01. Kesaksian

186K 8.4K 43
                                    

Haafiz Alif Faezan, dinyatakan tidak bersalah, ia hanya sebagai saksi mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haafiz Alif Faezan, dinyatakan tidak bersalah, ia hanya sebagai saksi mata. Setelah dimintai keterangan atas kesaksinya, akhirnya ia diperbolehkan untuk pulang bersama Fathur. Yang dijemput oleh Pak Kiai dan Bu Nyai atau orang tua Alif sebagai Wali mereka.

Meski dinyatakan tidak bersalah, tapi saat pulang ke pondok ia dimarahi habis-habisan oleh Abahnya. Seluruh santri yang pergi ke pasar malam kala itu mendapat hukuman, Alif pun demikian.

Alif harus menyetor hafalan dua lembar sehari, berbeda dari hari-hari lalu hanya satu lembar. Jam pelajaran para Santri dinaikkan sampai jam 11 malam dan hal ini yang membuat para santri saat datang waktu subuh sering mengalami keterlambatan ke mesjid pondok.

Semua peraturan yang dikeluarkan Abahnya untuk kebaikan mereka semua. Abahnya juga tidak sepenuhnya menyalahkan Alif atas kejadian pergi ke pasar malam saat itu. Abahnya, bahkan berkata jika perginya Alif diam-diam ke pasar malam ada hikmahnya untuk jadi penolong gadis kecil itu.

Karena Abah Alif memiliki rasa simpati tinggi kepada gadis kecil yang ditolong anaknya, akhirnya mereka bertiga bersama ummi pergi ke rumah sakit tempat di mana gadis kecil itu dirawat. Sayangnya kunjungan mereka tidak ada artinya saat perawat mengatakan bahwa gadis kecil itu masih trauma pasca kejadian.

Gadis kecil itu tidak mau bertemu dengan siapa pun terutama laki-laki. Bahkan, Alif kasihan kepada bapak gadis itu yang menunggu siang-malam di luar kamar inap.

Tak menyerah sampai disitu, beberapa hari kemudian Alif datang kembali ke rumah sakit bersama Fathur sepulang sekolah. Tak banyak yang bisa dilakukan olehnya, kecuali mengintip gadis itu dari luar jendela kamar dengan menaiki kursi.

Luka lebam di wajah gadis kecil itu mulai mengecil, dan memperlihatkan kulit putih pucat gadis itu. Setelah puas barulah ia memilih mengobrol dengan bapak gadis itu. Obrolan mereka tidak jauh, pasti hanya seputar hutang budi dan gadis kecil itu.

Berminggu-minggu, Alif bolak-balik ke rumah sakit untuk menilik gadis kecil itu. Besar harapannya bisa bertemu langsung dan bermain dengannya. Namun, besar dan banyak pula penolakan yang diterimanya dari gadis itu.

Alif hanya bisa menyapa dengan melambaikan tangan dari jendela kaca. Sedangkan, gadis kecil itu terduduk di atas bangsal menatapnya takut-takut. Akan tetapi, lama kelamaan gadis itu akhirnya tertarik dengan tingkah lucu Alif yang menghibur kesendiriannya.

Sampai tiba akhirnya, Alif datang ke rumah sakit untuk kembali menyapa gadis kecil itu meski lewat kaca. Tapi, sayang seribu sayang gadis kecil itu ternyata sudah diperbolehkan pulang.

Sejak saat itu Alif sudah tidak lagi mendengar kabar dari gadis kecil itu. Potongan kertas koran yang berisi berita pelecehan gadis kecil itu masih disimpannya untuk mencari infromasi keberadaan gadis kecil itu, tetapi tak kunjung membawakan hasil.

"Udahlah, Bro. Masih aja lo liat kalung tak berpemilik itu," tegur Fathur menggeleng heran.

Menatap kalung gadis kecil itu mengingatkan Alif pada kejadian sepuluh tahun silam. Banyak pertanyaan di kepalanya, 'kenapa bapak gadis kecil itu pulang tanpa memberi tahunya?', 'apa saat pulang, trauma gadis kecil sudah mulai membaik?'

ALIFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang