41. Rasa tenang

37 5 1
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan suasana maka itu terjadi tanpa disengaja.

Ramaikan ceritanya yuk!

°°°°°°°°°°°









"Gue harus ketemu sama kakaknya Awan."

Semua pasang mata yang ada di sana menoleh ke arah Revian, termasuk Nara yang saat ini tengah diam dengan wajah sayu dan lelah. Ia lelah dengan rasa takutnya yang tak berkesudahan. Setidaknya, diam seperti ini cukup membantu dirinya.

"Yang jadi korban adeknya, kenapa lo mau jumpa sama kakaknya, Bang?" tanya Essa cepat.

Revian menghela napas. "Seingat gue kakaknya Awan itu salah satu teman si terdakwa saat itu. Dia pernah nyamperin gue buat ngingatin soal apa yang pernah gue lakuin sebelumnya. Untuk kasus adeknya, gue harus lebih siaga dan nggak mengulangi kesalahan yang sama."

Jhia berdecak kesal. "Sebenarnya lo bukan nggak bisa menangin kasus itu, Bang. Tapi pengacara si pelaku yang terlalu manipulatif sampai-sampai lo juga ikut disudutkan atas beberapa alasan yang nggak nyata. Semua terungkap setelah persidangan selesai."

Revian terdiam sejenak. "Gue tau, Jhi. Dan ini saatnya gue kembali menyuarakan hal itu. Keluarga korban memang nggak menuntut apa-apa, tapi gue butuh penjelasan lebih."

"Rev, sampai sekarang Awan masih belum ada kabar. Ini udah hampir sebulan dari sejak dia sembuh dan keluar rumah sakit," ucap Nara pelan.

Ini yang menjadi masalahnya. Anak itu menghilang entah ke mana membuat Revian sedikit bingung. Pria itu mendesah pelan seraya mengacak rambutnya sendiri.

"Jhi, tolong lacak nomor Awan bisa nggak?"

Jhia tersenyum dengan anggukan kecil. Tapi tak lama, ia mengetukkan jarinya di dagu tampak seperti sedang berpikir.

"Kenapa?" tanya Dean yang membuka suara.

"Kirim dulu nomornya ke gue."

Melalui isyarat mata Revian, Nara bergegas mengirimkan nomor itu kepadanya karena wanita itulah yang menyimpan banyak kontak murid selaku wali kelas mereka. Jhia yang telah mendapat pesan itu segera mengeceknya dengan wajah yang menimbulkan senyuman tipis.

"Nomornya udah nggak aktif, Bang. Terakhir kali kayaknya mungkin waktu dia masih di rumah sakit. Dan sekarang udah nggak berfungsi. Nggak bisa."

Revian menghela napas lelah. Ia menyandarkan kepalanya pada dinding putih yang sedikit berdebu itu. Memejamkan mata sejenak untuk dapat kembali berpikir lebih segar ke depannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 11 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Black MissionWhere stories live. Discover now