39. Deep talk at night

30 4 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa disengaja.

Komentarnya dong!

°°°°°°°°°°°







Langkah kaki berjalan mengikuti wanita yang memimpin di depan. Aroma khas rumah sakit yang dominan akan obat-obatan menguar dan tercium oleh hidung. Tangannya yang berada di saku celana tak berniat ia keluarkan karena rasa nyaman yang melekat.

Nara menoleh ke kanan dan ke kiri. Matanya menunjukkan bahwa ada seseorang yang perlu ia cari untuk ditemui. Revian yang sedari tadi hanya diam mulai membuka suara untuk membantu.

"Nyari seseorang?"

Nara mengangguk cepat. Tangannya mengeluarkan ponsel dan mencari sebuah nama yang akan ia hubungi. Namun, nomor yang dituju tak menjawab dan berganti mengeluarkan suara operator.

Nara mengembuskan napas lelah. Manik indahnya masih mengedar ke seluruh penjuru ruangan untuk mencari seseorang yang ia maksud tanpa sedikit pun Revian ketahui siapa orangnya.

"Teman saya kayaknya lagi nggak di sini. Kalau minta tolong ke bagian resepsionis, nanti pasti bakal ribet. Tadi memang dia bilang kalau dia lagi diluar sebentar. Kalau nunggu, nggak pa-pa?"

Revian mengulas sebuah senyuman tipis. Ia mengangguk pelan yang membuat Nara ikut tersenyum akan respon yang ditampakkan. Segera wanita itu mengajak dirinya agar duduk menunggu di kursi bagian luar rumah sakit yang tersedia supaya tidak kelelahan.

Keheningan melanda sejenak. Langit yang gelap menampakkan taburan bintang yang bersinar indah di atas sana. Semilir angin menyapa kulit dengan lembut. Senyuman Nara terulas dengan sendirinya.

"Kira-kira, trauma setiap orang itu pasti bakal hilang nggak sih?"

Revian menoleh ke arah sumber suara yang berada di sampingnya. Menatap dari samping wajah Nara yang masih setia menikmati pandangan langit yang cukup menenangkan.

"Kamu yang lebih paham soal ini."

Nara mengembangkan senyumannya. Mata bulatnya tak beralih pandang memandangi langit biru pekat yang terhampar di atas sana. Mengambil napas dalam-dalam untuk ia hirup guna merileksasikan pikiran.

"Walaupun saya pernah belajar tentang dunia kedokteran, itu semua nggak menjamin kalau saya bakal baik-baik aja. Setiap orang mempunyai ketakutannya masing-masing. Dan cara untuk menghilangkan semua itu adalah melawan diri sendiri."

Black MissionWhere stories live. Discover now