ketakutan untuk Pian sendiri. Pria itu selalu melampiaskan kemarahannya dari luar sana untuk putranya.

"Sakit?! Lemah! Dasar anak nggak berguna! Anak pembawa sial! Gara-gara ngelahirin kamu, Devi pergi ninggalin aku!" ujar Andreas dan kembali menendang tubuh Pian.

"Maaf Ayah ... maaf." Hanya itu kalimat yang bisa Pian ucapkan meskipun itu bukan kesalahannya.

Satu hal yang bisa Pian syukuri adalah, botol kaca yang dibawa Andreas tak menyentuh kepalanya. Pian berusaha menahan rasa sakit yang menjalar. Dalam diam, ia memohon agar dirinya selalu kuat saat ayahnya melakukan kekerasan untuknya.

Pian masih ingin hidup untuk neneknya.

"Kalau Devi nggak ngelahirin kamu. Pasti dia nggak akan pergi, Sialan!" maki Andreas sembari menunjuk wajah Pian.

Satu pukulan kembali melayang dan membuat lubang hidung cowok itu berhasil mengeluarkan darah segar.

Sakit. Rasanya Pian ingin berteriak. Namun ia memilih bungkam karena Andreas paling benci dengan tangisan.

Pian hanya berharap emosi ayahnya mereda dan kembali meninggalkannya seperti biasa.

"Mati aja kamu!" bentak Andreas lalu meludahi wajah putranya sebelum kembali pergi beranjak dari rumah tersebut.

Tbc.

Steal HimWhere stories live. Discover now