Nanggung, Lahya meneguk air setengah botol lalu berdiri cepat ingin mencari kalung dari ibunya. Kalung itu tidak boleh hilang. Sepuluh tahun Gus polisi menjaga kalungnya tetap aman, lalu kalungnya hilang begitu saja saat baru satu minggu lebih ia pakai?

"Lahya!" panggil Rama ditinggal pergi Lahya.

"Mau cari kalung dari ibu!" balas Lahya sudah jauh.

"Aku ikut Ya. Kak aku pergi sama Lahya dulu?!" pamit Anggi mengejar Lahya yang sudah naik tangga untuk ke lantai 3 kelas 12.

Lahya berlari secepat ia bisa. Sebelum masuk kelas, ia mengecek terlebih dahulu bahwa teman kelasnya sedang berada di ruang seni di jam pelajaran Seni dan Kebudayan. Kelas kosong, dengan cepat Lahya masuk dan mengecek laci mejanya.

Lahya merogoh lacinya sampai sudut-sudut meja. Ia mengeluarkan semua buku-buku miliknya dari laci. Tidak ada. Hasilnya nihil.

"Ada?"

Lahya menggeleng, matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis. "Gak ada Nggi. Gimana dong? Itu kalung dari almarhumah ibu. Baru balik minggu lalu, masa iya hilang lagi?"

"Tenang dulu. Coba cek di bawah meja."

Lahya menuruti Anggi. Ia bersimpuh mencari di bawah meja. Siapa tau saja jatuh seperti dugaan Anggi.

"Lagi cari apa?"

Dagh!

Begitu nyaring kepala Lahya terbentur ke atas meja. Ia langsung membekap kepalanya yang sakit setengah mati. Pasti ini yang dirasakan Rama saat terkena lemparan sepatunya.

Bukannya ditolong Anggi malah tertawa. Sampai siswa pindahan yang terkenal badung itu malah heran melihat keduanya. Yang satu menahan sakit kepala karena terbentur meja, yang satu malah manahan sakit perut karena tertawa.

"Malik!" rintih Lahya melihat Gus polisi menatapnya kasihannya, tapi tak bisa menolong.

"Sakit?" tanya Alif berjongkok memastikan Lahya tidak pingsan akibat benturan tadi.

"Banget. Ngapain ditanya lagi?"

"Kamu yang tidak hati-hati. Lain kali hati-hati. Kamu cariin apa?"

Lahya berdiri keluar dari bawah meja. Kepala masih berdenyut hebat. Tak henti-hentinya ia mengusap bekas benturan meja di kepalanya. Karma berbalik padanya.

"Kalung dari ibu hilang. Lahya udah cari di laci tapi gak ada," jelas Lahya sedih.

"Kalungnya sengaja kamu lepas?" tanya Alif menggantikan Lahya mencari kalung tersebut di laci meja Lahya.

"Lahya gak pernah lepas kalungnya. Apa kalungnya putus, terus jatuh, ya?"

Anggi yang melihat hal itu malah senyum-senyum sendiri, lalu menyenggol ringan lengan Lahya. Ia menggoda temannya yang mendapat perhatian dari siswa baru di sekolah mereka.

"Apa sih?" resah Lahya.

"Di laci tidak ada. Sudah coba cari di tempat lain?" tanya Alif merapikan kembali buku Lahya yang tercecer di atas meja.

"Belum."

"Coba cari lagi atau coba kamu hubungi bapak atau Gian. Siapa tau jatuh dirumah," saran Alif membuat Anggi memicingkan matanya curiga.

Alif duduk di kursinya. Ia melihat Lahya masih saja panik keluar dari kelas. Setelah memastikan anak gadis itu keluar bersama temannya barulah Alif menunduk tertawa gemas dengan tingkah Lahya. Berulang kali ia istrigfar untuk meredam tawanya, tapi gagal.

"Malik?!"

Alif berdehem cepat. "Hm, pripun?" tanya Alif menaikkan kedua alisnya.

"Ngetawain Lahya, ya?" tanya Lahya diambang pintu kelas.

ALIFWhere stories live. Discover now