40. Secercah petunjuk

Start from the beginning
                                    

Tak menjawab, Dean malah tersenyum melihat wajah Essa yang tampak panik. Ia tertawa kecil melihat kecemasan yang menghantui sahabatnya itu.

"Jangan ketawa, njir! Gue lagi serius!"

Dean menghela napas. "Nggak usah terlalu panik gitu, Essa. Hadapi aja pelan-pelan. Mau gimana pun juga, nggak ada yang bisa ditutupi. Karena pada sejatinya, semua yang kita lakuin ini salah."

Essa memanyunkan bibirnya. "Bener sih, tapi gue takut. Emang orangnya siapa? Bukan Rena, 'kan?"

Baru saja Dean hendak membuka mulut, suara seruan seseorang menarik atensi mereka berdua. Sebuah nampan di tangan gadis berambut pendek itu segera diletakkan di atas meja mereka.

"Maaf, gue bawa ke sini pesenan kita tadi, Sa. Soalnya gue nungguin lo berdua, tapi nggak dateng-dateng. Jadi gue samperin ke sini. Nggak pa-pa, kan?"

"Harusnya gue yang minta maaf, Ren. Sorry bikin lo jadi nunggu lama. Makasih juga udah dibawain ke sini, ntar gantian biar gue yang ngembaliin gelasnya."

Rena tersenyum dan mengangguk pelan. Ia segera duduk di kursinya yang berada tepat di samping Dean. Menikmati jus dan cemilan ringan yang berhasil dibawanya dari kantin.

"Lo masih kerja di sana?"

Essa yang mendengar pertanyaan Dean itu segera menoleh ke arah Rena. Gadis itu terdiam sejenak dan kemudian tersenyum tipis. Anggukan kecil ia berikan sebagai jawaban singkat.

"Kerja? Lo kerja, Rena?"

Yang ditanyai melebarkan senyumannya. Ia mengangguk cepat guna menjawab pertanyaan Essa.

"Kalau gue nggak kerja, gimana bisa makan? Nebus obat ayah gue juga nggak murah. Lagian, ibu bos gue baik banget, sering ngasih insentif atas kerajinan gue padahal cuma kerja paruh waktu."

Rena tergelak kecil. Sementara Dean dan Essa yang berada di dekatnya itu hanya terdiam. Ini bukan sebuah candaan. Melainkan mereka merasa sedikit prihatin atas kondisi gadis yang menganggap biasa seluruh aktifitasnya itu.

"Jangan merasa kasihan ke gue, ya? Gue baik-baik aja."

Essa tersenyum miris. Ingin rasanya ia menangis saat ini juga. Melihat ketangguhan Rena membuatnya cukup bersyukur dengan keadaannya walaupun jarang sekali untuk diperhatikan orang tua.

"Gue iri karena lo setangguh itu."

Rena tersenyum. "Kalau nggak salah, sejak ibu gue meninggal ayah sering linglung. Dan waktu diperiksa, diagnosanya menunjukkan kalau beliau terkena alzheimer. Semacam demensia gitu. Jujur, gue sedih. Tapi, setidaknya gue bersyukur ayah gue masih hidup ditengah persembunyian kami."

"Persembunyian?"

Pertanyaan Dean mewakili rasa penasaran Essa. Rena hanya mengulas senyuman tipis. Ia tidak menjawab apapun lagi setelah itu. Mengalihkan pandang ke arah jus yang berada di depan mata.

"Bentar lagi bel masuk, dihabiskan cepat!"

Essa mengangguk kecil. Rena yang mengubah topik terlihat tengah menyembunyikan suatu rahasia yang besar. Tentang keluarganya, ia cukup bertahan dengan sisa kekuatan yang harus dipacu.


Black MissionWhere stories live. Discover now