35. Cinta Parama?

85.3K 6.3K 1K
                                    

Mari untuk melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis.

Mari untuk melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sudah hampir satu jam Lahya hanya berani duduk di samping bapaknya yang berbaring menonton televisi. Berbagai cara Lahya lakukan untuk menarik perhatian bapaknya ini. Sudah mencolek-colek lengannya, bertanya ini dan itu, mengadu jika Gian menjahilinya. Tetapi tetap saja bapaknya seperti cuek bebek.

"Pak?"

"Opo meneh?" - Apa lagi?

"Jawabanya kok, gitu? Bapak marah karena Lahya gantung lamarannya Gus Alif, ya?" tanya Lahya dengan ragu.

Pak Yasin tidak menjawab malah memukulkan remot televisi ke pahanya. Sementara Lahya cemberut melihat bapaknya sibuk dengan remot televisi yang sudah habis baterai itu. Remot yang tidak mau mengganti saluran televisi pun jadi bahan pelampiasan bapak.

"Itu baterainya habis Pak," ucap Lahya turun dari dipan lalu mengambil baterai baru yang ada di laci meja televisi.

"Bapak tidak marah loh, ya? Bapak cuma kesel sama remotnya," alibi Pak Yasin masih menggetokkan remot tersebut ke pahanya.

Lahya mengulurkan tangannya meminta remot. "Sini remotnya, biar Lahya ganti baterainya."

"Bapak baru ganti kemarin. Memang remotnya yang rusak," kesal Pak Yasin beralih memukulkan remot ke tangannya sendiri.

"Batu baterainya masih utuh di laci. Memangnya Lahya gak tau? Bapak marah, kan, sama Lahya, tapi gak berani bilang? Makanya diemin Lahya dari tadi," oceh Lahya sedih mengambil paksa remot dari tangan bapaknya.

"Bapak gak marah. Gak, gak marah beneran," jawab Pak Yasin memperhatikan remot yang tengah diganti baterainya oleh sang anak.

"Terus kenapa Bapak jadi irit bicara?"

"Loh-, heit-heit jangan nangis! Cup-cup!" panik pak Yasin melihat Lahya sudah menitikkan air mata.

"Hayoloh Mas!" kata Gian yang sedari tadi hanya diam bermain game.

"Loh, kamu itu malah mau bikin tambah nangis," kesal Pak Yasin cepat-cepat berdiri ingin menenangkan anaknya. Ia membekap wajah Lahya dengan sarung berniat untuk menghapus air matanya.

"Sarung Bapak bau!" ujar Lahya semakin nangis kejer menyingkirkan sarung bapaknya dari wajah.

Disaat Lahya nangis kejer, disitulah Gian tertawa terbahak-bahak. Bisa-bisanya anak itu melawak disaat menangis seperti itu.

Pak Yasin mencium sarungnya sendiri. "Loh, moso tah? Ya sudah, cup-cup. Ini yang katanya udah mau nikah, malah masih kayak anak kecil. Gimana toh?"

"Lahya gak bisa didiemin Bapak!"

"Nggak, yang diemin siapa? Orang bapak asik nonton tipi," sanggah pak Yasin mengusap air mata Lahya dengan tangannya.

"Beneran gak marah, kan?"

ALIFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang