|SW 74| Datang Lalu Pergi

Magsimula sa umpisa
                                    

Arsa terhenti di hadapan pelayat yang menatapnya. Kakinya tak sanggup melangkah lagi, matanya menatap lurus ke depan dimana jenazah Angga sudah tertutup oleh kain jarik sebagai pakaiannya. Arsa terlihat melemas seketika, ia duduk di hadapan Angga, namun terkesan menjaga jarak karena rasa bersalahnya. Arsa terlihat memukul-mukul dirinya sendiri beberapa kali menggunakan tangannya karena merasa bodoh tak mengindahkan kata-kata Rio yang meminta dirinya untuk pulang ke Jakarta.

"Tega Lo, Ga!" lirih Arsa dengan tatapan lurus lalu menghapus air matanya berulangkali, namun air matanya tak kunjung berhenti juga

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

"Tega Lo, Ga!" lirih Arsa dengan tatapan lurus lalu menghapus air matanya berulangkali, namun air matanya tak kunjung berhenti juga. Sepanjang perjalanan menuju ke Jakarta, Arsa terus memaki dirinya sendiri. Ia merasa bersalah karena tak menemani Angga disaat Angga membutuhkan dirinya. Bahkan mata Arsa tak bisa menyembunyikan semuanya. Mata itu terlihat bengkak seolah sudah lama menangis karena kepergian Angga.

Farel merasa tak tega. Ia terlihat menghampiri adik iparnya, lalu memeluk Arsa yang bahkan menangis dihadapan jenazah kakaknya. Ia tahu bagaimana Arsa merasa kehilangan atas kepergian Angga. Bahkan yang ia ketahui hubungan mereka yang tak baik-baik saja membuat rasa penyesalan Arsa semakin dalam karena tak bisa mendengar kata-kata terakhir dari kakaknya.

Arsa terlihat melepaskan pelukan Farel. Ia berjalan mendekati jenazah Angga yang tampak kaku dan dingin, membuka jarik yang menutupi wajahnya, lalu mencium wajah sang kakak berkali-kali seraya menahan air matanya. Ya, Arsa mengikuti saran semua orang untuk tak meneteskan air mata di jenazah Angga. Bahkan setelah mencium wajah Angga berkali-kali, Arsa terlihat memeluk kakaknya. Saat itu lah Arsa tak lagi bisa menahan air matanya. Ia mengubah posisinya menjadi bersujud dan menutupi wajahnya.

"Maafin gue kak," lirih Arsa seraya menangis di hadapan jenazah kakaknya. "Maafin gue. Maafin gue. Kenapa Lo tega ninggalin gue? Maaf karena gue gak bisa hadir disaat Lo butuh gue. Maafin gue."

Hanya maaf yang bisa Arsa utarakan dihadapan Angga yang bahkan tak lagi bisa memberikan sebuah jawaban. Arsa menangis sejadi-jadinya membuat Vera yang melihat anaknya rapuh tampak memeluknya. Posisi Arsa tetap sama, tak ada yang lebih sakit dari Arsa yang menyia-nyiakan kesempatan terakhir untuk menemui kakaknya.

"Ikhlaskan kakak kamu nak," ucap Vera yang sebenernya juga rapuh, namun demi Angga dan Arsa ia rela menguatkan dirinya.

"Mama juga harus ikhlaskan kakak, ya, ma. Kita harus ikhlaskan kak Angga untuk bertemu Allah di surga. 6 tahun tidak bertemu, kembali disatukan namun beda alam seperti ini. Sejujurnya Arsa gak terima, ma. Takdir jahat banget, tapi apa Arsa bisa meminta takdir untuk mengulang waktu ma? Arsa mau kakak dengar Arsa sayang banget sama dia. Arsa mau minta maaf karena -----" Arsa tak lagi bisa mengutarakan kata-katanya. Ia menangis lalu memeluk mamanya yang juga sama-sama menangis karena kepergian kakaknya.

Namun aksi tangisan tersebut harus terhenti karena Arsa meminta izin untuk menjadi imam untuk menyolatkan jenazah milik kakaknya. Ya, ciuman terakhir Arsa akan dibawa oleh Angga yang tentu saja melihatnya dengan senyuman bahagia dari atas sana. Arsa telah mengganti bajunya. Ia maju di barisan paling depan mengantikan posisi papanya yang tidak bisa menyolatkan jenazah Angga karena keterbatasan fisik dan kesehatannya.

Secret Wife| Ketika Menikah Tanpa Cinta Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon