28. Berbeda

30 5 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa di sengaja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa di sengaja.

Semoga menikmati isi cerita.

°°°°°°°°°°°




Setelah kemarin mendapat sebuah petunjuk dari Chacha dan Zora, Dean semakin mencurigai Nabel sebagai pelakunya. Semua ini benar-benar membingungkan karena semua orang yang ditanyai menggunakan hak mereka untuk diam.

"Lo datang sendiri?"

Dean tersenyum tipis. Ia memang berniat untuk menjenguk Rena agar mengorek lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi. Tadinya ia ingin datang bersama Essa. Namun, sejak kemarin gadis itu pun sulit untuk dihubungi.

"Besok persidangan lo. Gue harap lo siap."

Rena tak menjawab. Ia hanya menatap datar ke arah pemuda yang duduk dihadapannya itu. Gadis itu menghela napas dalam. Mau bagaimanapun itu, dia juga tetap cemas akan hasil kedepannya.

"Ayah lo baik-baik aja. Gue sama Essa selalu datang buat memastikan. Jadi lo nggak usah khawatir."

"Masih sering lupa? Gimana dengan kondisi fisiknya?"

Dean terdiam sejenak. Ia takut jika mengatakan hal ini pada Rena, gadis itu nanti akan semakin frustasi dengan banyaknya masalah yang harus ia hadapi.

"Kondisinya membaik. Beliau udah rajin minum obat yang kita bawa. Lo cukup fokus buat masalah lo aja, Ren."

Rena mendengus pelan. "Nggak perlu bohong. Gue tau penyakit ayah gue itu belum ada obatnya. Terus, semakin lama kondisinya bakal semakin memburuk. Justru dengan lo berbohong kayak gini, itu makin buat gue kepikiran."

Mata kedua gadis itu tampak berkaca-kaca. Ternyata, di sinilah sisi rapuh Rena bisa dilihat. Ia sendirian tanpa ada dukungan dari keluarga karena penyakit yang menyerang sang ayah.

"Gue sekarang paham apa maksud dari ucapan Essa."

Rena mengangkat kepalanya yang semula tertunduk. Tatapan datar dan tajamnya berubah menjadi sendu. Matanya memerah dengan tangan yang terkepal kuat.

"Lo sama Essa itu sama aja. Sama-sama kesepian. Tapi yang membedakan kalian berdua itu adalah cara untuk mengungkapkannya. Essa bakal bertingkah ceria untuk menutupi kesedihannya. Tapi lo sendiri selalu diam untuk menyembunyikan perasaan lo."

Rena memalingkan wajahnya. Ia semakin tidak kuat menahan bulir air yang hendak keluar dari mata yang biasa terlihat tajam itu. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, ada perasaan sesak yang singgah di dadanya saat ini.

Black MissionWhere stories live. Discover now