• Angkuhnya Solar

1.4K 137 7
                                    

Solar terduduk pasrah. Ia mulai merutuki semua keangkuhannya yang menyebabkan semua hal buruk ini terjadi. Andaikan ia mau berendah hati barang sedikit saja, saat ini mungkin ia tidak tengah menyesali nasibnya. Tapi sayang, ia lebih mementingkan egonya dan menyingkirkan orang-orang di sekitarnya. Berlagak macam pahlawan. Berlagak seolah ia adalah yang paling bisa diandalkan. Berlagak seolah ia adalah harapan satu-satunya mereka semua.

Ia lupa menyadari. Setiap entitas memiliki celahnya masing-masing. Tidak sempurna. Tidak utuh bulat seperti bola.

Nasi telah menjadi bubur. Tepung telah menjadi bakwan. Hanya Solar seorang diri kini menyesali lisannya yang telah membawa petaka itu.

"Kak, maaf, Solar menyerah," ujarnya sembari menyeka basah pada rupa rupawannya. Kacamata yang biasa bertengger di hidungnya telah ia lepas sebab tidak membantu menjernihkan pandangnya sama sekali.

Solar tidak berdaya.

"Sudah minggir sana!" Sebuah handuk kering halus melingkupi tubuhnya yang basah kuyup, "sudah kubilang, kau ini tidak bisa betulkan pipa ledeng. Masih saja ngeyel, heran."

"Kak Hali, Solar minta maaf,"

"Iya iya, sudah sana cepat ganti baju. Awas saja sampai masuk angin. Siapa suruh nekat utak-atik ledeng bocor, padahal Gempa sudah melarang. Heran. Punya bungsu kok ngotot sekali."

Rupa Tujuh SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang