31. Kabar serius

28 6 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa disengaja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa disengaja.

Semoga menikmati isi cerita.

°°°°°°°°°°°







"Bukan gue, tapi karena Essa."

Rena terperangah. Ia mengerjapkan mata beberapa kali karena sedikit tidak memahami ucapan Dean barusan. Ia menelan ludahnya kasar. Melepas genggamannya dan menggaruk pelipisnya pelan.

"Maksud lo?"

Dean tersenyum. Seketika pandangannya beralih kepada Essa yang sedari tadi berdiri di kejauhan menatap mereka. Rena pun melemparkan pandangannya kepada teman sekelasnya itu. Terlihat gadis bermata bulat itu seketika kaget ketika Dean dan Rena menatap ke arahnya secara bersamaan.

"Semua terima kasih lo itu seharusnya ditujukan untuk Essa, bukan gue."

Rena melebarkan senyumannya. Ia perlahan mendekati Essa yang hanya diam tak berkutik sedari tadi. Gadis berambut panjang itu bahkan merasa heran karena Rena yang tiba-tiba menghampirinya.

Essa bisa melihat binar mata Rena yang menyiratkan kebahagiaan di sana. Tak dapat dipungkiri kalau ia pun merasa senang melihat gadis itu akhirnya bisa kembali bersekolah setelah masalah yang menimpa.

Rena segera memeluk gadis berambut panjang itu. Mata Essa membulat kaget saat ia rasakan usapan lembut nan hangat yang Rena berikan pada punggungnya. Perlahan Essa membalas pelukan penuh haru tersebut.

"Sa, makasih banyak ya? Lo udah bantuin gue. Maaf kalau selama ini gue selalu bersikap acuh, makasih banyak. Lo adalah orang yang berniat bantuin gue di saat yang lain ninggalin gue. Lo juga masih bisa berprasangka baik ke gue padahal sikap gue menyebalkan. Lo juga-"

Ucapan Rena tertahan oleh isak tangis yang ia pendam. Pundak Essa dirasa sedikit basah, itu pasti karena air mata Rena yang meluruh di sana. Essa tersenyum tipis, ia mengeratkan pelukan tersebut.

"Jangan ngomong, nangis aja dulu."

Tak ada kata yang terucap setelahnya, bisa didengar juga isak pelan yang keluar dari mulut Rena.

Pelukan itu membuat mata Essa bertemu dengan kedua iris gelap Dean. Tak ada yang ditunjukkan, mereka sama-sama terdiam oleh situasi ini.

Rena melonggarkan pelukannya. Ia menghapus jejak air mata yang tersisa di wajahnya. Tersenyum dengan penuh haru. Essa bahkan sampai terdiam sejenak melihat Rena yang kini lebih berekspresi daripada sebelumnya.

Black MissionWhere stories live. Discover now