37. Ketahuan

27 5 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa disengaja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa disengaja

Komentnya keluarin!

°°°°°°°°°°°°




Sejak tadi Rena bungkam. Sesekali menghela napas dalam. Bahkan Dean sudah mengatakan jikalau ia tersinggung maka tidak perlu dijawab. Namun, Rena hanya menggeleng pelan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Membuat pemuda itu merasa gemas sendiri.

"Maaf, gue lagi mengumpulkan keberanian buat buka kembali cerita ini."

Pemuda itu menoleh dengan bibirnya yang tersenyum tipis. "Ada sesuatu yang ganggu lo dengan membahas masalah ini?"

Rena mengangguk cepat. Ia memainkan jari-jemarinya sembari mengangkat kepala untuk melihat wajah Dean yang masih setia menunggu jawabannya.

"Dulu, ibu gue pernah jadi pasien rawat inap di salah satu rumah sakit dekat sini. Waktu itu, ada pasien brankar sebelah yang terkena penyakit ataksia dan sudah berada di tahap akhir yang paling parah. Selama dia dirawat, dia selalu didampingi oleh ayahnya karena yang gue tahu ibunya udah nggak ada."

Rena menghela napas sekali lagi. Dean yang melihat itu tak berani dan tak berniat mengganggu sedikit pun. Ia hanya diam menunggu Rena melanjutkan kembali kisahnya tanpa harus memotong ucapan gadis tersebut.

"Ibu gue sering ngunjungi anak itu. Sampai suatu hari, ibu gue nemuin anak itu dalam keadaan benar-benar nggak sadar dan berusaha manggil dokter. Di sana ada petugas kebersihan juga yang bantuin ibu gue, tapi kayaknya ayah dari anak itu salah paham dan berakhir dendam."

Dean menegakkan tubuhnya tatkala melihat kedua netra indah gadis itu tampak berkaca-kaca. Rena menggigit bibir bawahnya seraya menahan sesak yang bergemuruh di dalam dada.

"Nangis aja, nggak usah ditahan."

"Nggak bisa," ucapnya dengan gelengan kepala. "Gue bahkan udah lupa gimana caranya nangis karena udah terbiasa nahan semuanya sendiri."

Tangan Dean terulur untuk mengusap pelan bahu gadis tersebut. Entah apa yang mendorongnya untuk melakukan itu, ia merasa sedih mendengar apa yang diucapkan olehnya.

"Sampe sekarang, kayaknya orang itu masih punya dendam ke kami. Gue selalu jagain ayah gue supaya nggak bisa dilihat oleh orang-orang. Jujur, gue takut dan keberadaan orang itu nggak diketahui."

Dean menghela napas. Sepertinya pikirannya mulai mencerna apa yang dilontarkan oleh Rena barusan. "Siapa nama ibu lo? Kapan kejadiannya? Boleh kasih tau gue secara rinci?"

Black MissionWhere stories live. Discover now