23. Midnight rush

35 7 8
                                    

Cerita ini hanya fiksi belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa disengaja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Cerita ini hanya fiksi belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa disengaja.

Semoga menikmati isi cerita.

°°°°°°°°°°°






Garel melemparkan ponselnya ke arah Jhia. Mereka berdua diminta oleh kepala kepolisian untuk mencari data dari kasus pencurian yang akhir-akhir ini sedang ramai terjadi.

"Sebentar, gue lagi pusing mencocokkan datanya. Lo jangan ganggu dulu."

Garel berdecak pelan. Ia mendudukkan tubuhnya di sofa sembari menghela napas dalam. Melirik sekilas ke arah gadis dengan rambut yang diikat satu itu. Ia terlalu fokus kepada komputernya.

"Lo liat dulu, Jhi. Kasian si Dean, dia lagi ketakutan sekarang karena habis diteror tadi."

Jari-jemari Jhia yang tadinya sibuk berkutat dengan tugasnya, kini seketika terhenti dan langsung menyambar ponsel Garel. Ia segera melihat apa yang hendak Garel tunjukkan kepadanya di layar ponsel tersebut.

"Itu hasil tangkapan layar dari Dean. Dia bilang ke gue kalau nomor yang udah mengirimkan pesan itu juga berulang kali nelpon dia sebelumnya. Lo bisa lacak nomor itu nggak?"

Jhia terdiam sejenak. "Kalau nomornya nggak aktif, itu bakal susah, Gar. Tapi gue bakal cari tahu tentang sinyal terakhir yang digunakan. Semoga aja bisa."

Garel mengusap wajahnya kasar. Ia memejamkan matanya sejenak. Membiarkan pikirannya yang kalut untuk beristirahat walau ia tidak bisa sepenuhnya tertidur pulas. Ia masih memiliki banyak tugas yang harus diselesaikan secepatnya.

"Oh, gue juga mau nanya soal rekaman yang pernah kita kasih ke bang Revi. Ada kemajuan atau kelanjutan dari kasus itu nggak?"

Jhia mengacak rambutnya kesal. "Gar, please! Jangan ditimbun gini dong! Kepala gue mau pecah rasanya karena tugas kita. Terus, sekarang lo malah nanya tentang hal-hal lainnya. Gue tahu sih kalau itu penting, tapi 'kan-"

"Berisik! Biar gue yang ngelanjutin tugas lo." Garel bangkit dari duduk santainya dan segera mengambil alih sebagian tugas milik Jhia. Tumpukan kertas yang terbagi dua itu sekarang sibuk Garel periksa isinya di setiap lembaran.

Jhia tersenyum sumringah. Tentu saja ia merasa senang dengan kepekaan dari temannya itu. Ia kembali melanjutkan pencarian terhadap nomor misterius yang mengintai Dean.

"Gar! Gue berhasil nemuin sinyal terakhir dari si penelpon!"

Garel mengangkat kepalanya. Ia segera berjalan menghampiri Jhia yang masih fokus menatap ke arah layar komputer.

Black MissionWhere stories live. Discover now