20. Kalung Anak Kecil

92.1K 6.5K 151
                                    

Assalamu'alaikum para readers. Terima kasih atas dukungannya untuk cerita Gus Polisi kalian ini. Lewat vote atau komenan kalian bener-bener buat Gus Polisi semangat untuk beri kejutan setiap chapternya.

Buat yang setia nungguin update-an mba author, ini adalah chapter terpanjang untuk kalian sebagai hadiah kesabarannya. Mari jadikan vote dan komen kalian sebagai bentuk apresiasi kalian ke mba author biar semangat nuangin ide-ide baru.

So.....

So

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Malik coba sini sebentar!" panggil seorang guru perempuan memanggil Alif yang berada dalam ruang basket SMA Tunas Bangsa.

Alif yang tadinya berkacak pinggang di pinggir garis lapangan, kini berlari kecil menghampiri guru itu. "Ada apa Bu?"

"Kamu pasti dihukum pak Mahmud lari dua puluh kali keliling lapangan basket karena terlambat," ujar guru BK menggeleng prihatin melihat seragam Alif yang sudah basah kuyup oleh keringatnya sendiri.

"Kamu sekarang ke BK cari meja yang ada tulisan nama saya diatasnya, Herwina. Tadi pak Mahmud menitip surat peringatan untuk kamu di meja saya."

Alif mengangguk mengerti. "Tapi, Bu?"

"Kenapa Malik?" tanya guru BK itu tampak terburu-buru ingin pergi dari ruang basket.

"Ruang BK di mana?" tanya Alif mengulur waktu guru bernama Herwina ini. Setidaknya Alif bisa sedikit membaca gerak-gerik guru BK yang sudah ia perhatikan sejak masuk di SMA ini.

"Ada di lantai dua, bersebarangan dengan kelas dua belas jurusan IPA. Sudah tidak ada lagi, kan?"

"Hanya surat peringatan saja, kan , Bu?" tanya Alif dengan embel-embel Ibu. Padahal dari segi umur, jelas Alif lebih tua dari guru muda ini.

Bu Wina mengangguk curiga. "Kamu berharap dikeluarkan lagi seperti di sekolah-sekolah lama kamu?"

"Tidak, Bu." Alif tersenyum dan menggaruk kepalanya.

"Ya sudah. Saya tidak punya waktu untuk konseling sekarang, karena sebentar lagi anak kelas duabelasnya ada foto untuk ijazah SMA mereka. Saya diberi tugas untuk bertanggung jawab, jadi saya pergi dulu," tutur guru BK itu mengakhiri obrolannya dengan Alif.

"Iya, Bu!" Alif sedikit membungkukkan tubuhnya saat guru muda itu berjalan keluar ruang basket.

Alif mendongakkan kepalanya, kecapean. Saran Lahya berjalan sesuai dengan keinginannya, tapi tidak setara dengan hukuman yang ia dapat dari guru bernama pak Mahmud. Guru berkumis tebal itu menghukum Alif berlari keliling lapangan dua puluh putaran dan menyuruh Alif menghitung garis lapangan basket dalam ruangan ini dengan jengkal tangannya.

"Malik?" panggil guru BK itu mengejutkan Alif.

"Iya Bu?"

Alif memperhatikan bagaimana cara jalan guru BK itu masuk kembali ke ruang basket. Ia bahkan memperhatikan sepatu heelsnya yang berbunyi saat berjalan mendekat.

ALIFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang